Rabu, 17 Februari 2010

BIODIESEL

PRODUKSI BIODIESEL KAPUK RANDU
DAN UJI UNJUK KERJA DI MESIN DIESEL
oleh
Sri Utami Handayani, Seno Darmanto, Margaretha Tuti Susanti, Windu Sediono

Abstract
Research is done to analyze production of ceiba petandra biodiesel and
performance testing in diesel engine. Production of ceiba petandra biodiesel is done with
transesterification method and alkali catalyst. Transesterification reaction uses methanol
and NaOH catalyst. Then performance testing is done with engine test bed. Engine test
bed consist of diesel engine, generator, load and instrumentation. Production of ceiba
petandra biodiesel by doing transesterification method shows conversion of ceiba
petandra biodiesel reaches 90% in condition 50oC – 55oC and material composition
consist of 80% of ceiba petandra oil, 20% of methanol and 2 gram NaOH per 100 ml
methanol. Then performance testing in engine test bed with biodiesel of ceiba petandra
shows efficiency can reach 20% to mixture of biodiesel B5 and B10.The next, research of
ceiba petandra biodiesel can be done by testing of stability and treatment to increase
quality of biodiesel.
Key word: ceiba petandra, transesterification, biodiesel and efficiency.
PENDAHULUAN
Pengalihan bahan bakar bersumber minyak bumi ke minyak biodiesel tidak dapat
secara otomatis diaplikasikan pada mesin diesel. Perbedaan sifat (properties) kedua
minyak bahan bakar tersebut mempengaruhi konstruksi sistem saluran bahan bakar dan
pengaturan saat pembakaran (injection timing). Kekentalan minyak biodiesel lebih besar
dari pada minyak diesel sehingga akan mempengaruhi laju aliran di sistem saluran bahan
bakar dan formasi pengabutan bahan bakar oleh injektor. Fash point dan pour point kedua
bahan bakar berbeda sehingga mempengaruhi pengaturan (setting) injeksi bahan bakar
(injection dan ignation timing). Kedua bahan bakar mengandung pengotor (impurities)
yang berlainan di mana bahan bakar biodiesel mengandung dan cenderung membentuk
lilin (paraffin) pada temperatur rendah (kamar) sehingga perlu treatment tertentu terhadap
bahan bakar biodiesel untuk mencegah terbentuknya lilin di lapisan permukaan (Tyson,
2
2004). Bahan bakar biodiesel mudah mengeras (aging) dan mengalami oksidasi
(oxidation) sehingga korosi di saluran bahan bakar mudah terjadi (Stombaugh at. all.,
2006; Strawn, 1995). Bahan bakar biodiesel mempunyai masalah kestabilan (stability).
Kestabilan bahan bakar merujuk pada 2 dua istilah yakni kestabilan dalam jangka panjang
(long-term stability or aging) yang berhubungan erat dengan sifat oksidasi dan kestabilan
yang berhubungan dengan temperatur/tekanan elevasi (stability at elevated temperatures
and/or pressures) biasa dinamakan kestabilan termal (thermal stability) yang berhubungan
dengan penurunan kualitas bahan bakar (fuel degradation) di sistem saluran terutama
komponen injektor di mana efek lebih lanjut menyebabkan coking injeksi (injector coking)
(Tyson, 2004).
Transesterifikasi secara kimia menggunakan proses katalis alkali cukup sukses
dalam mengkonversi trigleserida ke minyak biodiesel (metylester). Meskipun reaksi
transesterifikasi dengan katalis alkali menghasilkan tingkat konversi yang tinggi dan
waktu reaksi yang cepat namun reaksi tersebut mempunyai kekurangan yakni energi
besar (intensive), gliserin sulit dipulihkan (recovery), katalis dibuang dan perlu
pengolahan, asam lemak bebas dan air bercampur dengan reaksi. Proses transesterifikasi
dengan enzim cenderung mempunyai kelebihan dalam peningkatan kuantitas dan kualitas
hasil konversi minyak nabati menjadi minyak biofuel/biodiesel. Keuntungan aplikasi
katalis enzim lipase dibandingkan dengan katalis alkali dalam peningkatan kuantitas dan
kualitas konversi minyak nabati ke biodiesel meliputi temperatur kerja lebih rendah (30oC
– 40oC), tanpa busa, hasil konversi (methel ester) tinggi, bersifat murni (mudah/tanpa
pemurnian), glycerol mudah dipulihkan (recovery) dan tidak terpengaruh kandungan air
(Fukuda, at al, 2001; Hasan, 2006). Namun proses transesterifikasi secara enzimatic masih
terfokus pada kajian ekonomis sehubungan pengadaan enzim lipase yang masih relative
mahal (Fukuda, at al, 2001). Produksi enzim lipase secara mandiri/asli (indigenous)
menjadi faktor penting untuk mendukung proses transesterifikasi secara enzimatik.
Beberapa enzim lipase indigenous telah dibuat dan diaplikasikan untuk proses hidrolisis,
esterifikasi dan tranesterifikasi secara enzimatik meliputi enzim ekstrak kecambah biji
wijen (Suhendra, at al., 2000), dedak padi , bromelin (Susanti, 2004; Susanti, 2003 ),
protease (Susanti, 2002), ragi tempe (Susanti, 2000).
Pengujian bahan bakar biodiesel pada mesin diesel menunjukkan indikasi yang
baik pada waktu-waktu awal namun unjuk kerja akan mengalami penurunan setelah waktu
berjalan agak lama. Durability test menunjukkan bahwa mesin akan gagal operasi secara
awal ketika beroperasi dengan bahan bakar campuran yang mengandung minyak
3
tumbuhan. Apliksi bahan bakar petroleum yang dicampur dengan biodiesel di mana sifat
bahan bakar petroleum cenderung membentuk endapan (deposit) dan sifat bahan bakar
tumbuhan yang bisa melumasi (lubricantion ability) menyebabkan endapan bisa lepas dan
bergerak/berpindah dan efek lebih lanjut dapat menyumbat saluran bahan bakar dan
saringan
Di sisi lain, efek samping yang ditimbulkan oleh polusi hasil pembakaran minyak
bumi sangat beragam dari masalah pernapasan sampai pemanasan global. Masalahmasalah
tersebut ditimbulkan oleh beberapa unsur yang terkandung dalam asap
pembakaran antara lain : HC (hidrokarbon) yang dapat mengganggu pernafasan mahluk
hidup, NOx (Oksida Nitrogen) yang dapat menimbulkan hujan asam, CO (Karbon
Monoksida) yang bila dalam konsentrasi tinggi akan menyebabkan gagal nafas yang dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa menit, CO2 (Karbon Dioksida) yang
menyebabkan efek rumah kaca pada lapisan ozon yang menyebabkan pemanasan global,
SO2 (Belerang Dioksida) yang akan berubah menjadi SO3 bila bercampur dengan udara
yang menyebabkan hujan asam. Dengan menambahkan 1% bio diesel pada solar dapat
mengurangi polusi sampai 60%, dan NOx sampai 20%. Bio diesel juga mengefisienkan
pemakaian bahan bakar dan pelumasan mesin, sehingga jarak tempuh dan umur mesin
lebih panjang .
Kajian properties minyak nabati menunjukkan bahwa minyak kelapa sebagai bahan
bakar biodiesel menunjukkan nilai kalor yang setara dengan solar yakni 19177 BTU/lbm
dibanding dengan solar sebesar 19603 BTU/lbm. Selanjutnya untuk flash point, biodiesel
kelapa menunjukkan 68oF jauh lebih rendah darai pada solar yang menunjukkan 144oF.
Kemudian spesifik grafity untuk minyak biodiesel kelapa sebesar 0,9119 sedikit lebih
tinggi dari pada solar sebesar 0,8478. Ada kecenderungan minyak biodiesel mempunyai
kekentalan yang lebih tinggi dari pada solar. Pengujian kekentalan minyak biodiesel
kelapa menunjukkan 11,2 cst (Darmanto and Handayani at.al, 2007). Muryama, at al.,
(2000) dan Grabosky at al., 1999, melaporkan bahwa pada pengujian mesin diesel dengan
bahan bakar minyak nabati dan minyak solar didapatkan bahwa dengan minyak nabati,
mempunyai efisiensi dan daya mesin yang lebih besar dibanding dengan minyak solar,
karena suhu gas buang yang dihasilkan lebih rendah. Ada penurunan kwalitas nilai kalor
rata-rata 2% (Muryama, at. al., 2000). Namun demikian minyak nabati mempunyai angka
cetane (cetane number) yang jauh lebih tinggi, hal ini akan menguntungkan karena
diperoleh keterlambatan penyalaan (ignation delay ) yang lebih pendek bila dibandingkan
dengan minyak solar. Adanya keterlambatan penyalaan yang lebih pendek, daya yang
4
dihasilkan menjadi besar dan efektif, maka performan mesin lebih optimum. Kemudian
untuk pengujian minyak biodiesel kelapa dengan komposisi minyak biodiesel kelapa 5%,
10%, 15% dan 20% di mesin diesel menunjukkan bahwa efisiensi daya maksimum
dicapai pada komposisi 15% minyak biodiesel kelapa (Darmanto dan Handayani at al,
2007). Reed at al., (1992) , meneliti penggunaan minyak kedelai bekas penggorengan atau
minyak jelantah kedelai sebagai campuran minyak solar sebagai bahan bakar diesel pada
bus di kota Denver. Perubahan power tidak signifikan pengaruhnya bahkan terjadi
penurunan partikel smoke. Altin, at al., (2000) mengadakan penelitian pemakaian minyak
nabati dicampur dengan bahan bakar solar diperoleh bahwa viskositas campuran relatif
lebih tinggi dibandingkan bahan bakar solar, dan didapatkan suhu emisi gas buang relatif
lebih rendah, sehingga meningkatkan efisiensi. Angka viscositas yang tinggi menyebabkan
beban kerja pompa bahan bakar menjadi lebih berat.
Penelitian minyak nabati untuk bahan bakar pesawat terbang telah dilakukan oleh
Kavouras, at al., (2000). Pengujian nilai kalor menunjukkan bahwa campuran B20 dan
B30 lebih rendah masing-masing 2% dan 3%. Penggunaan minyak nabati pada turbin gas
yang mempunya nilai kalor lebih rendah (2-3%) tidak begitu berpengaruh terhadap unjuk
kerja mesin. Dengan demikian minyak nabati memenuhi kriteria sebagai pengganti bahan
bakar pesawat terbang, sedangkan emisi gas buang lebih rendah 10% bila dibandingkan
dengan bahan bakar yang dipakai turbin gas dan tidak berpengaruh terhadap atmosfir.
Wang at.al, (1999) mengadakan penelitian pada minyak nabati, diperoleh bahwa minyak
nabati mempunyai nilai kalor lebih rendah dibanding minyak diesel atau solar dan
diperoleh angka cetane yang tinggi, sedangkan emisi gas buang CO dan HC lebih rendah
sedang NOx lebih tinggi. Krishna, C.R., (2002) mendapatkan emisi gas NOx paling
rendah pada campuran B20 (20% biodiesel) untuk berbagai macam perbandingan udara
dan bahan bakar.
Pengujian viscositas minyak nabati yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti
menunjukkan bahwa viskositas minyak nabati lebih besar bila dibandingkan dengan
minyak diesel. Viskositas berkisar antara (2.3 - 6) cst (Soerawidjaja, T.H., 2003) dan (2.6 -
4.8) cst (Juniartini, A.,1998). Uji komposisi campuran minyak kelapa sawit pada
prosentasi 10 % - 30 % dengan solar menunjukkan kekentalan akan cenderung naik, flash
ponit cenderung menurun dan caloric value relatif konstan terhadap sifat (properties) solar
(Darmanto at al., 2005). Cloin (2004) mengadakan penelitian bahwa ceiba petandra oil
murni dapat digunakan sebagai bahan bakar motor diesel, tetapi dengan memodifikasi
motor tersebut, antara lain pompa bahan bakar, filter, timing injection, heater. Uji sifat
5
fisik dan kimia (properties) minyak kelapa menunjukkan bahwa minyak kelapa
mempunyai kekentalan yang lebih tinggi dari pada solar (11,2 cst lebih besar dari pada
3,69 cst (Singh, 2006)) dan flash point yang lebih rendah dari pada solar ( 68oF lebih
rendah dari pada 144oF) (Handayani at al, 2007). Rafael S. Diaz melakukan pencampuran
bahan bakar minyak diesel dengan 1 % coco biodiesel dan hasil uji emisi menunjukkan
bahwa kadar emisi gas buang berkurang cukup signifikan. Ada potensi untuk
mengaplikasi minyak goreng kelapa sawit bekas sebagai bahan bakar diesel. Minyak
goreng bekas mengalami penurunan sifat (properties) sebagai minyak bahan bakar yakni
keruh/kotor, sifat kekentalan naik setelah dingin (Sediono at al, 2005)
BAHAN DAN METODE
Bahan
Minyak kapuk randu
Minyak kapuk randu adalah sebagai bahan baku dari minyak bio-diesel.
Metanol
Sebagai bahan pereaksi untuk mengikat lemak yang terkandung dalam minyak kapuk
randu sehingga terjadi endapan.
NaOH
NaOH berbentuk padat (kepingan) yang berfungsi sebagai katalis yaitu untuk
mempercepat reaksi tetapi NaOH sendiri tidak ikut bereksi. Apabila dalam campuran
tersebut mengandug air maka akan terbentuk sabun.
Mekanisme pembuatan biodiesel kapuk randu terdiri dari penyaringan, menyiapkan
sodium metoksit dan atau enzimatik, pemanasan dan pencampuran serta pengendapan dan
pemisahan. Minyak kapuk randu yang masih kotor perlu disaring terlebih dahulu agar
bersih dari kotoran. Kotoran biasanya berupa serpihan kapuk randu hasil pemarutan yang
ikut masuk kedalam minyak kapuk randu. Penyaringan yang dilakukan disini
menggunakan alat yang cukup sederhana yaitu kain yang agak rapat dan bersih.
Jumlah methanol yang digunakan dalam penelitiani sebesar 20 % dari jumlah
minyak kapuk randu sedangkan NaOH yang digunakan 4 gram untuk satu liter minyak
kapuk randu. NaOH sebanyak 2 gram disiapkan dan ditimbang dengan menggunakan
timbangan elektrik (neraca ohaus), setelah itu dimasukan kedalam labu takar. Siapkan
methanol sebanyak 100 ml dengan menggunakan gelas ukur kemudian tuang kedalam labu
takar yang sudah ada NaOHnya. Setelah NaOH dan methanol menjadi satu kemudian
dikocok sampai mencampur rata.
6
Pertama-tama minyak kapuk randu dituang ke dalam bakker glass. Kemudian bakker
glas ditaruh di atas stirer untuk dipanaskan sampai mencapai suhu 50o C. Tahap ini
dilakukan untuk pemanasan awal dan untuk menguapkan uap air. Pemanasan tersebut
kira-kira selama 5-10 menit tergantung dari penyetelan pemanasnya. Setelah suhu tersebut
tercapai maka larutan sodium metoksid dituangkan kedalam minyak kapuk randu sambil
diaduk sampai kedua larutan tersebut menyatu sahingga secara kasab mata tidak terjadi
pemisahan larutan antara minyak kapuk randu dengan sodium metoksid. Pemanasan dan
pengadukan secara merata dilakukan pada suhu ± 50oC (45-55o C) selama satu jam.Pada
saat larutan sodium metoksid dituang kedalam minyak kapuk randu suhunya akan turun
dari 50o C menjadi sekitar 45o C. Pada suhu ini dinaikkan sampai mencapai suhu 50o C
campuran kelihatan keruh kemudian setelah suhu mencapai 50o C campuran akan
kelihatan jernih.
Setelah proses pemanasan dan pencampuran selesai kemudian campuran tersebut
dimsukan kedalam corong pemisah. Didalam corong pemisah campuran tersebut
didiamkan selama 24 jam, lebih lama lebih baik. Setelah terjadi endapan kemudian proses
pemisahan dimulai yaitu dengan mengambil endapannya terlebih dahulu kemudian cairan
yang di atasnya, di mana cairan yang di atas berupa minyak bio-diesel (Pelly, 2005).
Peralatan
Peralatan pengujian unjuk kerja bahan bakar biodiesel kapuk randu menggunakan engine
test bed.
-
Gambar 3. Engine test bed
Hasil
Biodiesel kapuk randu secara prinsip di peroleh dari reaksi transesterifikasi. Reaksi
transesterifikasi merupakan reaksi yang melibatkan methanol dan katalis asam atau basa.
Keterangan
1. Generator test
(generator)
2. Engine test (
mesin diesel)
3. Pulley mesin
diesel
4. Sabuk V
5. Pulley generator
6. Engine stand
7. Instrument
8. Lampu
7
Pembuatan biodiesel kapuk randu dengan menggunakan katalis basa yakni NaOH. Hasil
pembuatan biodiesel kapuk randu dengan beberapa komposisi ditunjukkan di tabel 1.
Tabel 1 Komposisi pembuatan biodiesel kapuk randu
Kondisi Komposisi 1 Komposisi 2
Minyak Nabati (ml) 400 425
Methanol (ml) 100 75
NaOH (gram) 2 3 4 2 3 4
Temperatur 55-60 55-60 55-60 55-60 55-60 55-60
Kecepatan aduk 5 5 5 5 5 5
Waktu (menit) 75 75 75 75 75 75
Metylester (ml) 450 470 250 485 304 250
Gliserin (ml) 50% 50%
Prosentase metylester 90% 94% 50% 97% 60% 50%
Pembuatan biodiesel kapuk randu dengan beberapa komposisi memberikan hasil
atau konversi minyak kapuk randu ke biodiesel kapuk randu yang berbeda. Kondisi
perlakuan selama pembuatan biodiesel diatur sama yakni temperatur 50oC – 55oC, level
kecepatan 5 dan waktu total 75 menit. Pengaturan temperatur menjadi perhatian serius
mengingat minyak kapuk randu lama pemanasan dan setelah kondisi panas, temperatur
sulit untuk dikontrol. Kemudian waktu pembuatan terbagi 15 menit pemanasan awal dan
60 menit proses reaksi transesterifikasi. Dan pembuatan 6 (enam) komposisi biodiesel
kapuk randu skala laboratorium ditunjukkan di tabel 1.
Pembuatan biodiesel kapuk randu dengan komposisi 425 minyak kapuk randu, 75
methanol dan 2 gram NaOH (B(425,75,2))memberikan hasil atau konversi minyak kapuk
randu ke biodiesel kapuk randu paling tinggi. Komposisi B(425,75,2) menghasilkan konversi
biodiesel kapuk randu mencapai 97%. Ukuran prosentase ini didasarkan pada volume
metylester yang dihasilkan terhadap volume total (volume campuran). Volume total
merupakan penjumlahan volume minyak kapuk randu dan volume methanol. Dan
pembuatan biodiesel kapuk randu diatur bahwa penjumlahan volume minyak kapuk randu
dan volume methanol sebesar 500 ml. Pengamatan visual lebih lanjut terhadap biodiesel
dengan komposisi B(425,75,2) menunjukkan pembentukan endapan lilin (cristal wax) lebih
tinggi dari pada B(400,100,2) saat pagi hari. Pembentukan lapisan lilin juga terjadi pada
biodiesel dengan komposisi B(400,100,3). Lapisan lilin pada biodiesel ini terbentuk pada
malam hari dan akan menghilang pada saat siang sampai sore hari. Lapisan lilin pada
8
biodiesel kapuk randu ditunjukkan di gambar 4. Adanya lapisan lilin akan kurang bagus
untuk proses pembakaran di mesin toral dan akan mengalami kesulitan saat pembakaran
awal (starting).
Pembuatan biodiesel kapuk randu dengan komposisi 400 minyak kapuk randu, 100
methanol dan 2 gram NaOH (B(400,100,2)) memberikan hasil atau konversi minyak kapuk
randu ke biodiesel kapuk randu relatif lebih rendah dan stabil. Kestabilan biodiesel
didasarkan pada kondisi fisik bahan bakar yang relatif konstan pada berbagai kondisi
cuaca. Komposisi B(400,100,2) memberikan kondisi relatif stabil dibanding dengan biodiesel
kapuk randu dengan komposisi lain. Komposisi B(400,100,2) juga menghasilkan konversi
biodiesel kapuk randu relatif tinggi yakni mencapai 90%. Dan untuk langkah kajian dan
analisa lebih lanjut, biodiesel kapuk randu dengan komposisi B(400,100,2) dibuat lebih
banyak untuk uji properties dan unjuk kerja di mesin diesel.
Rancang bangun engine test bed pada prinsipnya terdiri dari mesin diesel,
generator, transmisi daya, instalasi beban dan alat ukur. Mesin diesel menggunakan motor
diesel kubota. Motor diesel kubota merupakan unit alat pengujian utama dalam
menganalisa karakteristik motor diesel dengan bahan bakar solar dan biodiesel. Spesifikasi
motor diesel selengkapnya sebagai berikut :
Jenis mesin : Diesel Kubota
Type : RD 85 DI
Jumlah dan susunan silinder : 1 silinder horisontal
Mekanisme katup : OHV
Isi silinder : 487 cc
Klasifikasi mesin : Diesel 4 langkah
Diameter silinder : 85,90 mm
Diameter piston : 85,89mm
Perbandingan kompresi : 18 :1
Langkah piston : 84 mm
Daya indikator : 8,5 HP/2200 rpm
Daya efektif : 7,5 HP/2200 rpm
Torsi maksimum : 3,080 kgm/1800 rpm
Sistem pembakaran : Direct Injection
Jenis bahan bakar : Solar dengan kualitas baik
Jenis minyak pelumas : SAE 30
Sistem pendingin : Hopper
9
Isi air pendingin : 11 liter
Isi tangki bahan bakar : 9,5 liter
Isi minyak pelumas : 2,4 liter
Generator merupakan alat yang digunakan untuk membangkitkan tegangan dan
arus listrik sehingga akan diketahui besarnya daya yang ditimbulkan. Dari alat uji ini dapat
diketahui besarnya daya yang dikeluarkan oleh motor diesel terhadap putaran dan beban
generator yang bervariasi.
Generator yang dipakai dalam pengujian adalah Generator arus AC sinkron dengan
spesifikasi sebagai berikut :
o Pabrik : Min Dong
o Model : Generator AC sinkron 1 phase
o Type : ST-5
o Voltage : 230
o Daya : 5000 watt
o Daya Input : 8,45 Ps
o Arus max : 21,5 Ampere
o Putaran : 1500 rpm
o Frekuensi : 50 hz
o Cos : 1
o Phase : 1
Pembahasan
40,00
42,00
44,00
46,00
48,00
50,00
52,00
54,00
56,00
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600
Beban (Watt)
Frekwensi (Hezt)
B0 B5 B10 B15
Gambar 8. Hubungan beban dengan frekuensi generator pada tegangan 220 volt
10
Hubungan antara beban dengan frekuensi generator untuk berbagai komposisi
bahan bakar ditunjukkan di gambar 8. Berdasarkan gambar 8 tersebut menunjukkan bahwa
frekuensi cenderung naik dengan kenaikan beban. Grafik fungsi beban dengan frekuensi
generator di atas diambil pada tegangan tetap yaitu 220 volt. Kriteria tegangan 220 volt
tersebut didasarkan pada persyaratan dari pembebanan alat-alat listrik/elektronik yang
menggunakan tegangan 220 volt. Kenaikan pembebanan akan diikuti oleh kenaikan
frekuensi. Pada saat awal menaikkan pembebanan lampu, voltase di generator akan
menurun di bawah 220 volt. Dengan kriteria output tegangan di generator harus mencapai
220 volt, maka setting mesin diatur kembali dengan cara menaikkan konsumsi bahan
bakar dan udara bakar. Dalam praktek di lapangan, setting mesin ini dapat dilakukan
secara manual ataupun otomatis yang tujuannya untuk menstabilkan putaran mesin,
konsumsi bahan bakar dan konsumsi udara. Dengan putaran mesin dan generator
(terutama) pada putaran standar ( ±1450 rpm) maka ouput daya dengan tegangan 220 dan
frekuensi ±50 Hz akan dapat dicapai. Pembebanan lampu yang semakin bertambah akan
membutuhkan penambahan energi (daya) yang berarti pula penambahan konsumsi bahan
bakar.
Frekuensi kelistrikan di Indonesia dan frekuensi yang dipersyaratkan oleh
peralatan elektrik berkisar antara 48-52 Hz. Berdasarkan kecenderungan grafik di gambar
8, kondisi/persyaratan yang dapat memenuhi keperluan peralatan listrik di Indonesia
terjadi pada beban ±200 watt - ±1800 watt. Untuk bahan bakar B0, ouput daya mempunyai
frekuensi di antara 48 Hz - 52.06 Hz pada beban/daya di antara ± 200 watt - ±2000 wattt.
Sedangkan frekuensi idealnya (50 Hz) terjadi pada beban 1100-1600 watt. Untuk bahan
bakar B5 frekuensi tertinggi yang masih bisa digunakan terjadi pada beban ± 2000 watt
dengan frekuensi ideal (50 Hz) terjadi pada beban ±1500 watt. Selanjutnya berdasarkan
gambar 8, jenis bahan bakar biodiesel kelapa yang baik adalah B10, karena komposisi
bahan bakar ini dapat mendukung untuk pembebanan relatif besar dengan kondisi
frekuensi yang diijinkan dan voltase 220 volt. Untuk bahan bakar B15, generator
cenderung menghasilkan output daya dengan frekuensi di bawah kondisi standar.
Untuk hubungan antara beban dengan efisiensi menunjukkan bahwa bahwa
kenaikan beban akan diikuti oleh kenaikan efisiensi dan kemudian pada beban tertentu
efisiensinya menurun meskipun beban dinaikkan. Hubungan antara beban dengan efisiensi
secara visual ditunjukkan di gambar 9. Berdasarkan gambar 9 menunjukkan bahwa bahan
bakar B0 mempunyai efisien rata-rata paling baik bila dibanding dengan yang lainnya.
Efisiensi B0 akan optimum pada pembebanan 1.000 watt – 1800 watt dengan efisiensi ±
11
20 %. Ada dugaan efisiensi yang tinggi lebih banyak dipengaruhi oleh properties
(kekentalan, nilai kalor, flash point dan sebagainya) bahan bakar B0 yang lebih baik
sehingga pembakaran terjadi pada kondisi optimal. Pada beban 2200 watt terlihat bahwa
efisiensi cenderung menurun untuk bahan bakar B0. Mesin diesel yang digunakkan untuk
pengujian merupakan mesin standar dan pengaturan pengapaian standar sehingga hal ini
akan wajar jika efisiensi terbaik pada bahan bakar B0
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600
Beban (Watt)
Efisiensi (%)
B0 B5 B10 B15
Gambar.9. Hubungan beban dengan efisiensi 3 pada tegangan 220 volt
Selanjutnya berdasarkan gambar 9 untuk bahan bakar biodiesel B5 dan B10
menunjukkan bahwa efisiensi relatif mendekati efisiensi untuk bahan bakar B0 untuk
pembebanan 800 watt – 1400 watt. Efisiensi tertinggi terjadi pada beban 1200 watt.
Efisiensi rata-rata optimum terjadi pada pembebanan 1000 watt – 1400 watt dengan
efisiensi rata-rata ±19%. Pada beban di atas 1400 watt terlihat bahwa efisiensi cenderung
menurun meski beban dinaikkan.
Untuk bahan bakar B15 menunjukkan bahwa efisiensi berfluktuasi terhadap
kenaikan pembebanan dan cenderung rendah. Efisiensi tertinggi terjadi pada beban 1.000
watt – 1600 watt. Efisiensi rata-rata optimum pada pembebanan 600 watt – 1.600 watt
dengan efisiensi rata-rata ±14%. Pada beban 1.600 watt terlihat bahwa efisiensi
cenderung menurun meski beban dinaikkan.
Tabel 2 Konversi minyak biodiesel kapuk randu komposisi 1 (400,100,2)
Kondisi Komposisi 1
Minyak Nabati (ml) 400
Methanol (ml) 100
NaOH (gram) 2
Temperatur 55-60
12
Kecepatan aduk 5
Waktu (menit) 75
Metylester (ml) 450
Gliserin (ml)
Prosentase metylester 90%
Kajian dan analisa ekonomi bahan bakaar biodiesel didasarkan oleh beberapa
faktor meliputi biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi bahan bakar biodiesel kapuk
randu, potensi konversi minyak kapuk randu ke minyak biodiesel kapuk randu dan potensi
harga di pasaran. Biaya produksi dipengaruhi oleh biaya komponen biodesel kelapa
meliputi minyak kapuk randu, methanol, katalis dan biaya energi. Berdasarkan tabel 4.4,
potensi konversi minyak biodiesel mencapai 90% untuk komposisi 400, 100, 2.
Selanjutnya potensi pasar solar/diesel industri (non subsidi) hingga sekarang mencapai Rp.
6.000.
Analisa kebutuhan dan harga
Harga minyak kapuk randu saat pembelian mencapai Rp 10.000,- per liter. Dan
untuk 0,5 lt atau 500 ml mempunyai harga Rp 5000,-. Harga NaOH saat pembelian
mencapai Rp 250.000,- per kg. Selanjutnya untuk 1 gr NaOH mempunyai harga Rp 250,-
atau 2 gr NaOH mempunyai nilai Rp 500,-. Selanjutnya harga methanol teknis mencapai
Rp 8.000,- per lt. Harga 1 ml methanol adalah Rp 8,- atau 100 ml methanol mempunyai
nilai Rp 800,-. Berdasarkan harga komponen di atas maka harga dasar 1 (satu) liter
biodiesel mencapai Rp. 10.600,- (Rp 8.000,- + Rp. 1000 ,-+ Rp 1600,- = Rp 10.600,-).
Untuk pembuatan minyak kapuk randu hasil pengepresan/pemerasan langsung,
harga dapat ditekan menjadi Rp 5.000,- atau di bawah Rp 5.000,-. Untuk harga minyak
kapuk randu Rp 5.000,- maka biaya 1 liter biodiesel hanya Rp. 6.600 (Rp 4000 + Rp. 1000
+ Rp 1600 = Rp 6.600). Biaya energi dapat diestimasi sekitar 15% - 20% biaya total atau
sekitar Rp 990,- – Rp. 1300,-. Sehingga potensi harga biodiesel kapuk randu di pasaran
dapat mencapai Rp. 7.590, - Rp 7.900,-. Untuk pengolahan biji kapuk randu dengan
peralatan yang efisien, harga minyak kapuk randu dapat ditekan di bawah Rp. 5.000,-. Ini
memungkinkan mengingat biji kapuk randu merupakan limbah di industri kapas kapuk
randu. Selanjutnya proses pemisahan minyak kapuk randu dari biji (kulit dan isinya) dapat
dilakukan dengan peralatan pres hidrolik. Pemisahan minyak kapuk randu dengan air dan
pengotor dapat diakukan dengan saringan dan pemanasan pada temperatur 100oC. Minyak
13
kapuk randu mentah dapat diperoleh dengan peralatan dan teknologi sederhana sehingga
harga dasar di pasaran seharusnya murah.
Kesimpulan
1. Minyak biodisel kapuk randu diperoleh dari minyak kapuk randu yang direaksikan
dengan methanol serta katalis NaOH yang menghasilkan methyester (biodiesel) dan
gliserin.
2. Keberhasilan proses pembutan biodisel dipengaruhi oleh putaran pengadukan,
temperatur pemanasan dan kadar katalis serta kandungan air ketika pembuatan sodium
metoksid. Temperatur raksi diatur 50oC – 55oc. Konversi biodiesel kapuk randu akan
optimum pada komposisi 80% minyak kapuk randu, 20% methanol dan 2 gram NaOH
tiap 100 ml methanol.
3. Frekwensi kerja bahan bakar biodiesel kapuk randu cenderung lebih rendah dari pada
frekwensi kerja bahan bakar solar pada kondisi beban yang sama.
4. Pengujian bahan bakar di engine test menunjukkan bahwa bahan bakar biodiesel kapuk
randu B5 (komposisi 5% biodisel kapuk randu dan 95% solar) mempunyai efisiensi
lebih dari pada B10 dan B15.
5. Uji teknis kelayakan (daya dan efisiensi) menunjukkan bahwa bahan bakar biodisel B5
(komposisi 5% bio-disel kapuk randu dan 95% solar) dan B10 (komposisi 10% biodisel
kapuk randu dan 90% solar) kapuk randu mempunyai potensi cukup besar untuk
diaplikasikan sebagai bahan bakar alternatif/pengganti solar.
Daftar Pusataka
Altin, R.; Centikaya, S.; Yucesu. S., [2002] “The Potensial of Using Vegetable Oil Fuel
for Diesel Engines”
Cloin.J, 2005,”Coconuts Oil as Biofeul in Pasific Islands- Challanges & Opportunities”,
South Pasific Geoscience Commision, hal 2 – 4.
Darmanto, S, Handayani, S.U.., dan Ireng S.A., 2006, “Analisa Sifat Fisik dan Kimia
(Properties) Minyak Biodiesel Kelapa “, Majalah Traksi vol 4, no 2 , hal 62-68,
Desember 2006, ISSN : 1693-3451.
Darmanto, S. dan Handayani, S.U.., 2006,’’ Analisa Unjuk Kerja Mesin Diesel Berbahan
Bakar Biodiesel Kelapa’’, Majalah Eksergi, Vol 3 , No. 1, Periode Januari 2007
Darmanto, S., Handayani, S.U.., Kusno, Septian dan Wisnu, 2006, “Analisa Sifat Fisik
dan Kimia Minyak Kelapa untuk Pengembangan Bahan Bakar Alternatif “, Laporan
Tugas Akhir Mahasiswa T. Mesin.
Fukuda,H., Kondo, A., dan Noda, H., 2001,’’Biodiesel Fuel Production by
Transesterification Oil’’, Journal Bioscience and Bioengineering Vo. 92 No. 5, 405-
416
Grabosky MS, dam McCormick R.L., [1999] “Combustion of Fats and Vegetable Oil
Derived Fuels in Diesel Engine” Prog. Energy Comb. Sci. Vol 24 pp.125-164.
14
Hasan, F, Shah, A.A. dan Hameed, A.,’’Industrial Aplication of Microbial
Lipases’’Microbial research Lab., Department of Biological, Quid-i-Azam
University, Islamabad Pakistan
Juniartini, A., [1996], “Pemanfaatan Asam Lemak dari Minyak Goreng Bekas Sebagai
Bahan Bakar”, Makalah lomba penelitian ilmiah mahasiswa.Kavouras, I., 2002,
“Chemical Characterization of Emissions for Vegetable Oil Processing and Their
Contribution to Aerosol Mass Using The Organis Mollecular Makers Approach”.
Krishna, C . R. and Mc Donald, R. J., [2003], “Combustion Testing of a Biodiesel Fuel
Blend”.
Murayama, T., Fujiwara, Y., Noto, T. 2002, “Evaluating Waste Vegetable Oil As a Diesel
Fuel”.
Pelly, M., 2005,’’Mike Pelly's biodiesel method’’
Singh.RK, Kumar A.Kiran,Sethi.S, 2006, “Preparation Of Karanja Oil Methil Ester”.
Reed TB, Graboski MS, Gaur S [1992], “Biodiesel from Waste Vegetable Oil”
International Pyrolysis Conference.
Stombough, T., Czarena Crofchek dan Mike Montross, 2006, “ Biodiesel FAQ”, UK
Cooperative Extention Service, Universitas of Kentucky, www.ca.uky.edu, hal 1-2.
Strawn, N. dan Norm Hinman, 1995, Biodiesel, Bio Facts, National Renewable Energy
Laboratory, US Deparment of Energy, hal 1-2.
Susanti, M.T., 2004, ‘’Bioektrasi Minyak Dari Krim Santan Kelapa Oleh R. Oligosporus,
L.Bulgarikus, Sacharomyces Cerevicie, Icsi Tubuh Kepiting Darat Dan Enzim
Bromelin, Seminar Nasional Penelitian Dosen Muda Studi Kajian Wanita Dan Social
Keagamaan Jakarta 2004
Susanti, M.T, 2003, ‘’Optimasi Produksi Minyak Kelapa Dengan Proses Fermentasi Oleh
R. Oligosporus, L Bulgaricus Dan Enzim Bromelin, Prosidingseminar Nasional
Hasil Penelitian Unggulan, Lembaga Penelitian Undip 13 Maret 2003
Susanti, M.T, 2003, Optimasi Produksi Minyak Kelapa Dengan Proses Fermentasi Oleh R.
Oligosporus, L Bulgaricus Dan Enzim Protease’’, Seminar Nasional Hasil Penelitian
Dosesn Muda Perguruan Tinggi Dikti Nasional Cisarua Bogor 19-21 September
2002
Susanti, M.T., 2000, ’’Optimasi Produksi Minyak Kelapa Dengan Proses Fermentasi
Menggunakan Ragi Tempe’’, Prosidingseminar Nasional Peran Teknologi Tepat
Guna Terhadap Pengembangan Iptek Dan SDM Dalam Rangka Menyongsong
Otonomi Daerah Unibrow-Malang, 20-21 November 2000
Soerawidjaja, T. H., 2003, Standar Tentatif Biodiesel Indonesia dan Metode-metode
Pengujiannya”, Disampaikan dalam Diskusi Forum Biodiesel Indonesia, Bandung,
11 Desember 2003.
Suhendra, L., Tranggono dan Hidayat, C., 2002, ’’Aktifitas Hidrólisis dan Esterifikasi
Lipase Ekstrak Kecambah bici Wijen (Sesamun Indium)’’, Jurusan Teknologi
Pangan dan Hasil Pertanian Fak. Tek. Pertanian UGM Yogyakarta.
Tyson, S., K, 2004, Biodiesel Handling and use Guidelines”, National Renewable Energy
Laboratory, U.S. Department of Commerce.
Windu Sediono dan Seno Darmanto, 2005, “Pemanfaatan Minyak Goreng Kelapa Sawit
Sebagai Bahan Bakar Diesel “, Penelitian SPI 2004 Undip.
Wang, 1999, “Chaohuan Studies of Thermal Polymerization of Oil With a Differential
Scanning Calori Meter”









BAHAN BAKAR ALTERNATIF BIODIESEL (BAGIAN I. PENGENALAN)
BODE HARYANTO
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki beragam sumberdaya energi. Sumberdaya energy berupa minyak, gas, batubara, panas bumi, air dan sebagainya digunakan dalam berbagai aktivitas pembangunan baik secara langsung ataupun diekspor untuk mendapatkan devisa. Sumberdaya energy minyak dan gas adalah penyumbang terbesar devisa hasil ekspor. Kebutuhan akan bahan bakar minyak dalam negeri juga meningkat seiring meningkatnya pembangunan. Sejumlah laporan menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 80-an terjadi peningkatan kebutuhan energi khususnya untuk bahan bakar mesin diesel yang diperkirakan akibat meningkatnya jumlah industri, transportasi dan pusat pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) diberbagai daerah di Indonesia. Peningkatan ini mengakibatkan berkurangnya devisa negara disebabkan jumlah minyak sebagai andalan komoditi ekspor semakin berkurang karena dipakai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Disisi lain, bahwa cadangan minyak yang dimiliki Indonesia semakin terbatas karena merupakan produk yang tidak dapat diperbaharui. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mencari bahan bakar alternatif.
Ide penggunaan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar diesel didemonstrasikan pertama kalinya oleh Rudolph Diesel (± tahun 1900). Penelitian di bidang ini terus berkembang dengan memanfaatkan beragam lemak nabati dan hewani untuk mendapatkan bahan bakar hayati (biofuel) dan dapat diperbaharui (renewable). Perkembangan ini mencapai puncaknya di pertengahan tahun 80-an dengan ditemukannya alkil ester asam lemak yang memiliki karakteristik hampir sama dengan minyak diesel fosil yang dikenal dengan biodiesel.
Indonesia adalah negara penghasil minyak nabati terbesar dunia, selain menghasilkan minyak sawit (Crude Palm Oil = CPO), juga menghasikan minyak lainnya seperti minyak kopra yang jumlahnya cukup besar. Ini merupakan potensi bahan baku yang besar untuk tujuan pengembangan BBM alternatif tersebut. Salah satu bahan baku yang dipakai yaitu fraksi stearin yang diperoleh dari sisa pengolahan CPO di pabrik minyak nabati (Fractination Refining Factory). Produksi minyak sawit dewasa ini cenderung meningkat dan diperkirakan akan berlanjut satu atau dua dekade ke depan.
Pembuatan biodiesel dari minyak nabati dilakukan dengan mengkonversi trigliserida (komponen utama minyak nabati) menjadi metil ester asam lemak, dengan memanfaatkan katalis pada proses metanolisis/esterifikasi. Beberapa katalis telah digunakan secara komersial dalam memproduksi biodiesel. Selain itu, juga diupayakan katalis katalis dari sisa produksi alam seperti, janjang sawit, abu sekam padi dan sebagainya.
2002 digitized by USU digital library 1
PERKEMBANAGAN BIODIESEL
2.1.Gagasan Awal
Gagasan awal dari perkembangan biodiesel adalah dari suatu kenyataan yang terjadi di Amerika pada pertengahan tahun 80-an ketika petani kedelai kebingungan memasarkan kelebihan produk kedelainnya serta anjloknya harga di pasar. Dengan bantuan pengetahuan yang berkembang saat itu serta dukungan pemerintah setempat, mereka/petani mampu membuat bahan bakar sendiri dari kandungan minyak kedelai menjadi bahan bakar diesel yang lebih dikenal dengan biodiesel. Produk biodiesel dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk alat-alat pertanian dan transportasi mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, para ahli telah menyimpulkan bahwa bahan bakar biodiesel memiliki sifat fisika dan kimia yang hampir sama dengan bahan bakar diesel konvensional dan juga memiliki nilai energi yang hampir setara tanpa melakukan modifikasi pada mesin diesel. Pengunaan biodiesel di Eropa dilakukan dengan mencampur bahan bakar biodiesel dengan diesel konvensional dengan perbandingan tertentu yang lebih dikarenakan menjaga faktor teknis pada mesin terhadap produk baru serta menjaga kualitas bilangan setana biodiesel yang harus sama atau lebih besar 40.
Keunggulan lain dari bahan bakar ini adalah dalam melakukan kendali kontrol polusi, dimana biodisel lebih mudah dari pada bahan bakar diesel fossil karena tidak mengandung sulfur bebas dan memiliki gas buangan dengan kadar pengotor yang rendah dan dapat didegredasi. Di sisi lain, secara ekonomi menguntungkan bagi negara barat dan Eropa karena sumbernya tidak perlu di impor seperti bahan bakar konvensional. Sumber minyak nabati lainnya yang diolah menjadi biodiesel yaitu dari rapeseed (canola), bunga matahari dan safflower.
Sementara itu beberapa negara sudah memproduksi biodiesel secara pabrik, seperti ditulis pada Pollution Control Drives New Interest In Biodisel, Livorno Italia telah dibangun pabrik dengan kapasitas 60.000 metrik ton per tahun akhir tahun 1992 dan di Kansas city pabrik ester oil (biodiesel) memproduksi 2,1 juta galon per tahun dan juga dibangun di St.Louis. Kementrian Jerman awal tahun 1992 mengeluarkan dana sebesar 5,3 juta DM untuk peneliti rapeseed biodiesel di Bonn dan menyimpulkan bahwa rapeseed biodisel dapat melayani pasokkan cadangan bahan bakar diesel.
2.2. Indonesia dan Potensinya
Minyak kelapa sawit sangat berpotensi sebagai bahan baku biodiesel dan bagi Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar dunia mempunyai peluang untuk menghasilkan bahan bakar biodiesel. Tujuan utama adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan sumber yang melimpah di Indonesia menjadi lebih bermanfaat. Jika hal ini dilaksanakan maka selain dapat mengendalikan produksi sawit di saat panen besar, keuntunggan lainnya adalah mengurangi impor minyak diesel yang menyita cadangan devisa negara. Menurut laporan DitJen Migas (1998) kebutuhan bahan bakar diesel meningkat setiap tahunnya seperti disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Produksi dan Komsumsi Minyak Diesel di Indonesia (juta liter) Tahun
Minyak Diesel
Minyak Solar
Produksi
Konsumsi
Produksi
Konsumsi
1994/95
11866,2
16342,0
1148,0
1905,6







Prospek tanaman aromatik dalam menanggulangi permasalahan .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, April 2008 1
MENGENAL KI PAHANG (Pongamia pinnata)
SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
HARAPAN MASA DEPAN
Ki pahang (Pongamia pinnata (L)
Pierre) merupakan tanaman minyak
nabati, bijinya mengandung
minyak antara 27 - 40%. Ki pahang
dikenal sebagai tanaman
obat tradisional, baik kulitnya,
daunnya maupun minyak dari
bijinya. Sebagai obat, rebusan
kulitnya sering digunakan untuk
menyembuhkan penyakit tusukan
ikan beracun, obat penyakit kulit
dan encok. Ki pahang merupakan
ta-naman beracun, buahnya bila
di-minum menyebabkan sakit kepala,
bahkan muntah-muntah dan
murus, namun tidak sampai mematikan.
Dengan menipisnya ketersediaan
dan mahalnya bahan
bakar dari minyak bumi (BBM),
pada saat ini mulai dikembangkan
bahan bakar yang berasal dari
tanaman. Salah satu jenis tanaman
minyak nabati sebagai alternatif
pengganti minyak bumi adalah
minyak yang berasal dari biji ki
pahang. Dalam upaya mendukung
penggunaan dan pengembangan
tanaman ki pahang,
terlebih dahulu perlu mengenal
morfologi tanaman, tersedianya
plasma nutfah dan benih dari varietas
unggul terpilih, serta dukungan
teknologi budidaya agar
pengembangannya dapat optimal.
i pahang (Pongamia pinnata)
selama ini dikenal
sebagai tanaman obat. Rebusan
akar tanaman ki pahang
sering digunakan untuk obat terhadap
makanan yang mengganggu
kesehatan. Akar dan kulit tanaman
ini juga sering digunakan untuk
menyembuhkan penyakit akibat
tusukan ikan beracun. Di Banyuwangi
kulitnya dengan bau yang
menyengat digunakan sebagai obat
luar penyakit kudis, di Seram rebusan
kulitnya yang dicampur dengan
kacang hijau, bawang putih dan
cengkeh digunakan sebagai obat
beri-beri. Dalam kulitnya terdapat
hanya sedikit alkaloid, tetapi dapat
beracun bagi ikan. Bijinya yang
dipanggang dan ditumbuk dapat
digunakan sebagai racun ikan. Buah
ki pahang memang beracun, tetapi
Gambar 1 . Pohon ki pahang (Pongamia pinnata (L) Pierre), buah dan biji
K
Volume 14, Nomor 1 April 2008
W A R T A
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN
TERBIT TIGA KALI SETAHUN
ISSN 0853 - 8204
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TANAMAN INDUSTRI
Dok : Rusim Mardjono. (Balittas)
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 2 April 2008
tidak mematikan, setelah diminum
menyebabkan sakit kepala, muntahmuntah
dan murus. Di India minyaknya
dikenal sebagai obat untuk
penyakit kulit, dan di Australia
daunnya sering digunakan sebagai
makanan ternak pada waktu musim
kering.
Biji ki pahang dapat menghasilkan
minyak nabati non-pangan yang
potensial. Bijinya dapat menghasilkan
minyak nabati yang baik sebagai
bahan baku biodiesel. Limbah
bungkil minyak biji ki pahang bisa
digunakan sebagai bahan bakar
(biobriket) atau pupuk organik
maupun pakan ternak yang sangat
bermanfaat. Minyak ki pahang
dengan berat jenis 0,9371, dengan
nilai kalori minyak biji ki pahang
sebesar 4.600 kcal/kg telah dicoba
pada mesin disel. Hasilnya sangat
baik dan efisien. Minyak yang
berasal dari biji dapat digunakan
pula untuk penerangan, sebagai
pengganti minyak tanah.
India merencanakan pengembangan
ki pahang seluas 400.000 ha
pada fase pertama, dan 11,2 juta ha
pada fase kedua. Oleh karena itu ki
pahang akan menjadi salah satu
alternatif untuk pengembangan
bahan baku minyak pengganti BBM
terbarukan disamping jarak pagar
dan tanaman minyak nabati lainnya.
Ki pahang termasuk familia
Leguminoceae, dengan sinonim
Pongamia glabra Vent., atau Derris
indica (Lam) Bennet, Millettia
pinnata L. Dalam bahasa Inggris
disebut Pongam tree, Indian Beech
Tree, Pongam Oil Tree. Dalam
bahasa Melayu disebut mempari,
mempare, malapari. Dalam bahasa
Sunda disebut ki pahang, atau
ki pahang laut, dalam bahasa
Jawa disebut bangkong, atau
bangkongan, dan di Madura disebut
kranji.
Deskripsi ki pahang :
Ki pahang merupakan tanaman
tahunan dengan cabang tersebar,
tinggi tanaman bisa mencapai 15 -
25 m dengan diameter batang bisa
mencapai 80 cm.
Biji mulai berkecambah sekitar 7
hari, dan mudah tumbuh secara alami
tanpa perlakuan khusus, sehingga
banyak tanaman muda/biji berkecambah
di bawah pohon tanpa
ditanam atau dibibitkan lebih
dahulu. Kecambah tumbuh secara
hipogeal, untuk pengembangan tanaman
sebaiknya dibibitkan lebih
dahulu. Tanaman ki pahang tahan
terhadap naungan terutama pada saat
masih muda, sehingga sangat cocok
bila ditumpangsarikan dengan tanaman
palawija atau tanaman yang
lebih tinggi. Tanaman dipindah ke
lapangan sebaiknya pada saat tinggi
tanaman sekitar 30 - 60 cm.
Lingkungan tumbuhan
Tanaman dapat tumbuh di daerah
sub tropis maupun tropis. Di habitat
aslinya P. pinnata dapat tumbuh
dengan rentang temperatur yang
luas, dari 0 - 500C, dan mampu
bertahan pada kondisi beku. Rentang
ketinggian antara 0 - 1.200 m di
atas permukaan laut. Tanaman dapat
tumbuh baik pada curah hujan sekitar
500 - 2.500 mm, dengan musim
kemarau 2 - 6 bulan. Secara alami
tumbuh di hutan dataran rendah
pada batu gamping, dan karang berbatu-
batu di pantai, sepanjang sungai
dan arus pasang surut. Pertumbuhan
terbaik pada tanah liat
berpasir dalam, juga dapat tumbuh
pada lahan berpasir dan tanah liat
berat. Tanaman ini juga sangat
toleran terhadap kekeringan, kadar
garam dan pada kondisi alkali.
Secara genetik mempunyai kromosom
2n = 22.
Kandungan dan susunan kimiawi ki
pahang.
Unsur kimia yang dikandung
pada tanaman ki pahang di antaranya
adalah alkaloid, gamatay, glabrin,
glabrosaponin, kaepferol, kanjone,
kanugin, karangin, neoglabrin,
pinnatin, pongmol, saponin, quercitin,
b-sitosterol, dan tanin. Dalam
DAFTAR ISI
Informasi Komoditas
Mengenal ki pahang (Pongamia pinnata)
sebagai bahan bakar alternatif harapan
masa depan.......................................... 1
Arah pengembangan sagu di Indonesia .... 4
Prospek tembakau rendah nikotin ( Studi
kasus tembakau Madura) ......................... 6
Tanaman karuk ( Piper sarmentosum)
untuk mengobati asma ............................. 8
Kemajuan pembangunan kebun induk
kelapa dalam komposit dan strategi
perluasannya............................................. 10
Produktivitas lada Indonesia seperti jalan
di tempat .................................................. 11
Peranan serangga ekor Pegas (Collembola)
dalam meningkatkan kesuburan tanah............................................................
15
Peluang tanaman obat sebagai alternatif
bahan obat flu burung .............................. 17
Arah pengembangan kenaf di Indonesia
menyongsong bangkitnya serat alam
dunia 2009 ............................................... 20
Teknologi baru pengendalian hama
Sexava dengan perangkap tipe Balitka
MLA ........................................................ 22
Prospek tanaman aromatik dalam menanggulangi
permasalahan nyamuk dan
lalat .......................................................... 25
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman
obat berpotensi menyembuhkan ber
bagai penyakit ......................................... 26
Keragaman genetik dan peluang pe
ngembangan pinang di Kalimantan.......... 30
Berita
Seminar nasional dan pameran perkembangan
teknologi tanaman obat dan aromatik
....................................................... 32
Warta Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri memuat
pokok-pokok kegiatan serta
hasil penelitian dan pengembangan
tanaman perkebunan.
PENANGGUNG JAWAB :
Kapuslitbang Perkebunan
BAMBANG PRASTOWO
A. DEWAN REDAKSI
Ketua Merangkap Anggota
AGUS KARDINAN
Anggota :
DONO WAHYUNO
EMMYZAR
E. RINI PRIBADI
YANG NURYANI
YUSNIARTI
B. REDAKSI PELAKSANA
SUSILOWATI
MALA DEWI
ELFIANSYAH DAMANIK
Alamat Redaksi dan Penerbit
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan.
Jl. Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111
Telp. (0251) 313083
Faks. (0251) 336194
Sumber Dana :
DIPA 2OO8 Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Perkebunan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 3
kernel bijinya mengandung lemak/
minyak 27 - 40%, protein 17,4%,
pati 6,6%, serat kasar 7,3% dan abu
2,4%. Komposisi asam lemak di
antaranya palmitic 3,7 - 7,9% stearic
2,4 - 8,9% , arachidic 2,2 - 4,7%,
behenic 4,2 - 5,3 %, lignoceric 1,1 -
3,5%, oleic 44,5 - 71,3%, linoleic
10,8- 18,3% dan eicosenoic 9,5 -
12,4%.
Dalam kayu mengandung charcoal
31,0%, asam pyrolligneous
36,69%, ester 3,4%, acetone 1,9%,
methanol 1,1%, tar 9,0%, bahan
yang terbuang 4,4% dan gas 0,12 cu
m/kg. Unsur-unsur yang dikandung
di daun dan ranting di antaranya
nitrogen (N) 0,71 - 1,16%, phosphor
(P2O5) 0,11 - 0,14%, kalium (K2O)
0,49 - 0,62%, dan calsium (CaO)
1,54 - 1,58%.
Produksi dan nilai ekonomi ki
pahang.
Tanaman dapat mencapai ketinggian
10 meter setelah berumur 4-
5 tahun, mulai berbunga dan
menghasilkan pada umur sekitar 4
tahun. Di Bangladesh ki pahang
tetap mampu berproduksi tinggi
sampai berumur lebih dari 30 tahun.
Koleksi plasma nutfah ki pahang
yang terdapat di kebun Raya
Purwodadi, Jawa Timur meskipun
telah berumur lebih dari 50 tahun
masih menghasilkan (Gambar 1).
Pada tanaman monokultur satu
pohon mampu menghasilkan sekitar
9 - 90 kg biji/tanaman, atau setara
900 - 9.000 kg/ha dengan asumsi
100 tanaman/ha. Bijinya mengandung
minyak sekitar 27 - 40%. Pada
tanaman yang sudah dewasa diharapkan
dalam satu hektar akan
mampu menghasilkan minyak 2.000
l dan 5.000 kg limbah/bungkil
bijinya. Limbah bungkil minyak biji
ki pahang bisa digunakan sebagai
bahan bakar (biobriket) atau pupuk
organik maupun pakan ternak yang
sangat bermanfaat.
Proses pengambilan minyak ki
pahang di India telah dilakukan oleh
petani dengan alat pengepres
sederhana. Hasil minyaknya langsung
digunakan oleh petani untuk
keperluan sendiri dan sisanya dijual
langsung ke pengepul. Biji-biji
ki pahang yang telah dikeringkan
dengan kadar air sekitar 7 - 10%
untuk diproses menjadi minyak
melalui 3 tahap, yaitu pemanasan
awal (preheating), pengepresan/
pengempaan (pressing), dan
penyaringan secara mekanik
(screening). Dengan cara ini di India
pengepresan minyak dapat berhasil
dengan baik, menghasilkan 25 -
27,5% minyak, 67,5 - 70% limbah
dan 5% hilang selama prosesing.
Sedangkan secara konvensional
yaitu dengan alat press kecil tanpa
pemanasan awal hasil minyak hanya
sekitar 18 - 22%.
Kebijakan pengembangan ki pahang
Ki pahang merupakan tanaman
tahunan, baru akan menghasilkan
dan secara ekonomis menguntungkan
setelah tanaman berumur 4 - 5
tahun. Oleh karena itu untuk pengembangan
ki pahang diperlukan
kebijakan yang baik, agar petani/
pengusaha tidak kecewa. Sebelum ki
pahang dikembangkan perlu adanya
varietas unggul, dan perlu dijelaskan
bahwa pembudidayaan ki pahang
baru akan menguntungkan setelah
4 - 5 tahun. Untuk itu sebelum
tanaman menghasilkan, dianjurkan
untuk ditumpangsarikan dengan
tanaman palawija yang sesuai untuk
daerah tersebut.
Dalam upaya pengembangan ki
pahang, Balittas pada tahun 2008 ini
sebagai tahap awal akan melakukan
eksplorasi ki pahang di daerah Jawa
Timur, dan pada tahun berikutnya
bila memungkinkan akan dilakukan
di daerah lainnya. Pada tahapan selanjutnya
pemeliharaan dan pengembangan
varietas unggul dan teknologi
budidayanya perlu segera dikembangkan.
Dalam upaya itu pula
pemeliharaan dan pengembangan
prosesing minyak menjadi biofuel
dan biodiesel serta pengelolaan
limbahnya perlu dikembangkan.
Pengembangan ki pahang disamping
sebagai tanaman produktif dengan
pola perkebunan, maupun
tanaman petani/plasma, dapat pula
dikembangkan sebagai tanaman reboisasi
karena ki pahang berkemampuan
beradaptasi pada kondisi tanah
yang miskin dan berkadar garam. Di
samping itu ki pahang sangat banyak
manfaatnya dan mudah menanamnya.
Penelitian untuk mengembangkan
potensinya perlu perhatian
lebih besar.
Kesimpulan
Dalam upaya mendukung
pengembangan tanaman ki pahang,
perlu mengenal apa itu tanaman ki
pahang, dan perlu tersedianya plasma
nutfah dan benih dari varietas
unggul terpilih agar pengembangannya
dapat berkembang dengan baik.
Sejalan dengan usaha mendapatkan
varietas unggul, maka perlu dilakukan
eksplorasi plasma nutfah
dan penelitian teknologi budidaya,
pasca panen maupun prosesing biji
ki pahang menjadi minyak, dan
pengelolaan limbahnya perlu
diketahui dan dikembangkan.
Rusim Mardjono, Balittas
Prospek tanaman aromatik dalam menanggulangi permasalahan .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, April 2008 4
ARAH PENGEMBANGAN SAGU (Metroxylon) DI INDONESIA
Indonesia memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif dalam
pengembangan sagu (Metroxylon.
sp.) dibandingkan dengan negara
lain penghasil sagu lain, seperti
Papua New Guniea, Malaysia dan
Thailand karena merupakan asal
plasma nutfah sagu dan luas areal
pertanaman sagu yang dominan,
diperkirakan sekitar 60% dari
luas areal sagu dunia. Sagu
(Metroxylon sp.) merupakan
sumber pangan karbohidrat yang
potensial sebagai pangan, pakan
dan sumber energi terbarukan.
agu (Metroxylon sp.) mempunyai
daya adaptasi yang
tinggi pada lahan marginal
dan lahan kritis yang tidak memungkinkan
pertumbuhan optimal bagi
tanaman pangan dan tanaman perkebunan.
Karakteristik bio-ekologi
sagu demikian ini, merupakan potensi
sangat berarti dalam memanfatkan
lahan marginal dan lahan kritis yang
cukup luas di Indonesia, menunjang
ketahanan pangan dalam negeri dan
sumber bahan baku industri serta
dapat berperan sebagai tanaman
konservasi.
Permasalahan menonjol dalam
penanganan sagu antara lain, dijumpai
data luas areal dan potensi
produksi yang sangat beragam,
sehingga menyulitkan dalam perencanaan
industrialisasi sagu dan prediksi
pengembangan untuk masa
mendatang. Pemanfaatan dan nilai
tambah sagu pada tingkat petani
masih sangat terbatas, produk yang
dihasilkan bermutu rendah dan
penanganannya kurang efisien. Keadaan
ini, merupakan pemborosan
sumber bahan pangan karbohidrat
yang saat ini menjadi masalah nasional.
Potensi sagu di tingkat petani
saat ini belum optimal pemanfaatannya,
hal ini ditandai dengan : 1)
banyak tanaman sagu yang layak
panen tetapi tidak dipanen dan
akhirnya rusak. 2) pemanfaatan potensi
sagu masih rendah, diperkirakan
15 - 20%. 3) pemanfaatan potensi
sagu hanya terbatas pada skala
petani/industri kecil dengan cara
pengolahan manual karena tidak
tersedia alat pengolahan sagu yang
memadai secara lokal dan 4) masalah
pemasaran. Sebaliknya eksploitasi
sagu yang dilakukan industri skala
menengah-besar, kurang memperhatikan
keseimbangan produksi,
akibatnya terjadi degradasi pertumbuhan
sagu, yang pemulihannya
membutuhkan waktu cukup lama
sekitar 5 - 7 tahun. Jika kerusakan
ini dibiarkan berlangsung terus,
maka secara langsung akan mengganggu
ketersediaan sumber pangan
karbohidrat bagi masyarakat sekitar
areal sagu yang dieksploitasi.
Dalam upaya mengatasi permasalahan
di atas, berbagai usaha
harus dilaksanakan antara lain
pengkajian ulang data luas areal,
seleksi sagu unggul, pengendalian
kegiatan eksploitasi hutan sagu yang
berlebihan, penerapan budidaya sagu
yang sesuai dan pengolahan yang
efisien. Selain itu diperlukan usaha
peningkatan nilai tambah komoditas
dan pendapatan petani, melalui
pengembangan diversifikasi produk
sagu, yaitu pemanfaatan tepung,
serat, gabus dan kulit batang sagu
untuk menghasilkan produk bernilai
ekonomi dan mempunyai pasaran
luas. Untuk itu dibutuhkan program
khusus pengembangan sagu yang
melembaga, di mana penanganannya
tidak secara parsial, melainkan
secara terintegrasi dan terorganisasi
dengan baik, disertai dukungan dana,
peralatan dan jaringan pemasaran
yang memadai. Operasional program
pengembangan ini melibatkan semua
pihak, meliputi pemerintah pusat,
pemerintah daerah, instansi teknis,
swasta, lembaga keuangan, koperasi,
lembaga sosial kemasyarakatan dan
petani/kelompok tani sagu.
Hasil Lokakarya Pengembangan
Sagu (Metroxylon) di Indonesia
A. Umum
Lokakarya Pengembangan Sagu
di Indonesia telah dilaksanakan
selama dua hari, yaitu tanggal 25 -
26 Juli 2007 di Batam, Propinsi Kepulauan
Riau. Lokakarya dibuka
oleh Menteri Pertanian Republik
Indonesia, yang dalam hal ini
diwakilkan kepada Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Pelaksanaan Lokakarya dihadiri
peserta, dari Badan Litbang Pertanian,
Departemen Pertanian, Badan
Litbang Kehutanan, Badan Planologi
Kehutanan, Pemerintah Propinsi Kepulauan
Riau, Otorita Batam, Pemerintah
dan instansi Lingkup Propinsi
Papua, Maluku, Kalimantan, Sulawesi,
Perguruan Tinggi (IPB, UGM,
UNSRI, UNIPA, UNPATI, UNMUL,
UNTAN), BUMN, Perum
Bulog, Pengusaha sagu, Masyarakat
dan pemerhati sagu, dari Jepang,
dan Malaysia. Pada lokakarya ini
disampaikan 6 makalah utama dan
10 makalah poster serta kunjungan
lapang ke objek pengembangan sagu
di Selat Panjang Riau.
B. Hasil rumusan
1. Sagu merupakan tanaman penghasil
pati dan serat yang lebih
tahan terhadap bencana alam baik
berupa banjir, gempa bumi ataupun
tsunami.
2. Indonesia memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif dalam
pengembangan sagu dibandingkan
dengan negara penghasil
sagu lainnya. Namun pemanfaatan
potensi produksi masih terbatas
dengan produk konvensional
yang mutu dan nilai jualnya
rendah. Keadaan ini merupakan
pemborosan sumber bahan pangan
karbohidrat, yang saat ini
menjadi masalah nasional.
3. Untuk mendukung ketahanan pangan
bagi penduduk yang berada
di pulau-pulau kecil terutama
pada saat gelombang laut kurang
bersahabat, pati sagu dapat diandalkan
sebagai bahan pangan.
S
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 5
4. Ketersediaan sumber plasma
nutfah sagu pada berbagai daerah
penghasil sagu seperti Papua,
Papua Barat, Maluku, Maluku
Utara, Sulawesi, Kalimantan,
Riau dan Kepulauan Riau,
merupakan kekayaan sumber
genetik yang sangat besar dan
belum dimanfaatkan secara
optimal untuk pengembangan
sagu.
5. Eksploitasi hutan sagu dan budidaya
sagu yang saat ini menganut
sistem Natural sago forest diharapkan
berubah menjadi Sustainable
sago plantation dengan
produktivitas lebih tinggi.
6. Eksploitasi sagu tidak mengganggu
konservasi tanah dan hutan
karena sagu dikelilingi oleh anakan/
tunas yang sangat banyak.
7. Permasalahan yang menonjol
adalah data luas areal, potensi
produksi, dan potensi lahan untuk
pengembangan perkebunan sagu
(lahan rawa, hutan sekunder dan
lahan kritis). Data ini masih
beragam dan belum akurat, sehingga
menyulitkan dalam perencanaan,
prediksi pengembangan
dan industrialisasi sagu untuk
masa mendatang.
8. Makin berkembangnya kebutuhan
energi terbarukan yang ramah
lingkungan, memberi peluang
bagi pemberdayaan dan pengembangan
sagu pada lahan rawa,
hutan sekunder dan lahan kritis
untuk menghasilkan produk sagu
sebagai sumber energi bioetanol,
dan sekaligus tanaman sagu berfungsi
untuk mengurangi pemanasan
global.
9. Hasil penelitian terkini di bidang
pengolahan sagu untuk biofuel
mampu menghasilkan etanol 35
ml/jam. Bahkan teknologi fermentasi
ini mampu memfermentasi
keseluruhan batang sagu
tanpa penepungan sehingga sangat
efisien dan sangat murah
untuk menghasilkan bioetanol.
10. Pengembangan tanaman sagu
secara sustainable dapat menyerap
CO2 sebesar 289 ton/ha/
tahun atau dari 1,4 juta ha lahan
akan menyerap 404.600.000 ton
CO2. Dari Carbon trade, Indonesia
dapat menerima US$ 2,023
miliar /tahun.
11. Pengolahan sagu dilakukan secara
berjenjang. Untuk industri
skala kecil diarahkan memproduksi
pati sagu dan produk
pangan konvensional. Untuk
industri skala menengah-besar
diarahkan untuk menyerap
produksi industri kecil dan
pengolahan yang menggunakan
teknologi tinggi, seperti High
Fructose Syrup (HFS), alkohol,
gasohol dan produk derivat
lainnya. Pola pengolahan ini
diperlukan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan potensi sagu,
pengembangan aneka produk
sehingga dapat meningkatkan
nilai tambah komoditas.
12. Pola pengembangan sagu disetiap
daerah akan berbeda
tergantung dari keadaan sosial
budaya masyarakat seperti di
Papua, dan kondisi geografis
seperti di Kepulauan Maluku.
C. Rencana aksi
Industri masa depan sagu selain
untuk subtitusi pangan, ke depan pati
sagu diarahkan menjadi bahan baku
untuk produk industri seperti: etanol,
biodegradable plastic, gula cair, dan
lain-lain. Selama ini sagu dalam
bentuk hutan sagu yang tidak
dipanen sekitar 1,2 juta hektar atau
setara dengan 6 juta ton pati sagu.
Untuk itu ke depan diperlukan
strategi untuk menata hutan sagu
menjadi perkebunan sagu.
Beberapa upaya yang perlu dilakukan
dalam pengembangan agribisnis
sagu adalah menyusun prioritas
kegiatan dalam pengembangan
sagu. Upaya pengembangan sagu ini
memerlukan program khusus dan
terpadu antar lembaga terkait. Ke
depan, kebijakan pemerintah di
arahkan kepada upaya mendorong
terwujudnya agribisnis sagu yang
efisien, efektif dan berdaya saing,
didukung oleh subsistem off farm,
terutama pengolahan dan pemasaran,
industri hilir yang memadai sehingga
dapat memberikan manfaat optimal
bagi semua pihak.
Untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapi dalam pengembangan
sagu saat ini, berbagai usaha yang
harus dilakukan adalah :
1. Pembenahan data/informasi yang
berkaitan dengan sagu meliputi
pendataan yang lebih akurat
mengenai sebaran tanaman sagu
di Indonesia, inventarisasi dan
identifikasi jenis-jenis sagu yang
berkualitas dengan potensi produksi
tinggi, serta identifikasi
pengusaha yang telah melakukan
usaha maupun yang berminat
dalam pengembangan industri
agribisnis sagu. Kegiatan ini
dilakukan oleh lembaga-lembaga
penelitian di Departemen
Pertani-an, Departemen
Kehutanan, dan Perguruan
Tinggi.
2. Penyediaan bahan tanaman unggul/
terpilih untuk pengembangan
berskala luas oleh swasta sebaiknya
dilakukan melalui kultur
jaringan dengan menggunakan
bahan tanaman unggul yang telah
diperoleh lembaga penelitian
seperti Balitka, BPPT, Balit
Bioteknologi Perkebunan dan
Perguruan Tinggi. Sedangkan
pengembangan untuk masyarakat
(skala kecil) dapat dilakukan
dengan perbanyakan melalui
anakan dari pohon induk terpilih
yang dilakukan oleh masyarakat
bersama pemerintah.
3. Sarana/prasarana dan teknologi
pengolahan sagu berskala kecil
baik berupa peralatan maupun
teknik pengolahannya perlu dikembangkan
lebih lanjut dari
yang telah dihasilkan oleh lembaga
penelitian dan perguruan
tinggi.
4. Stabilitas harga, permintaan pasar,
dan modal sangat berpengaruh
dalam mempercepat pengembangan
sagu di Indonesia. Harga
produk sagu, khususnya produk
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 6 April 2008
primer relatif stabil, sehingga
nilai tukarnya terus menurun;
permintaan pasar dan
permodalan yang masih sangat
terbatas menjadi kendala dalam
pengem-bangan produk sagu
lebih lanjut.
5. Memfasilitasi pembangunan infrastruktur
untuk kawasan pertanaman
yang telah ada (eksisting)
dan pengembangan baru
oleh pemerintah daerah sangat
diperlukan untuk mendorong
pengembangan sagu oleh masyarakat
dan swasta.
6. Mensosialisasikan rencana pengembangan
sagu oleh pemerintah,
asosiasi, dan swasta kepada
masyarakat, khususnya
kepada masyarakat yang sudah
bertanam sagu.
7. Memberdayakan lahan kritis, dan
rawa dangkal untuk pengusahaan
tanaman sagu oleh Pemerintah
Daerah, swasta dan masyarakat.
8. Pengembangan hutan sagu menjadi
perkebunan sagu dapat dilakukan
secara selektif dan terintegrasi
antara pemerintah,
swasta dan masyarakat.
9. Roadmap dari rencana aksi
pengembangan sagu agar segera
dibuat, dan dilakukan secara
sinergi dengan melibatkan
Depar-temen Pertanian,
Kehutanan, dan instansi terkait
lainnya.
PROSPEK TEMBAKAU RENDAH NIKOTIN
(Studi kasus tembakau Madura)
Tembakau dan industri hasil tembakau
mempunyai peran penting
dalam perekonomian nasional,
karena mampu menyediakan
lapangan kerja secara langsung
maupun tidak langsung bagi 6,4
juta orang, meliputi 2,3 juta
petani tembakau, 1,9 juta petani
cengkeh, 199.000 pekerja pabrik
rokok, sekitar 1,15 juta pedagang
eceran dan asongan, 900.000
orang yang bekerja pada sektor
lembaga keuangan, percetakan
dan transportasi. Produksi rokok
nasional rata-rata 215.671 juta
batang (2000 - 2004), sejumlah
187.331 juta batang (87%) adalah
rokok keretek yang 85% bahan
baku tembakaunya dari dalam
negeri. Penerimaan negara dari
cukai selalu naik dari tahun ke
tahun; pada tahun 2004 sebesar
Rp 28,6 triliun, tahun 2005 Rp
33,2 triliun dan 2006 ditargetkan
sebesar Rp 38,5 triliun. Penerimaan
devisa negara dari ekspor
rokok dan tembakau (terutama
cerutu) dari tahun 2000 - 2004
rata-rata sebesar US$ 209,38 juta.
uas areal tembakau di Indonesia
198.590 ha dengan produksi
155.441 ton/tahun (Ditjenbun,
2005). Di daerah pengembangannya,
tembakau memberikan
sumbangan 60 - 80% dari total pendapatan
petani, sehingga merupakan
komoditas unggulan spesifik daerah.
Di beberapa daerah tembakau
merupakan penggerak roda perekonomian.
Sebagai contoh di Madura,
uang kartal yang disediakan
oleh Bank Indonesia pada
musim panen tembakau di Pamekasan
dan Sumenep meningkat
menjadi Rp 750.000.000 sampai
Rp 1 triliun/bulan, sedangkan pada
bulan-bulan biasa hanya Rp 100 juta.
Hal tersebut di atas merupakan
faktor yang menyebabkan agroindustri
tembakau mempunyai basis
yang kuat. Usaha untuk mengurangi
areal tembakau sulit dilakukan karena
tembakau memberikan keuntungan
bagi petani. Penggantian
tembakau dengan tanaman alternatif
seperti bawang merah, semangka
dan melon pada awalnya memberikan
hasil yang baik, tetapi pada
saat komoditas tersebut makin
berkembang, pasar menjadi kendalanya,
sehingga petani cenderung
bertahan untuk menanam tembakau.
Pada saat ini tantangan yang
dihadapi oleh agroindustri tembakau
adalah kampanye anti rokok yang
dipelopori WHO (World Health
Organization) sejak tahun 1974. Di
Indonesia gerakan anti rokok baru
dimulai tahun 1991 dengan adanya
peringatan pemerintah bahwa merokok
dapat merugikan kesehatan.
Selanjutnya terbit Undang-Undang
nomor 23 tahun 1992, yang pada
pasal 44 berbunyi : “Diperlukan
peraturan pemerintah tentang pengamanan
rokok bagi kesehatan”. Peraturan
pemerintah ini baru terbit
pada tahun 1999, yaitu PP.81/1999
kemudian diperbaharui dengan
PP.38/2000 yang antara lain menetapkan
pembatasan kadar nikotin
dan tar (dalam asap) maksimum 1,5
mg dan 20 mg/batang rokok.
Peraturan pemerintah ini berdampak
cukup besar, antara lain
penurunan produksi rokok keretek
dan jatuhnya harga tembakau rakyat
(lokal) pada tahun 2000 sampai
2003. Akhirnya peraturan ini diperbaharui
menjadi PP.19/2003 yang
menghapus ketetapan batas maksimum
nikotin dan tar tiap batang
rokok; namun tetap mewajibkan
pencantuman kadar nikotin dan tar
serta peringatan bahaya rokok bagi
kesehatan pada setiap bungkus
rokok. Selain itu Departemen Pertanian
diwajibkan mencari tembakau
dengan resiko kesehatan seminimal
mungkin, serta mencari komoditas
alternatifnya. Salah satu kegiatan
yang dilakukan adalah berupaya
menurunkan kadar nikotin tembakau
bahan baku rokok keretek.
Permasalahan dan Teknologi
Tembakau Rendah Nikotin
Nikotin (β-pyridil-α-N-methyl
pyrrolidine) merupakan senyawa
organik spesifik yang terkandung
dalam daun tembakau. Apabila dihisap
senyawa ini akan menimbulkan
rangsangan phisikologis bagi
L
Hengky Novarianto dan
Meldy Hosang, Balitka
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 7
perokok dan membuatnya menjadi
ketagihan. Selama ini yang terjadi
adalah tembakau mutu tinggi pada
umumnya mengandung nikotin dan
senyawa aromatis tinggi, terutama
tembakau lokal. Sebagai contoh
pada tembakau Temanggung, semakin
ke atas posisi daun pada batang
maka kadar nikotin dan senyawa
aromatisnya semakin tinggi, demikian
pula mutu dan harganya juga
semakin tinggi. Kadar nikotin, mutu
dan harga tembakau Temanggung
dan Madura yang ditanam di lahan
tegal lebih tinggi dari pada yang
ditanam di lahan sawah. Pada tembakau
virginia, krosok bermutu tinggi
yang berperan sebagai pemberi
rasa ternyata juga berkadar nikotin
tinggi. Oleh karena itu budidaya dan
penelitian pada masa lalu selalu
ditujukan untuk memproduksi tembakau
dengan kadar nikotin dan
senyawa aromatis yang tinggi.
Kadar nikotin dikendalikan oleh
dua gen utama dan sejumlah gen
minor. Tanaman tembakau dengan
gen aabb berkadar nikotin tinggi dan
tanaman tembakau dengan gen aabb
berkadar nikotin rendah. Dengan
demikian persilangan antara varietas
berkadar nikotin tinggi dengan
varietas berkadar nikotin rendah
akan menghasilkan individu-individu
beragam yang berkadar nikotin
rendah sampai tinggi. Kadar nikotin
tembakau dapat berkisar antara 0,5
sampai 8%. Faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap kadar nikotin
antara lain tipe tanah, ketinggian
tempat, kerapatan populasi tanaman,
dosis pupuk dan jenis lahan. Tembakau
yang ditanam pada tanah berat
berkadar nikotin lebih rendah dibanding
yang ditanam di tanah lempung.
Kadar nikotin tembakau cenderung
meningkat bila ditanam di daerah
yang lebih tinggi. Semakin banyak
populasi tanaman/hektar kadar nikotin
semakin rendah, dan semakin
tinggi dosis pemupukan nitrogen,
kadar nikotin semakin tinggi. Kadar
nikotin tembakau yang ditanam di
lahan sawah lebih rendah dibanding
di lahan tegal dataran lebih tinggi.
Dari keterangan di atas, maka
dimungkinkan untuk menurunkan
kadar nikotin tembakau dengan
merubah genetik maupun lingkungan
tumbuh. Penurunan kadar nikotin
dapat dilakukan sampai batas yang
sesuai dengan kebutuhan industri
rokok. Hal ini disebabkan kadar
nikotin berkorelasi positif dengan
senyawa-senyawa lain yang berpengaruh
terhadap mutu baik maupun
dengan mutu organoleptik seperti
rasa dan aroma. Oleh karena
itu bagi pabrik rokok, upaya untuk
menurunkan kadar nikotin lebih
mudah dilakukan secara pabrikasi
dibandingkan dengan mengganti
jenis tembakau dalam racikan rokok.
Salah satu contoh adalah tembakau
Lumajang VO yang berkadar nikotin
rendah (0,3 - 1,2%). Tembakau
yang di produksi di Lumajang (Jawa
Timur) ini hanya sesuai untuk
keperluan tembakau pipa dan tidak
sesuai untuk rokok keretek. Cara
pabrikasi untuk menurunkan kadar
nikotin rokok (Cigarrete design)
antara lain dengan menggunakan
filter untuk mengurangi kadar tar
dan nikotin dalam asap yang dihisap
perokok; atau menggunakan kertas
sigaret yang pori-porinya lebih
banyak, sehingga ada pengenceran
kadar nikotin dan tar dalam asap
karena udara yang terhisap lebih
banyak.
Teknologi yang sudah dihasilkan
Upaya Balittas untuk menurunkan
kadar nikotin tembakau lokal
dimulai pada tahun 1994. Tembakau
Madura varietas Prancak 95 disilangkan
dengan beberapa varietas
tembakau oriental yang berkadar
nikotin <1% dan sangat aromatis.
Kemudian hasil persilangan diseleksi
untuk mendapatkan galur yang
berkadar nikotin lebih rendah dari
Prancak 95, tetapi morfologi dan
sifat ketahanan terhadap penyakit
lanas (Phytophthora nicotianae)
sama seperti Prancak 95. Dari 10
galur yang diuji terpilih dua galur
yang kemudian dilepas sebagai
Prancak N-1 dan Prancak N-2 pada
tahun 2004. Dibandingkan dengan
Prancak 95, kedua varietas baru ini
kadar nikotinnya lebih rendah 14-
22%, jumlah daunnya 18 - 20 lembar
atau 3 - 5 lembar lebih banyak.
Walaupun kadar nikotin kedua
varietas baru lebih rendah dari
Prancak 95, tetapi indeks mutunya
lebih tinggi karena aromanya lebih
baik. Keragaan Prancak N-1, Prancak
N-2 dan Prancak 95 (Tabel 1).
Pada tahun 2004 dan 2005 dilakukan
sosialisasi dan akselerasi
alih teknologi kedua varietas baru
tersebut dengan melibatkan BPTP
Jawa Timur, Dishutbun Pamekasan
dan Dishutbun Sumenep. Keragaan
usaha tani petani kooperator dan
petani non kooperator (Tabel 2 dan
3).
Implikasi kebijakan
Selera konsumen sangat berpengaruh
terhadap produksi maupun
pasar suatu merek rokok, sehingga
konsistensi rasa dan aroma rokok
sangat penting. Oleh karena itu
pabrik rokok sangat berhati-hati
dalam memilih jenis tembakau untuk
racikan rokoknya, termasuk dalam
mengganti varietas. Respon pabrik
Tabel 2. Keragaan usaha tani petani kooperator dan petani non kooperator.
Uraian Petani kooperator
Petani
Non-kooperator
Produktivitas rata-rata (Kg/ha)
Kadar nikotin rata-rata ( % )
Mutu (Indeks mutu)
Harga (Rp/kg)
Penerimaan petani rata-rata (Rp/ha)
Biaya usahatani rata-rata (Rp/ha)
Pendapatan petani rata-rata (Rp/kg)
624
2,41
57 - 76
16.000 - 21.400
11.082.240
9.100.000
1.982,240
687
3,26
56 - 60
15.800 - 17.000
11.144.514
10.805.000
339.514
Tabel 1. Potensi hasil rajangan kering, mutu dan kadar nikotin varietas
Prancak N-1, Prancak N-2, dan Prancak 95
Varietas Potensi hasil
rajangan kering.
(ton/ha)
Indeks mutu Indeks
tanaman
Kadar nikotin
( % )
Prancak N-1
Prancak N-2
Prancak 95
0,9
0,8
0,8
62,45
68,52
57,12
60,07
56,07
45,22
1,76
2,00
2,31
Sumber : Suwarso et.al., 2004
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 8 April 2008
rokok terhadap isu bahaya rokok
terhadap kesehatan sebetulnya sudah
dimulai dengan cara memproduksi
rokok menggunakan filter; untuk
rokok putih dimulai tahun enampuluhan,
sedang rokok keretek pada
awal tahun tujuh puluhan. Pada saat
ini semua produksi rokok putih
menggunakan filter, sedang produksi
rokok keretek yang berfilter mencapai
71%. Pabrik rokok keretek
berusaha menggiring konsumennya
ke rokok yang nikotinnya lebih
ringan. Hal ini kelihatannya berhasil,
sehingga pada saat ini tembakau
“hitam” yang kadar nikotinnya
relatif tinggi permintaannya
menurun, sedang tembakau “kuning”
yang nikotinnya relatif lebih rendah
permintaannya meningkat. Sebagai
contoh tembakau Temanggung yang
kadar nikotinnya relatif paling tinggi
di antara tembakau lokal, arealnya
tetap dan harganya cenderung menurun,
sebaliknya tembakau Madura
yang kadar nikotinnya medium areal
dan harganya terus meningkat. Pada
saat ini areal tembakau Madura
mencapai + 70.000 ha, dan merupakan
jenis tembakau yang ditanam
terluas di Indonesia.
Kebijakan penelitian tembakau
masih diteruskan untuk menurunkan
kadar nikotin jenis tembakau selain
Madura; untuk tahun 2005 - 2009
diutamakan untuk tembakau Temanggung.
Dalam upaya penurunan
kadar nikotin ini dilakukan persilangan-
persilangan antara tembakau
Temanggung dengan jenis-jenis tembakau
yang kadar nikotinnya rendah.
Seleksi terhadap galur-galur yang
diperoleh melibatkan petani untuk
menentukan fenotipe (morfologi)
yang sesuai dengan tembakau Temanggung;
dan melibatkan pabrik
rokok sebagai konsumen untuk
menentukan mutu yang sesuai.
Penutup
Penurunan kadar nikotin tembakau
sebagai bahan baku rokok
dapat dilaksanakan sampai taraf
tertentu yang masih dapat diterima
oleh pabrik rokok. Diharapkan usaha
penurunan kadar nikotin ini tidak
menurunkan karakter mutu yang lain
yang berpengaruh terhadap rasa dan
aroma asap rokok, bahkan karakter
lain seperti aroma dan kehalusan
pegangan perlu ditingkatkan.
TANAMAN KARUK (Piper sarmentosum)
UNTUK MENGOBATI ASMA
Tanaman karuk merupakan salah
satu jenis obat tradisional yang
banyak digunakan oleh masyarakat
antara lain untuk pengobatan
penyakit asma. Penggunaan
tanaman ini secara konvensional
relatif mudah, murah dan
penyembuhannya cukup positif,
sehingga tanaman ini banyak
dicari. Cara penggunaan sangat
mudah, hanya dengan merebus
daunnya dan meminum air
rebusannya sebanyak dua kali
dalam sehari. Tanaman ini mudah
Tabel 3. Respon pengguna terhadap varietas tembakau rendah nikotin
Tahun Respon
Petani Kelompok tani Instansi terkait Perusahaan
2004 Petani merespon adanya varietas tembakau
rendah nikotin Prancak N-1 dan Prancak N-
2 dengan melakukan penanaman seluas 50
ha
-
-
-
2005 1. Selain petani pemula (kooperator) yang
telah menanam 50 ha, petani sekitar
lahan uji menanam 30 ha areal
tambahan
2. Harga jual yang diterima petani untuk
tembakau Prancak 1 dan 2 mencapai
Rp 24.000,- s/d Rp 25.000,-/kg
3. Beberapa petani sekitar lahan uji
memesan benih Prancak N-1 dan
Prancak N-2
Lima ketua kelompok petani
kooperator (Subur Tani, Sama
Rukun, Raya Makmur, Mulya, dan
Al-Mustaqbal), memperbanyak
sendiri benih Prancak N-1 dan
Prancak N-2 dengan bimbingan
teknis dari Balittas
Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Pamekasan membuat
pembenihan varietas Prancak N-1
sebanyak 150 kg
PT. Gudang Garam unit Pakong dan
PT. Langgeng Setia Bhakti (pemasok
tembakau untuk PT. H.M. Sampoerna)
membagikan bibit varietas tembakau
rendah nikotin untuk areal seluas 44 ha
2006 1. Telah terjadi difusi teknologi, petani
koooperator yang pada tahun 2005
membuat benih sendiri, membimbing
kelompok tani dan petani sekitar untuk
membuat pembibitan sendiri dan
menjual bibit yang mereka hasilkan ke
petani sekitar.
2. Harga jual tembakau rendah nikotin
yang diterima petani mencapai
Rp 28.000,-/kg
3. Areal tembakau rendah nikotin di
Pamekasan mencapai 2.750 ha,
Sumenep 350 ha dan Sampang 100 ha
4. Varietas Prancak N-2 lebih dipilih oleh
petani di Kecamatan Guluk-guluk Kabupaten
Semenep karena produktivitasnya
yang lebih tinggi
Ketua kelompok tani meneruskan
pembuatan benih sebar
- 1. Menurut PT. H.M. Sampoerna
varietas Prancak N-2 lebih diminati
2. Menurut PT. Langgeng Setia Bhakti
dan PT. Gudang Garam (perwakilan
Sumenep) rasa varieatas Prancak N-
1 terlallu ringan, sedang Prancak N-
2 lebih berat dari Prancak N-1 tetapi
lebih ringan dari rancak N 95
AS. Murdiati, Suharto dan
Anik Herawati, Balittas
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 9
diperbanyak secara vegetatif
menggunakan setek.
aruk (Piper sarmentosum
Roxb.) syn. Chavia sarmentosum
M.L.Q., P. diffusum.
BL; P. karok BL, P. zollingerianum.
C. D.C, disebut juga sirih tanah,
pertama kali ditemukan di dataran
Cina Selatan. Selanjutnya tanaman
ini diintroduksi ke Indonesia dan
menyebar luas sampai ke Semenanjung
Melayu. Di Jawa, tanaman
karuk dikenal dengan sebutan cabean,
di daerah Sunda disebut karok
dan di Sumatera dikenal dengan sebutan
sirih dudu. Saat ini karuk telah
umum ditanam selain sebagai obat
tradisional juga berfungsi sebagai
tanaman hias dalam pot karena
bunganya yang menarik.
Karakteristik tanaman
Tanaman karuk termasuk famili
sirih-sirihan (Piperaceae). Sosok tanaman
berupa herba tegak dan memanjat
dengan tinggi sekitar 25 cm -
1 m. Daun meruncing berbentuk
jantung, mirip dengan daun sirih
(Gambar 1). Warna daun hijau
sampai hijau muda mengkilap.
Panjang daun berkisar antara 7 - 12
cm dan lebar antara 5 - 10 cm. Daun
memiliki 3 - 7 urat daun dengan
panjang tangkai daun 0,3 – 0,5 cm.
Pinggir dan permukaan daun rata
sedangkan bagian bawah daun agak
kasar. Batang agak membulat dan
berbuku-buku dan pada setiap buku
terdapat akar sebanyak 4 - 7 buah.
Bunga berumah satu, berbentuk tandan
tegak dengan panjang 1 - 2 cm.
Mempunyai buah agak lonjong dan
berwarna putih ke hijauan.
Fitokimia tanaman
Karuk mengandung senyawa kimia
beta sitosterol, amide, pelliterine,
alkene dan pyrole amide. Senyawa
alkene mempunyai efek memperkecil
atau menciutkan selaput
lendir (astringen) sedangkan senyawa
pyrole amide berfungsi untuk
penyembuhan asma. Secara umum
karakteristik senyawa yang dimiliki
tanaman karuk bersifat menghangatkan
tubuh, anti bengkak dan menyembuhkan
rasa sakit. Aromanya
yang tajam melapangkan pernapasan.
Perbanyakan tanaman
Perbanyakan tanaman karuk
dapat dilakukan secara vegetatif
dengan menggunakan setek. Setek
satu ruas berdaun dengan panjang
sekitar 15 - 20 cm, dipotong dari
tanaman induk lalu disemai dalam
polibeg yang telah berisi campuran
tanah dengan pupuk kandang (2 : 1),
atau bahan organik lainnya (kompos
abu dari pembakaran sampah) sebagai
campuran media tumbuhnya.
Tanaman dapat dipindahkan ke lapangan
setelah ・} 3 bulan dipelihara
di persemaian.
Penggunaan karuk dalam pengobatan
penyakit asma
Penyakit asma dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu asma bronkial
dan asma kardial. Pada jenis
asma bronkial biasanya penderita
hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar seperti debu
rumah, asap, bulu binatang dan
bahkan pikiran. Gejala ini biasanya
muncul secara mendadak baik di
siang maupun malam hari. Asma
jenis ini bisa muncul akibat adanya
radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian
bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernafasan,
pembengkakan selaput
lendir dan pembentukan timbunan
lendir yang berlebihan. Sedangkan
asma kardial adalah asma yang
timbul akibat kelainan jantung, dan
gejala ini biasa timbul di malam hari,
disertai sesak nafas yang hebat.
Pengobatan penyakit asma secara
tradisional yaitu dengan secepatnya
mengkonsumsi tanaman karuk. Caranya
cukup mudah yaitu siapkan lima
lembar daun karuk lalu cuci sampai
bersih untuk menghilangkan kotoran
pada daun. Selanjutnya daun dilumatkan
hingga menyerupai bubur,
campurkan dengan setengah gelas
air panas, lalu disaring. Air saringan
tersebut diminum 2 kali dalam sehari.
Cara lain dapat dilakukan
dengan merebus langsung lima lembar
daun dengan segelas air dan
biarkan air rebusan menjadi setengahnya,
baru diminum tanpa
harus disaring. Air rebusan ini dapat
diminum dua kali dalam sehari. Bila
ingin menghilangkan rasa langu dari
air rebusannya, dapat ditambahkan
sesendok teh gula pasir. Untuk mempercepat
reaksi penyembuhan, ke
dalam air seduhan dapat ditambahkan
sepotong jahe merah yang telah
dikeprek dilumatkan sebelumnya.
Jahe merah juga berpotensi dalam
menyembuhkan asma. Biasanya
penyakit asma dapat sembuh dalam
waktu seminggu. Untuk pengobatan
luar, dapat dilakukan dengan
mengoleskan remasan daunnya pada
leher, efeknya dapat meringankan
pernafasan.
K
Gambar 1. Tanaman karuk dan karakteristik daun karuk
Dok : Elfiansyah D. (Puslitbangbun)
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 10 April 2008
Selain daun, akarnya dapat
dimanfaatkan untuk pengobatan
asma yaitu dengan mengunyah akar
bersama buah pinang.
KEMAJUAN PEMBANGUNAN KEBUN INDUK KELAPA
DALAM KOMPOSIT DAN STRATEGI PERLUASANNYA
Varietas Komposit adalah varietas
yang dihasilkan dari campuran
hasil persilangan alami antara
tetua-tetua unggul yang berbeda
latar belakang genetiknya. Oleh
karena itu untuk pembangunan
kebun induk kelapa komposit
maka persyaratan utama harus
dari varietas yang menyerbuk
silang yakni Kelapa Dalam. Hasil
identifikasi 24 nomor koleksi Kelapa
Dalam di Kebun Percobaan
Mapanget diperoleh 10 nomor
yang memiliki kriteria sebagai
berikut : (1) produksi kopra lebih
dari 1,5 ton/ha/tahun tanpa pemeliharaan
intensif, (2) ukuran
buah medium sampai besar, (3)
berbunga pada umur 48 - 60 bulan,
dan (4) berbeda secara genetik
berdasarkan jarak genetik
menggunakan karakter komponen
buah dan analisis DNA. Adapun
10 nomor koleksi terpilih tersebut
yaitu : Dalam Mapanget (DMT),
Dalam Tengah (DTA), Dalam Bali
(DBI), Dalam Palu (DPU), Dalam
Sawarna (DSA), Dalam Lubuk
Pakam (DLP), Dalam Jepara
(DJP), Dalam Banyuwangi (DBG),
Dalam Kima Atas (DKA) dan
Dalam Rennel (DRL). Kelapa Dalam
DMT, DTA, DPU dan DBI
sudah diputihkan sejak Januari
2005 sebagai varietas unggul
nasional, sedangkan DSA diputihkan
pada Januari 2006.
asil analisis DNA dari 10
nomor koleksi kelapa Dalam
menunjukkan bahwa terdapat
kemiripan sebesar 56% atau
berbeda secara genetik sebesar 44%
dan sekaligus menunjukkan adanya
keragaman yang cukup luas antara
10 nomor koleksi tersebut. Keragaman
yang tinggi dengan jarak genetik
yang besar antar populasi maupun
antar pohon sangat diperlukan dalam
penyusunan tetua pada pembangunan
kebun induk Kelapa Dalam Komposit.
Diharapkan benih yang dihasilkan
dari kebun induk Kelapa
Dalam komposit jika ditanam akan
menghasilkan populasi Kelapa Dalam
Komposit yang memiliki produktivitas
tinggi dan variabilitas
genetik luas dibandingkan dengan
populasi tetua-tetuanya.
Keunggulan lainnya adalah jika
tetua berasal dari populasi menyerbuk
silang alami secara acak, maka
generasi turunannya akan stabil secara
genetik atau berada dalam keseimbangan
genetik mengikuti Hukum
Hardy-Weinberg. Ini berarti
frekuensi genotip dari populasi tanaman
tidak akan berubah dari generasi
ke generasi. Implikasinya, petani
dapat menggunakan buah kelapa dari
kebun induk ini sebagai benih
(bahan tanaman) tanpa khawatir
akan terjadi penurunan kekekaran
(vigor) pertumbuhan.
Kebun induk komposit sebagai
sumber benih
Selain Blok Penghasil Tinggi
(BPT) dan Pohon Induk Kelapa
(PIK), serta kebun induk varietas
tunggal yang telah dibangun sebelumnya,
maka secara bertahap pembangunan
Kebun Induk Kelapa Dalam
Komposit dapat dilaksanakan.
Perakitan Kelapa Dalam Unggul
Komposit dapat dilakukan dengan 3
cara berdasarkan populasi tetua yang
digunakan. Pertama. Kelapa Dalam
Unggul Komposit dirakit dari kelapa
Dalam Unggul bersari bebas (Openpollinated
population) menghasilkan
Kelapa Dalam Komposit Sari Bebas
(DKT-SB). Kedua. Kelapa Dalam
Unggul Komposit dirakit dari kelapa
Hibrida Intervarietas Dalam dan dihasilkan
Kelapa Dalam Komposit
Hibrida Intervarietas (DKT-HI), Ketiga.
Kelapa Dalam Unggul Komposit
dirakit dari turunan pertama
penyerbukan sendiri (Selfing generation
one disingkat S1) dari Kelapa
Dalam Unggul menghasilkan Kelapa
Dalam Komposit Serbuk Sendiri
(DKT-SS). Proses perakitan DKTSB
lebih mudah dibanding dengan
proses perakitan DKT-HI dan DKTSS
karena hanya melalui 2 tahapan
yaitu seleksi dan uji multilokasi.
Perakitan KDK-HI melalui tahapan
seleksi, persilangan antara Kelapa
Dalam dan uji multilokasi, sedangkan
perakitan DKT-SS melalui proses
seleksi, penyerbukan sendiri (selfing)
dari tetua, dan uji multilokasi.
Turunan pertama dari persilangan
alami DKT-SB dan DKT-SS yaitu
Hibrida Alami Intervarietas Tunggal
(Natural Intervariety Single Cross-
Hybrids). Turunan pertama dari persilangan
alami DKT-HI yaitu Hibrida
Alami Intervarietas Ganda (Natural
Intervariety Multiple Cross Hybrids).
DKT-SS memiliki efek heterosis
yang lebih tinggi dari DKT-SB
dan DKT-HI karena penyerbukan
silang akan mengeliminir gen-gen
resesif yang tidak diinginkan dan
mengakumulasi gen-gen dominan
yang diinginkan.
Balitka pada tahun 2003-2004,
mulai melakukan penelitian untuk
merakit DKT-SB dan DKT-HI.
Hasil yang diperoleh tahun 2003 berupa
Kelapa Dalam terpilih sebanyak
10 kultivar yaitu Dalam Mapanget
(DMT), Dalam Tengah (DTA), Dalam
Bali (DBI), Dalam Palu (DPU),
Dalam Sawarna (DSA), Dalam
Lubuk Pakam (DLP), Dalam Jepara
(DJA), Dalam Banyuwangi (DBW),
Dalam Kima Atas (DKA) dan Dalam
Rennel (DRL). Kelapa Dalam Komposit
Sari Bebas generasi nol (DKTSBO)
telah ditanam tahun 2003 di
dua propinsi Jawa Timur dan Gorontalo
masing-masing 10 ha. Pertanaman
ini selanjutnya berfungsi sebagai
kebun induk yang akan menghasil-
H
Sitti Fatimah Syahid, Balittro
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 11
kan benih Kelapa Dalam Komposit
Serbuk Bebas generasi satu (DKTSB1).
Benih DKT-SB1 dapat digunakan
dalam pengembangan setelah
DKT-SBO dievaluasi dan
dilepas. Evaluasi DKT-SBO dilakukan
selama 3 tahun setelah berproduksi.
Selanjutnya benih kelapa
DKT-HI telah ditanam juga di propinsi
Jawa Timur dan Gorontalo tahun
2005, masing-masing seluas 5
ha, dan tahun 2006 telah ditanam di
lokasi ke 3 yaitu Propinsi Sulawesi
Utara seluas 5 ha.
Kelapa Dalam Komposit yang disarankan
Balitka untuk pengembangan
secara cepat di daerahdaerah
kelapa yaitu Komposit Serbuk
Bebas (DKT-SB). Caranya yaitu
diintroduksi 4 varietas unggul yang
telah dilepas oleh Balitka, yaitu Dalam
Mapanget, Dalam Tengah, Dalam
Bali dan Dalam Palu. Kemudian
dicampur juga dengan 3 kultivar kelapa
unggul lokal hasil dari Blok
Penghasil Tinggi (BPT) yang telah
diidentifikasi Balitka (bekerjasama
dengan BP2MB/IP2MB setempat
serta Disbun propinsi/kabupaten).
Sebagai dasar seleksi penetapan
ataupun evaluasi kembali BPT di
setiap Propinsi/Kabupaten dan seleksi
Pohon Induk Kelapa, dapat
memanfaatkan hasil “Kesepakatan
Bali”, yaitu tentang Sertifikasi Benih
Kelapa. Modelnya akan ditanam seperti
rancangan Kelapa Dalam Komposit
sebelumnya yaitu sarang lebah
(honey comb) atau 7 varietas/kultivar
dalam satu sarang lebah, sehingga
akan terjadi persilangan alami antar
kultivar kelapa yang berbeda sehingga
turunannya adalah Hibrida
Dalam X Kelapa Dalam dengan
pengaruh heterosis maksimum.
Pembangunan Kebun Induk
Komposit bersari bebas hasil kerjasama
Balitka dengan beberapa propinsi/
kabupaten telah dilaksanakan
di Sibolga-Sumatera Utara, Kalimantan
Barat, Sampit-Kalimantan Tengah,
Banyuwangi-Jawa Timur, Gorontalo,
Jawa Tengah, Jawa Barat,
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara
dengan luasan bervariasi mulai dari
5 ha sampai 40 ha (Tabel 1). Rencana
ke depan akan disusul oleh beberapa
propinsi/kabupaten lain,
seperti Jambi, Lampung, dan lainlain.
Untuk kebun induk DKT-HI
telah dikembangkan di 3 propinsi
yaitu Gorontalo, Jawa Timur dan
Sulawesi Utara masing-masing 5 ha.
Berdasarkan Tabel 1, diperkirakan
pada tahun 2010 mulai diproduksi
benih Kelapa Dalam Komposit Serbuk
Bebas (DKT-SB) dan produksi
optimal pada tahun 2017 sejumlah
990.000 butir/tahun, sedangkan Kelapa
Dalam Komposit Hibrida Intervarietas
(DKT-HI) akan berproduksi
pada tahun 2012 dan berproduksi
optimal pada tahun 2018 sebanyak
150.000 butir/tahun. Diharapkan setiap
propinsi/kabupaten dapat membangun
Kebun Induk Komposit ini
secara bertahap, minimal 100 ha
untuk memenuhi kebutuhan benih
bagi peremajaan kelapa.
Penutup
Kebun Induk Komposit sebaiknya
dibangun di setiap propinsi dengan
luasan sesuai program Pemda
setempat. Pembangunan Kebun Induk
Kelapa Dalam Komposit di tiaptiap
propinsi penghasil utama kelapa
sebaiknya dirakit dari Kelapa Dalam
Unggul bersari bebas untuk memudahkan
pelaksanaannya dengan
menggunakan Kelapa Dalam Unggul
Nasional yang telah dilepas dan
untuk sementara dapat digunakan 4
varietas Kelapa Dalam Unggul Nasional
yaitu Kelapa Dalam Mapanget,
Kelapa Dalam Tengah, Kelapa
Dalam Bali dan Kelapa Dalam Palu
dan 3 populasi kelapa Dalam Unggul
Lokal dari pohon induk terpilih.
PRODUKTIVITAS LADA INDONESIA
SEPERTI JALAN DI TEMPAT
Permintaan produk lada diperkirakan
akan terus meningkat sejalan
dengan meningkatnya konsumsi
akibat berkembangnya permintaan
konsumen yang memilih
bahan perasa alami, serta berkembangnya
makanan siap saji,
restoran, perhotelan, farmasi dan
sebagainya. Hal ini menunjukkan
bahwa tanaman lada tetap memiliki
prospek yang baik di masa
depan. Untuk meningkatkan pro-
Table 1. Pembangunan Kebun Induk Kelapa Dalam Unggul Komposit di
beberapa daerah di Indonesia
Tahun Lokasi
Total
area
(ha)
Varietas yang digunakan
Estimasi
produksi benih
2003 Jawa Timur 10 DTA, DPU, DMT, DBI, DSA, DLP, DKA,
DJP, DBG, DRL
100.000 butir/tahun
2004 Gorontalo 10 DTA, DPU, DMT, DBI, DSA, DLP, DKA,
DJP, DBG, DRL
100.000 butir/tahun
2005 Kalimantan Tengah 5 DTA, DPU, DMT, DBI, dan 3 kelapa
Dalam unggul lokal
5.000 butir/tahun
2006 Sumatera Utara
7 DTA, DPU, DMT, DBI, dan 3 kelapa
Dalam unggul lokal
7.000 butir/tahun
2006 Kalimantan Barat
7 DTA, DPU, DMT, DBI, dan 3 kelapa
Dalam unggul lokal
70.000 butir/tahun
2006 Jawa Tengah 5 DTA, DPU, DMT, DBI, dan 3 kelapa
Dalam unggul lokal
50.000 butir/tahun
2007 Jawa Barat 5 DTA, DPU, DMT, DBI, dan 3 kelapa
Dalam unggul lokal
50.000 butir/tahun
2007 Sulawesi Selatan 10 DTA, DPU, DMT, DBI, dan 3 kelapa
Dalam unggul lokal
100.000 butir/tahun
2007
Sulawesi Utara
40 DTA, DPU, DMT, DBI, dan 3 kelapa
Dalam unggul lokal
400.000 butir/tahun
2005 Jawa Timur 5 15 jenis single crosses 50.000 butir/tahun
2005 Gorontalo 5 15 jenis single crosses 50.000 butir/tahun
2006 Sulawesi Utara 5 15 jenis single crosses 50.000 butir/tahun
Jeanette Kaumaunang, Balitka
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 12 April 2008
duksi selain memperluas areal
adalah dengan meningkatkan produktivitas.
Produktivitas lada di
dalam negeri masih rendah, produktivitas
nasional yang pernah
dicapai sebesar 825 kg/ha pada
tahun 2003, sedangkan setelah itu
produktivitas hanya mencapai 662
- 702 kg/ha. Produktitivitas tanaman
lada di daerah sentra dan
daerah pengembangan lada cukup
baik yaitu sebesar 874 kg/ha dan
810 kg/ha, malah ada yang mencapai
sebesar 1.000 - 1.500 kg/ha,
namun pertumbuhan produktivitasnya
sangat rendah (<0,5%).
Untuk meningkatkan produksi
menjadi sebesar 147.500 ton pada
tahun 2025, produktivitas yang
harus dicapai adalah sebesar 1,25
ton/ha atau dengan pertumbuhan
sebesar 2,31%/tahun. Untuk pencapaian
target tersebut pemerintah
telah menyusun program dan
kelembagaan pendukungnya, bahkan
telah terbentuk Dewan Rempah
Indonesia (DRI). Namun sering
program tersebut baik dalam
konsep akan tetapi pelaksanaannya
tidak berjalan seperti yang
telah diprogramkan. Hal ini terjadi
karena dalam perencanaan
sering mengabaikan faktor-faktor
teknis yang tidak jarang hanya diserahkan
kepada pelaksana lapis
terbawah.
ada sudah lama menjadi barang
dagangan dunia. Negaranegara
utama penghasil lada
dunia antara lain, Brazil, India,
Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Sedangkan tujuan ekspor adalah
Eropa dan Amerika. Vietnam merupakan
negara baru sebagai penghasil
lada, peningkatan produksi lada
Vietnam terjadi mulai tahun 1993,
sebesar 128% dibandingkan rata-rata
5 tahun sebelumnya. Peningkatan
tersebut disebabkan oleh peningkatan
produktivitas yang cukup
besar yaitu 33,71% (dari 0,89 ton/ha
menjadi 1,19 ton/ha). Dilain pihak,
produksi lada Indonesia terus merosot,
diiringi oleh volume ekspor
yang ikut turun. Penurunan
produksi lada antara lain disebabkan
oleh tidak terawatnya tanaman, karena
biaya pemeliharaan lebih mahal
dari pada pendapatan, sehingga tanaman
terlantar. Apabila kondisi ini
tidak ditanggapi, peran Indonesia
sebagai pengekspor lada akan tergeser
menjadi pengimpor lada seperti
yang telah terjadi pada tanaman
lain.
Perkembangan harga lada dalam
negeri dari tahun 1990 sampai tahun
2002 menunjukkan peningkatan
yang cukup tinggi terutama tahun
1998 yang mencapai Rp 60.000,-/kg
untuk lada putih dan Rp 35.000,-/kg
untuk lada hitam. Kenaikan harga
ini terjadi disebabkan oleh nilai
dolar yang tinggi terhadap rupiah.
Namun setelah tahun-tahun tersebut
harga terus menurun mencapai
Rp 30.560,-/kg untuk lada putih dan
harga lada hitam Rp 27.497,-/kg.
Apabila rata-rata kepemilikan areal
tanaman lada petani 0,5 ha/kk,
pendapatan keluarga sejahtera sebesar
Rp 20.000.000,-/kk/tahun.
Agar pendapatan petani setara dengan
keluarga sejahtera, maka produktivitas
tanaman harus mencapai
minimal 1,3 ton lada putih/ ha/tahun
atau 1,6 ton lada hitam/ ha/tahun.
Perkembangan Produktivitas Lada
Indonesia
Luas areal dan produksi lada
Indonesia terus meningkat dalam
kurun waktu 1989 - 2007. Akan
tetapi peningkatan luas areal dan
produksi tersebut tidak selalu diikuti
dengan peningkatan produktivitas
(Tabel 1). Produktivitas lada Indonesia
selalu bervariasi dari tahun ke
tahun, produktivitas terendah terjadi
pada tahun 1993 dan tertinggi pada
tahun 1992 (Gambar 1).
Setelah tahun 1994 produktivitas
tertinggi yang pernah dicapai hanya
0,824 ton/ha pada tahun 2003, tahun
selanjutnya hanya berkisar antara
0,662 - 0,777 ton/ha/tahun. Pertumbuhan
produktivitas tanaman lada
seperti dapat dilihat pada Gambar 1,
terlihat bahwa grafiknya landai sehingga
seperti jalan di tempat. Dibandingkan
dengan negara lain
penghasil lada dunia seperti; Brazil,
dan India, sedangkan Malaysia
L
Tabel 1. Perkembangan luas, produksi lada Indonesia kurun waktu 1989 -2007
Tahun Luas TM (ha) Produksi (ton)
1989 68.104 50.000
1990 75.401 53.000
1991 74.929 61.000
1992 75.175 62.000
1993 77.230 23.500
1994 75.455 42.500
1995 79.601 59.000
1996 74.840 39.500
1997 65.756 43.291
1998 73.038 47.298
1999 80.873 61.224
2000 88.964 69.087
2001 109.939 82.078
2002 120.604 90.181
2003 120.779 90.740
2004 116.366 77.008
2005 113.792 78.328
2006 115.462 79.686
2007 115.101 80.745
Sumber : IPC 1998, Statistik Perkebunan Indonesia 2004-2006 ; TM = Tanaman menghasilkan
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1989
1992
1995
1998
2001
2004
2007
Tahun
Produktivitas ton/ha/thn
Produktivitas
Linear
(Produktivitas)
Gambar 1. Pertumbuhan produktivitas lada kurun waktu 1989 - 2007 (18 tahun)
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 13
mengalami penurunan produktivitas,
namun tetap lebih tinggi yaitu 1,72
ton/ha/tahun, dibandingkan dengan
Indonesia yang hanya 0,702 ton/ha/
tahun.
Produktivitas lada berbeda-beda
untuk setiap propinsi di Indonesia.
Bila daerah penanaman tersebut dibagi
menurut daerah sentra produksi
(Bangka-Belitung dan Lampung),
daerah pengembangan (Sumatera Selatan,
Bengkulu, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur,
Sulawesi Selatan, dan Sulawesi
Tenggara) dan daerah lain-lain,
maka produktivitas tanaman lada
seperti terlihat pada Tabel 2.
Produktivitas tanaman lada yang
tinggi terdapat di daerah sentra produksi
yang luasnya mencapai 60%
dari luas areal nasional, namun
tingkat pertumbuhan produktivitasnya
rendah sekali hanya 0,01%/ tahun.
Pertumbuhan produktivitas
yang rendah juga terjadi di daerah
pengembangan. Sedangkan laju pertumbuhan
produktivitas yang tinggi
(24,72%/tahun) terjadi di daerah
yang produktivitasnya rendah, sehingga
secara nasional pertumbuhan
produktivitas lada hanya mencapai
0,22%/tahun. Terdapat beberapa daerah
yang mampu mencapai produktivitas
lebih dari 1.000 kg/ha/
tahun, namun laju penambahan produktivitasnya
juga tidak tinggi (di
bawah 0,2%/tahun), seperti dapat di
lihat pada Tabel. 3
Kendala Peningkatan Produktivitas
Lada di Indonesia
Tidak stabilnya produktivitas
lada di Indonesaia di antaranya
disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain adalah :
1. Bahan tanaman
Varietas lada yang ada di Indonesia
cukup banyak, tidak kurang
dari 40 jenis varietas lada, di antaranya
adalah varietas Cunuk, Jambi,
Lampung Daun Lebar, Bangka,
Kuching dan Lampung Daun Kecil.
Varietas yang banyak ditanam oleh
petani adalah Lampung Daun Lebar
(LDL), karena varietas ini lebih
tinggi produksinya dibandingkan
dengan varietas lain. Ada 7 varietas
lada unggul yang sudah dilepas
yaitu: Petaling 1 (P1), Petaling 2
(P2), Natar 1 (N1), Natar 2 (N2),
Lampung daun kecil RS (LDK RS),
Chunuk RS, dan Bengkayang Lu.
Namun ketersediaan bahan tanaman
bermutu dapat dikatakan sulit,
umumnya petani lada mendapatkan
benih lada dari stek tanaman yang
mereka miliki, baik dari sulur
gantung atau sulur panjat. Petani
sering tidak menghiraukan standar
mutu benih lada seperti syarat kebun
induk, syarat pohon induk, syarat
bibit dan sebagainya. Untuk peningkatan
produktivitas lada Nasional,
Balittri saat ini sudah membangun
kebun sumber bibit lada di Kebun
Percobaan Cahaya Negeri Lampung
Utara dan telah melatih penangkar
bibit lada yang berasal dari beberapa
kabupaten di Propinsi Lampung.
2. Lingkungan tumbuh dan pemeliharaan
Jenis tanah yang sangat sesuai
untuk pertanaman lada adalah andosol,
regosol dan tanah latosol,
yang terletak 50 - 600 m dpl, dengan
curah hujan 2000 - 4000 mm/tahun
dan suhu sekitar 21 - 300C. Pertanaman
lada di Indonesia berkembang
tidak hanya pada daerah
sesuai, tetapi juga di daerah yang
tidak sesuai, sehingga menyebabkan
produktivitas lada secara nasional
tidak berkembang sesuai dengan
yang diharapkan. Luas tanaman lada
211.730 ha, terdiri dari daerah sentra
produksi (Bangka dan Lampung)
seluas 126.402 ha (59,70%) dan
daerah pengembangan (Sulawesi Selatan,
Kalimantan Timur, Kalimantan
Barat) dan lain-lain seluas
85.328 ha. Luas areal pertanaman
lada di daerah sentra produksi sejak
tahun 2001 mengalami penurunan.
Beberapa hal yang menjadi penyebab
antara lain: 1) terjadinya kompetisi
dengan tanaman lain seperti
kelapa sawit, kopi, singkong, cokelat,
dan lain-lain, 2) keterbatasan
lahan untuk perluasan, 3) kenaikan
harga lada belum merangsang petani
untuk memperluas arealnya, dan 4)
meningkatnya serangan busuk pangkal
batang. Untuk daerah pengembangan,
terjadi peningkatan luasan
penanaman yang cukup besar terutama
tahun 2000 ke tahun 2001,
khususnya di daerah pengembangan
Sulawesi Selatan dan Kalimantan
Timur. Beberapa hal yang mempengaruhi
besarnya perkembangan
luas areal antara lain: 1) tersedianya
lahan, 2) introduksi dan penyuluhan
dari dinas, 3) pengaruh langsung dari
keberhasilan cokelat, dan 4) dorongan
dari pemerintah, terutama pe-
Tabel 2. Produktivitas lada menurut daerah sentra, pengembangan dan lain-lain
Daerah
Penanaman
Produktivita
s
kg/ha/tahun
Pertumbuha
n (%/tahun)
Daerah Sentra 874,12 0,01
Daerah
Pengembanga
n
810,02 0,48
Daerah lainlain
535,76 24,72
Indonesia 823,78 0,22
Sumber: Statistik pertanian (2004), diolah
Tabel 3. Daerah pertanaman lada yang mempunyai produktivitas di atas 1.000
kg/ha.
Daerah
(Propinsi)
Produktivitas
(kg/ha/tahun)
Pertumbuhan
(%/tahun)
Sumatera
Selatan
1.294,90 0,04
Bangka
Belitung
1.085,06 0,01
Kalimantan
Tengah
1.519,02 0,15
Sumber: Statistik Pertanian (2004)
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 14 April 2008
merintah daerah, adopsi teknologi
belum optimal.
Tanaman lada memerlukan
pemupukan dua kali setahun yaitu
pada awal musim dan akhir musim
hujan. Pada saat yang sama petani
lahan sawah tidak sedang melakukan
pemupukan, sehingga tidak terjadi
perebutan kebutuhan pupuk antara
tanaman lada dengan padi sawah.
Pupuk organik (serasah dan lainlain)
di sentra produksi lada sebenarnya
cukup tersedia, namun
karena sudah terbiasa dengan serba
instan, pupuk organik hanya
mengandalkan pupuk kandang.
3. Tenaga kerja
Areal pertanaman lada pada umur
TBM, TM dan penanaman baru,
memerlukan tanaga kerja masingmasing
0,2 Hok/ha/tahun, 0,4 Hok/
ha/thn, dan 132 Hok/ha. Dengan luas
areal saat ini 45.637 ha untuk TBM
dan 115.462 ha untuk TM, maka
diperlukan tenaga kerja untuk pemeliharaan
dan panen sebanyak
55.312 orang/hari/tahun. Selain itu
usaha tani lada melibatkan petani
sebanyak 312 ribu KK atau
menghidupi 1,5 juta jiwa (5 orang/
KK), belum termasuk yang terlibat di
dalam usaha perdagangan dan industri.
Angka ini menunjukan bahwa
pertanaman lada dapat menyerap
tenaga kerja cukup banyak, kenyataan
di lapangan untuk mendapatkan
tenaga kerja pemeliharaan seperti
memupuk atau penyiangan dan
panen sangat sulit, hal ini terjadi
karena urbanisasi penduduk berusia
kerja ke kota.
4. Permodalan
Besarnya modal yang diperlukan
untuk budidaya lada berbeda-beda
sesuai dengan tempat dan kebiasaan
petani di daerah. Budidaya dengan
memakai tiang panjat mati seperti
di Bangka-Belitung memerlukan
biaya lebih besar dibandingkan
dengan budidaya memakai tiang
panjat hidup seperti di Lampung,
karena memakai kayu kualitas baik.
Besarnya modal yang diperlukan
untuk usaha tani lada di Bangka-
Belitung berkisar Rp 16.830.000,-/
ha untuk tahun pertama, dibandingkan
dengan di Lampung yang
hanya Rp 8.354.000,-/ha pada tahun
pertama. Petani lada umumnya
mendapatkan modal untuk usaha
taninya dari modal sendiri, yang berasal
dari pinjaman seperti dari bank
perkreditan rakyat. Akan tetapi petani
yang mendapatkan modal dari
bank sangat sedikit karena memerlukan
jaminan, sebagaian besar petani
meminjam dari tengkulak dan pedagang
pengumpul karena prosedurnya
mudah dan hanya berdasarkan
kepercayaan.
Kredit untuk pengembangan
usaha tani lada seperti kredit pada
pengembangan tebu yaitu Tebu
Intensifkasi Rakyat (TIR), pada padi
(KUT), belum pernah diberikan
kepada petani lada. Sehingga bila
mereka memerlukan biaya mendesak,
sementara modal yang mereka
miliki sudah digunakan untuk usaha
tani lada, petani akan pergi kepada
tengkulak untuk meminjam bagi
keperluan hidup mereka sehari-hari.
Hal ini menyebabkan pada saat
panen, petani harus menjual hasil
panennya sesegera mungkin agar
dapat membayar pinjaman kepada
tengkulak dan tidak terbebani bunga
yang cukup tinggi. Dengan kondisi
tersebut, petani sering dalam kondisi
penerima harga yaitu menerima
harga jual berapapun yang dibayarkan
oleh pedagang dan menyebabkan
pedagang pengumpul mempermainkan
harga beli.
Program Pengembangan Lada
Sasaran pengembangan tanaman
lada Indonesia sampai tahun 2025
adalah mempertahankan areal 211,7
ha dengan produktivitas mencapai
1.248 kg/ha/tahun, sehingga produksi
nasional mencapai 147.500
ton. Dengan tahap peningkatan
Tabel 4. Rencana perkembangan areal, produktivitas dan produksi tahun 2010
- 2025
Tahun
Uraian 2010 2015 2020 2025
.
Areal (000
ha)
Perkebunan
Rakyat
211,
5
211,
5
211,
5
211,
5
PBS 0,2 0,2 0,2 0,2
Jumlah 211,
7
211,
7
211,
7
211,
7
Produktivitas
(Kg/ha/tahun
)
Perkebunan
Rakyat
927 1.02
4
1.13
1
1.24
8
PBS 830 950 1.00
0
1.10
0
Rata-rata
Indonesia
927 1.02
4
1.13
1
1.24
8
Produksi (000
ton)
Perkebunan
Rakyat
107,
0
121,
0
133,
0
147,
0
PBS 0,2 0,3 0,4 0,5
Total
Indonesia
107,
2
121,
3
133,
4
147,
5
Sumber: Roadmap lada (Bali 2006)
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 15
produktivitas dan produksi (Tabel
4).
Pada Tabel 4 terlihat bahwa
untuk meningkatkan produksi mencapai
147.500 ton, peningkatan
produktivitas rata-rata/tahun yang
harus dicapai sebesar 2,31%. Untuk
mencapai perkembangan produktivitas
dan produksi di atas, langkahlangkah
yang telah direncanakan
oleh pemerintah antara lain: (a)
melalui intensifikasi, rehabilitasi dan
diversifikasi; (b) membangun kebun
sumber benih; (c) melakukan pengendalian
penyakit busuk pangkal
batang dan penyakit kuning; (d)
memfasilitasi rintisan GAP dan
GMP; (e) Dukungan sarana dan
pembiayaan; (f) melakukan pameran,
promosi, perbaikan kualitas agar
konsumsi dapat meningkat; (g) penggunaan
bibit unggul secara bertahap
dan berkelanjutan. Pada saat ini
Balittri telah membangun kebun
sumber bibit lada unggul di Kebun
Percobaan Cahaya Negeri dengan
kapasitas penyediaan bibit sebanyak
1 juta bibit/tahun. Peran penelitian
terlihat dalam usaha menyediakan
teknologi untuk pengendalian penyakit
busuk pangkal batang dan
penyakit kuning, menyusun GAP
dan GMP, dan merakit varietas
unggul yang mempunyai produktivitas
yang tinggi dan tahan terhadap
serangan hama dan penyakit, serta
teknologi budidaya input rendah.
Sedangkan kelembagaan yang
sudah ada yang terlibat dalam perladaan
Indonesia antara lain; Direktorat
Budidaya Tanaman Rempah
dan Penyegar Ditjen Perkebunan,
Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Aneka Tanaman Industri (Badan
Litbang Pertanian), Dewan Rempah
Indonesia (DRI), Masyarakat Rempah
Indonesia (MaRI), Asosiasi
Petani Lada Indonesia (APLI), dan
Asosiasi Eksportir Lada Indonesia
(AELI). Untuk lembaga internasional
telah terbentuk IPC (dunia),
NFPWG on Pepper (Asean) dan
kerjasama bilateral Indonesia-Malaysia
(SW).
Program yang disusun dalam
pengembangan komoditas perkebunan
selama ini sering melupakan
faktor-faktor teknis, yang sering diserahkan
kepada pelaksana lapis
terendah. Sehingga walaupun perencanaannya
baik sering pelaksanaannya
menjadi tidak tepat dan hasilnya
jauh dari rencana. Untuk masa
datang disarankan agar perencaan
juga mencakup teknis pelaksanaannya
seperti siapa yang melaksanakan,
keahlian apa yang diperlukan
dan akan digunakan, berapa banyak,
apa bahan dan alat yang diperlukan
dan sebagainya, serta kelembagaannya.
PERANAN SERANGGA EKOR PEGAS (Collembola)
DALAM MENINGKATKAN KESUBURAN TANAH
Kelompok serangga yang tidak
bersayap (Apterygota), mempunyai
ciri tidak bersayap, bentuk
serangga muda dan dewasanya
sama, dan biasanya dianggap sebagai
serangga yang primitif,
karena struktur anggota tubuhnya
relatif sederhana. Di dalam kelompok
apterygota, terdapat satu ordo
yaitu Collembola ; berukuran
kecil (± 2 mm), biasanya hidup di
tanah yang lembab, dan banyak
mengandung bahan organik. Keberadaan
mereka di alam membantu
menghancurkan bahanbahan
organik yang ada di tanah,
yang selanjutnya akan mempercepat
proses dekomposisi.
erangga ekor pegas (Collembola)
merupakan kelompok
serangga tanah yang tidak
bersayap (Apterygota). Collembola
hidup terutama pada bagian permukaan
tanah yang banyak terakumulasi
bahan-bahan organik/
serasah, sehingga mempercepat laju
pemecahan bahan organik. Serangga
ini ukurannya sangat kecil, mempunyai
kebiasaan hidup di tempattempat
tersembunyi dan mempunyai
warna yang mirip dengan warna
tanah. Hal tersebut, membuat Collembola
sering terlepas dari perhatian
dan kurang diminati sehingga
penelitian dan pengetahuan tentang
serangga ini kurang berkembang.
Setiap ekosistem memiliki karakteristik
yang berbeda antara yang
satu dengan lainnya, yang selanjutnya
mempengaruhi komposisi Collembola
yang hidup di dalamnya.
Keaneka ragaman maupun kepadatan
Collembola juga berkaitan
erat dengan kemampuan individu
dalam menyesuaikan diri terhadap
perubahan yang terjadi dalam
lingkungannya, serta bahan organik
yang tersedia di dalam lingkungan.
Keaneka ragaman Collembola di
Indonesia sangat banyak. Dari hasil
inventarisasi di lahan yang ditanami
kedelai dan kacang tanah serta lahan
yang dibiarkan ditumbuhi rumput,
didapatkan 4 (empat) jenis Collembola
dan sudah diidentifikasi, belum
lagi pada lahan-lahan yang ditanami
komoditas lain seperti tanaman
palawija dan perkebunan yang dapat
mencapai ・} 90 jenis.
Biologi
Morfologi
Collembola mempunyai tubuh
yang kecil, berukuran panjang ・} 3-6
mm, dengan permukaan berambut
atau licin. Antena mempunyai 4-6
ruas, dapat lebih pendek dari kepala
atau lebih panjang dari seluruh tubuh
dan memiliki saraf internal yang
mampu menggerakkan tiap segmen.
Di belakang antena terdapat sepasang
mata majemuk dan organ
S
Yulius Feri, Balittri
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 16 April 2008
yang menyerupai cincin atau roset
yang dikenal sebagai sensor penciuman.
Tipe mulut dari serangga ini
adalah mengunyah, tetapi dengan
variasi bentuk maxilia dan mandibula
antara lain : panjang, runcing
seperti stylet; genae atau pipi
tereduksi, bersatu dengan sisi labium
membentuk sebuah lubang kerucut
di dalam sehingga bagian mulut
yang lain nampak melekuk ke dalam.
Bentuk thorak serangga ini sama
dengan serangga lainnya, tetapi
protorak hewan ini telah tereduksi.
Bentuk lain yang unik dan tidak
dijumpai pada serangga lainnya
adalah abdomennya, yang ini terdiri
dari 6 ruas, diselimuti oleh seta atau
sisik dengan berbagai bentuk. Pada
ventral ruas abdominal kesatu
terdapat colophore yang merupakan
organ tambahan yang memungkinkan
Collembola untuk melekat dan
berjalan di permukaan tanah, dan
selanjutnya diketahui bahwa organ
tersebut juga dapat digunakan untuk
mengisap air dari alam bebas. Organ
lain pada abdomen yaitu furcula
yang terletak di ujung ruas ke 4.
Fungsi dari organ ini sebagai alat
melompat dengan cara kerja mirip
pegas sehingga mampu melompat
hingga 75-100 mm. Dalam keadaan
istirahat, furcula akan terlipat ke
depan di bawah abdomen dan dijepit
oleh retinakulum
Collembola tidak mengalami
metamorfosis (ametabola), sehingga
individu muda serupa dengan yang
dewasa baik pada penampakan
maupun habitatnya. Perbedaan yang
mendasar hanya pada ukuran tubuh
dan kematangan seksual. Warna
Collembola bervariasi yaitu putih,
abu-abu, kuning, orange, hijau
metalik, ungu muda, merah dan
beberapa warna lain, bahkan ada
yang campuran. Akan tetapi sebagian
besar berwarna biru-hitam.
Collembola berkembang biak
dengan bertelur yang diletakkan
secara tunggal di dalam semaksemak.
Seekor Collembola betina
akan bertelur sekitar 90 - 150 butir
selama hidupnya. Hewan ini
mengalami pematangan seksual
setelah 3 - 12 kali pergantian kulit
(moult). Tidak seperti kebanyakan
serangga lainnya, Collembola terus
mengalami pergantian kulit 15 - 20
kali selama hidupnya walaupun tidak
diikuti dengan pertambahan ukuran
tubuhnya.
Laju pertumbuhan berhubungan
dengan temperatur dan makanan.
Temperatur yang lebih tinggi mempercepat
laju pertumbuhan dan pergantian
kulit, seperti pada Tomocerus
hanya memerlukan 4 - 5 hari
pada suhu 150C dan 20 - 30 hari
pada suhu 30C. Pada beberapa
spesies terutama yang berada di
daerah tropis dapat melakukan 4 kali
regenerasi, sedangkan di luar daerah
tersebut hanya dapat mengalami 1
kali. Collembola mengalami pergantian
morfologi (bentuk) secara perlahan
selama periode tertentu. Ukuran
badan relatif meningkat hingga
kepala; seta dorsal mengalami pergantian
kulit, segmen antena memanjang;
lekuk genital berkembang
menjadi operculi dan pola-pola seta;
furkula membesar (pada Tomocerus
bentuk mucro menjadi lebih komplek);
kombinasi dan pola warna
berkembang.
Ekologi
Sebagian besar Collembola terdapat
dalam tanah, dengan jumlah
dan keragaman spesies tertinggi ada
di permukaan tanah, terutama apabila
bahan organik melimpah dan
kondisi lingkungan yang lembab.
Spesies yang berukuran besar dan
individu dewasa lebih sering terdapat
di dalam serasah, sementara
lapisan tanah yang lebih dalam hanya
dihuni spesies kecil dan individu
muda. Kandungan air dalam tanah
juga akan mempengaruhi komposisi
jenis dari Collembola dalam tanah.
Curah hujan berpengaruh langsung
terhadap kehidupan Collembola
karena menimbulkan kelembaban
yang bervariasi. Collembola merupakan
organisme yang tidak tahan
Bagian-bagian dari tubuh Collembola.
Jenis-jenis
Collembola
Bagian-bagian tubuh
1. Sminthuridae. A. Caput, B. Abdomen
1. Antena, 2. Tungkai, 3.
Unguiculus, 4. Colophore,
5. Furcula,
6. Manubrium, 7. Mucro.
2. Isotomidae 1. A. Caput, B. Thorak, C.
Abdomen.
. 1. Antena, 2. Tungkai, 3.
Unguiculus,
4. Colophore, 5. Furcula.
3. Hypogastruidae. A. Caput, B. Thorak, C.
Abdomen.
1. Antena, 2. Coxa, 3.
Trochhanter, 4. Femur,
5. Tibiotarsus, 6.
Unguiculus, 7. Colophore.
4. Isotomidae 2. A . C a p u t , B . T h o r a k, C.
Abdomen.
1. Antena, 2. Coxa, 3.
Trochanter, 4. Femur,
5. Tibiotarsus, 6.
Unguiculus, 7. Colophore,
8. Furcula, 9. Manubrium,
10. Dens, 11. Mucro
Gambar 1. Jenis-jenis Collembola ; 1) Sminthuridae, 2) Isotomidae 1,
3) Hypogastruidae dan 4) Isotomidae 2. (Soebandrijo, dkk. 2000)
1 2 3 4
Dok : Andi M. Amir (Balittas)
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 17
kekeringan. Kelembaban yang rendah
akan merangsang serangga ini
untuk bergerak ke tempat yang
memiliki kelembaban optimum sehingga
memungkinkan terbentuknya
kelompok-kelompok. Agregasi
ini dapat meningkatkan daya tahan
kelompok dan mempertinggi kesempatan
terjadinya fertilisasi, tetapi
juga meningkatkan kompetisi antar
individu. Hewan ini tidak mampu
membuat liang pergerakannya (nonburrowed
animal).
Perbedaan struktur populasi terjadi
karena adanya perpindahan
Collembola ke dalam lapisan tanah
yang lebih dalam atau lebih luas.
Perpindahan ini disebabkan oleh 1)
tingkat kekeringan atau kebasahan
tanah yang berlebihan, 2) suhu
lapisan permukaan tanah yang
ekstrem rendah atau tinggi, dan 3)
tanggapan Collembola terhadap
perubahan kandungan CO2 tanah.
Semakin dalam lapisan tanah maka
tingkat porositas dan pertukaran
udara tanah semakin berkurang.
Dengan demikian jenis-jenis yang
hidup di lapisan tanah yang lebih
dalam harus bertoleransi terhadap
kadar CO2 yang lebih tinggi dan
kadar O2 yang lebih rendah dibandingkan
jenis-jenis yang hidup
dipermukaan. Suhu optimal yang
dibutuhkan oleh Collembola termasuk
rendah dan terletak antara 5 -
150C, tetapi ada juga yang aktif pada
suhu -20C atau 280C. Ketahanan terhadap
tinggi rendahnya suhu bervariasi,
tergantung jenis dan umurnya.
Peranan Collembola dalam meningkatkan
kesuburan tanah
Collembola hidup dari sisa-sisa
tanaman, spora-spora dan hifa jamur
yang sudah terdekomposisi atau,
serpihan chitin serta feses hewanhewan
lainnya. Collembola juga
hidup dari daun-daun segar meskipun
saat itu diserang mikroorganisme.
Aktifitas Collembola membantu
jasad renik dalam merombak
bahan-bahan organik sehingga proses
dekomposisi menjadi lebih cepat.
dengan cara : 1) menghancurkan
sisa-sisa tumbuhan sehingga berukuran
lebih kecil, 2) menambahkan
protein atau senyawa-senyawa yang
merangsang pertumbuhan mikroba,
dan 3) memakan sebagian bakteri
yang berakibat merangsang pertumbuhan
dan kegiatan metabolik dari
populasi mikroba.
Melihat potensi Collembola dan
peranannya dalam meningkatkan
kesuburan tanah. Penelitian dan
pengamatan yang lebih detail pada
kelompok serangga ini perlu segera
dilakukan di masa mendatang.
PELUANG TANAMAN OBAT SEBAGAI ALTERNATIF
BAHAN OBAT FLU BURUNG
Penyakit flu burung yang disebabkan
oleh virus Avian Influenza
Tipe A, strain H5N1, dilaporkan
telah membunuh jutaan ternak
unggas di Indonesia dan hingga
pertengahan Oktober 2006, tercatat
55 korban jiwa manusia
(76,36% dari pasien positif terinfeksi
flu burung) (Kompas, 16
Oktober 2006). Kondisi demikian
telah menjadikan Indonesia sebagai
negara dengan resiko penyebaran
flu burung tertinggi di
dunia. Penyakit ini dianggap
berbahaya karena mengakibatkan
resiko kematian pasien yang
tinggi dan penyebarannya belum
dapat dikendalikan. Hingga saat
ini belum di ketahui cara pengobatan
yang efektif dan perlu
upaya komprehensif dan sinergis
dari seluruh elemen untuk menemukannya.
Kajian ilmiah menunjukkan
bahwa virus ini pada awalnya
hanya menyerang unggas, kemudian
berkembang menyerang
manusia, babi, anjing dan kucing.
Mekanisme bagaimana tanaman
obat untuk mengatasi flu burung
belum diketahui secara pasti,
diduga melalui peningkatan daya
tahan tubuh. Pengujian lebih
lanjut masih perlu dilakukan
dimasa mendatang. Obat yang
ditetapkan Pemerintah untuk penderita
flu burung saat ini adalah
oseltamivir carboxylate (Tamiflu).
Obat ini bekerja sebagai inhibitor
neuraminidase yang berbahan baku
dari tanaman Star anise (Illicium
verum) yang diimpor dari
Vietnam dan Cina. Obat alternatif
lainnya adalah Amantadine, yang
bekerja sebagai ion channel blocker,
namun dilaporkan dapat memicu
resistensi virus. Hasil penelitian
Verker et al. (2006) mengindikasikan
bahwa 16% dari kasus
serangan virus H5NI pada manusia
menunjukkan bahwa virus
tersebut telah resisten terhadap
Tamiflu.
erdasarkan kenyataan di atas
maka sangat mendesak untuk
segera menemukan obat
alami untuk flu burung dari berbagai
tanaman obat yang mungkin berasal
dari alam Indonesia. Berbagai kajian
dan studi potensi tanaman obat menyebutkan
bahwa keragaman plasma
nutfah tanaman obat di Indonesia
dan Vietnam berpotensi dan berpeluang
besar untuk dijadikan sebagai
bahan obat flu burung berkualitas
terbaik di dunia. Hal ini diungkap-
Tabel 1. Daftar tanaman obat dan aromatik asal Indonesia yang berpeluang
digunakan untuk mengatasi penyakit flu burung
Jenis tanaman Nama Latin Obyek pengobatan Sumber
Kunyit Curcuma domestica Ayam, manusia 1,3
Temulawak Curcuma xanthorrhiza Ayam, manusia 1,2,3
Temu ireng Curcuma aeruginosa Ayam 1,2
Laos Alpinia galanga Ayam 1,2
Jahe Zingiber officinale 1,2
Cabe jawa Piper retrofractum Ayam 1,2
Daun salam Syzygium polyantum Ayam 1,2
Sereh wangi Cymbopogon nardus Ayam 1,2
Babadotan Ageratum conyzoides Manusia 4
Sukun Artocarpus communis Manusia 4
Sembukan Paedaria foetida Manusia 4
Sambiloto Andrographis paniculata Ayam 5
Lada Piper nigrum Ayam 6
Adas Foeniculum vulgare Manusia -
Keterangan : 1) Bpk Sumardi, Univ. Kristen Soegiopranoto, Semarang, Jawa Tengah; 2) Bpk. Margono, Gunung Kidul, DIY; 3) Drh.
C.A. Nidom, Fakultas Kedokteran Hewan, Univ. Airlangga, Surabaya Jawa Timur; 4) Bpk. Khoirul Anam, Mojokerto,
Jawa Timur; 5) Dr. Desmayanti Zainudin, Balai Penelitian Ternak Bogor, Jawa Barat; 6) Shoba et al., (1998)
B
Andi Muhammad Amir, Balittas
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 18 April 2008
kan Prof. Amin Soebandrijo (Ketua
Tim Ahli Komisi Nasional Penanggulangan
Flu Burung dan Pandemi
Influenza) kepada media masa di
Jakarta akhir Desember 2006.
Beberapa tanaman obat seperti
kunyit, temulawak, temu ireng, jahe,
cabe jawa, babadotan, sambiloto,
dan lain-lain, diharapkan dapat
diteliti lebih lanjut untuk dapat
digunakan sebagai alternatif untuk
menghambat berkembangnya virus
flu burung karena tanaman-tanaman
tersebut mengandung bahan aktif
seperti : kurkumin, xanthorizol,
curzerenone, gingerol, piperine,
ageratochrone, andrographolide, dan
lain-lain yang pada beberapa kasus
terbukti dapat menghambat aktifitas
virus dan bakteri
Permasalahan
Penyebaran penyakit flu burung
baik pada hewan unggas maupun
manusia semakin meluas di berbagai
kawasan di Indonesia, namun belum
diketahui cara pengendalian dan
pengobatan yang efektif. Pemahaman
terhadap karakter virus flu burung
sangat diperlukan sebelum mencari
teknik pengobatan dan pengendaliannya.
Dalam situasi demikian,
Badan Litbang Pertanian dan jajarannya
sangat diharapkan berpartisipasi
aktif dalam rangka mencari
peluang penemuan obat anti flu
burung melalui pemanfaatan informasi
dan teknologi yang dimilikinya.
Koleksi tanaman obat dan aromatik
yang merupakan komoditas mandat
Balittro diduga bisa menawarkan
suatu kemungkinan alternatif pengobatan
pada flu burung, namun
untuk realisasinya perlu usaha penelitian
yang besar dan sinergis diantara
Balit yang terkait seperti BB
Veteriner, BB Pasca Panen, Balitnak
dan berbagai lembaga penelitian lain
di lingkup Departemen Kesehatan,
Perguruan Tinggi dan Industri Farmasi.
Hasil teknologi dan alternatif
pemecahan
Berbagai kajian ilmiah di dalam
dan luar negeri menyebutkan bahwa
selain star anise dan adas (Foeniculum
vulgare), sangat dimungkinkan
terdapat spesies lain yang
berpotensi sebagai bahan obat flu
burung, namun dibutuhkan penelitian,
pengembangan dan pengujiannya
secara ilmiah. Pada Tabel 1,
dicantumkan beberapa jenis tanaman
yang diduga dapat digunakan
sebagai bahan obat flu burung.
Sekalipun pengalaman empiris
mengindikasikan bahwa penggunaan
tanaman obat seperti pada Tabel 1
secara kombinasi mampu menyembuhkan
gejala penyakit flu burung,
namun diperlukan bukti-bukti ilmiah
melalui uji pra klinik dan uji klinik
sebelum direkomendasikan sebagai
obat flu burung.
Dalam diskusi ilmiah mengenai
potensi tanaman obat dan aromatik
sebagai bahan obat flu burung yang
diselenggarakan Balittro pada
tanggal 30 Januari 2007, disepakati
bersama bahwa pembuktian dan
pengujian ilmiah terhadap tanaman
obat potensial untuk pengendalian
flu burung akan dilakukan secara
sinergis oleh para peneliti pada
berbagai lembaga penelitian (multi
centre) baik yang berada di Departemen
Pertanian maupun di Departemen
Kesehatan.
Pada tahap awal, penggunaan
tanaman obat dan aromatik dengan
formulasi yang tepat berpeluang
digunakan sebagai feed additive dan
immunomodulator untuk meningkatkan
nafsu makan dan kekebalan
tubuh hewan ternak dan juga manusia.
Sedangkan pemanfaatan tanaman
obat untuk fungsi perlawanan
langsung terhadap aktivitas virus
H5N1 masih membutuhkan penelitian
dasar yang mendalam dan komprehensif.
Kendala pemanfaatan tanaman
obat dan aromatik untuk obat flu
burung adalah a) belum diketahui
jenis tanaman yang tepat (selain star
anise) atau senyawa yang efektif dari
tanaman sebagai anti virus H5N1, b)
perlu disediakan teknologi produksi
bahan tanaman/senyawa aktif secara
massal yang efisien, dan ramah lingkungan,
baik secara konvensional
maupun bioteknologi, dan c) dukungan
ilmiah (uji pra klinik atau uji
klinik) terhadap formula yang akan
digunakan pada manusia dan hewan
ternak, baik sebagai feed additive,
imunomodulator atau anti virus,
sebelum mendapat izin untuk digunakan
dalam pelayanan kesehatan.
Jenis dan kandungan bahan aktif
serta manfaat masing-masing
tanaman yang berpotensi sebagai
bahan obat flu burung
1. Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kunyit termasuk dalam famili
Zingiberaceae, tanaman ini tumbuh
baik di dataran rendah ataupun
tinggi. Rimpangnya bermanfaat
sebagai antikoagulan, menurunkan
tekanan darah, obat cacing, obat
asma, penambah darah, mengobati
sakit perut, penyakit hati, karminatif,
stimulan, gatal-gatal, gigitan serangga,
diare, dan reumatik. Kandungan
utama di dalam rimpangnya terdiri
dari minyak atsiri, kurkumin, resin,
oleoresin, desimetoksikurkumin, dan
bidesmetoksikirkumin, damar, gom,
lemak, protein, kalsium, fosfor dan
besi.
Kunyit mengandung 3 - 4% kurkumin,
terdiri dari kurkumin I 94%,
kurkumin II 6% dan kurkumin III
0,3%. Kurkumin pertama kali diisolasi
tahun 1815. Zat warna kurkumin
dimanfaatkan sebagai pewarna
makanan manusia dan ternak.
Kandungan kimia minyak atsiri
kunyit terdiri dari ar-tumeron, ά dan
β-tumeron, tumerol, α-atlanton, β-
kariofilen, linalol, 1,8 sineol.
Dari beberapa uji farmakologis
dikatakan bahwa kurkumin dan
minyak atsiri dari rimpang kunyit
dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang tergabung
dalam cholecystitis. Kurkumin juga
dikatakan menghambat pertumbuhan
bakteri Staphyllococcus, Micrococcus
pyrogenes var aureus, pada
konsentrasi efektif kurkumim sodium
1 x 10-6 M. Kurkumin juga
menghambat ADP-, epinephrine, dan
kolagen, penurunan kandungan
kolesterol pada hati.
2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxburgh)
Temulawak digunakan sebagai
bahan baku obat, karena dapat merangsang
sekresi empedu dan pankreas.
Sebagai obat fitofarmaka,
temulawak bermanfaat untuk mengobati
penyakit antara lain : saluran
pencernaan, kelainan hati, kandung
empedu, pankreas, usus halus, tekanan
darah tinggi, kontraksi usus,
TBC, sariawan dan dapat digunakan
sebagai tonikum. Secara tradisional
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 19
banyak digunakan untuk mengobati
diare, disentri, wasir, bengkak karena
infeksi, eksim, cacar, jerawat, sakit
kuning, sembelit, kurang nafsu
makan, kejang-kejang, radang lambung,
kencing darah, ayan dan kurang
darah.
Banyaknya ragam manfaat temulawak
baik untuk obat tradisional
maupun fitofarmaka karena rimpangnya
mengandung protein, pati,
zat warna kuning kurkuminoid dan
minyak atsiri. Kandungan kimia minyak
atsiri antara lain, feladren, kamfer,
tumerol, tolilmetilkarbinol, arkurkumen,
zingiberen, kuzerenon,
germakron, β-tumeron dan xanthorizol
yang mempunyai limpahan tertinggi
sampai 40%.
3. Temu ireng (Curcuma aeruginosa
Roxburgh)
Tanaman ini digunakan untuk
mengatasi gangguan perut (maag,
diare, sembelit, kembung, ambeien),
gangguan otot (pegal, asam urat dan
reumatik), menghilangkan bau badan,
nafsu makan, kolesterol dan
keputihan. Di Thailand, tanaman ini
digunakan sebagai analgesik, antipiretik
dan anti imflamantasi. Kandungan
kimia dari tanaman ini yang
ditemukan pada rimpang dan daunnya
adalah 1,8-cineole, curzerenone,
furanogermenone, camphor (2)-3-
hexenol, zedoarol, furanodienone,
curcumenol, isocurcumenol, betaelemene,
curzerene dan germacrone.
Hasil penelitian di Thailand menunjukkan
bahwa kandungan sesquiterpen
tertinggi pada tanaman C.
aeruginosa adalah curzerenone sebesar
41,63%, 1,8-cineol (9,64%)
dan s-pinene (7,71%).
Ekstrak air dari rimpang C. aeruginosa
efektif menghambat HIV-1-
terinfeksi sel MT-4, ekstrak asal
rimpang dari C. aeruginosa dengan
chloroform yang diuji pada mencit
memiliki pengaruh analgesik dan
reaksinya berbeda dengan aspirin.
4. Lengkuas (Alpinia galanga (L.)
Willd)
Rimpang lengkuas digunakan untuk
mengatasi gangguan lambung,
mengeluarkan angin dari perut, menambah
nafsu makan, menghilangkan
rasa sakit (analgetik), melancarkan
buang air kecil, mengatasi gangguan
ginjal, mengobati herpes, diare,
radang paru-paru, pembesaran limpa,
bau mulut, kejang pada bayi, anti
tumor dan kadangkala digunakan
sebagai afrodisiak. Khasiat yang sudah
terbukti secara ilmiah adalah
anti jamur. Dikenal dua jenis lengkuas,
yaitu lengkuas putih dan lengkuas
merah. Lengkuas putih umum
digunakan untuk mengatasi jamur.
Rimpang tanaman ini mengandung
1% minyak atsiri berwarna
kuning kehijauan yang terdiri dari
metil-sinamat 48%, sineol 20% -
30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen,
∂-pinen, galangin dan lain-lain.
Rimpang juga mengandung resin
galangol, kristal warna kuning yang
disebut kaemferida dan galangin,
kadinen, heksabidrokadalenhidrat,
kuersetin, amilum, beberapa senyawa
flavonoid, dan lain-lain.
Kandungan minyak atsiri pada
rimpang lengkuas adalah borneol,
bornyl acetat, camphone, cineole, pcymene,
dan lain-lain. Minyak atsiri
pada bijinya adalah 1”-acetoxychaviol
acetate, 1’-acetoxyeugenol acetat,
caryophyllenol I dan 5-epimer
caryophyllenol II, pentadecane, heptadec-
7-enemethyl ester. Minyak
atsiri yang didestilasi dari rimpang
A. galanga menunjukkan aktivitas
bakteriosida terhadap Mycobacterium
tuberculosis pada konsentrasi
25 μg/ml.
5. Jahe (Zingiber officinale Roscoe)
Jahe digunakan untuk mengatasi
batuk, membangkitkan nafsu makan,
mulas, perut kembung, gatal, luka,
selesma dan merangsang ASI.
Berdasarkan warna dan ukurannya
dikenal tiga jenis jahe yaitu jahe
putih besar, jahe putih kecil dan jahe
merah. Jahe putih kecil dan jahe
merah banyak digunakan untuk
campuran obat, sedangkan jahe putih
besar untuk industri makanan dan
minuman.
Rimpang jahe mengandung sejumlah
senyawa kimia seperti protein,
lemak, serat, karbohidrat, mineral
(kalsium, magnesium, kalium
dan fosfor), vitamin (A,B dan C),
asam laurat, palmitat, oleat, linoleat,
dan stearat. Aroma jahe yang khas
dihasilkan oleh minyak atsiri (1-3%).
Oleoresin merupakan campuran minyak
atsiri dan resin mengandung
senyawa-senyawa fenilalkil keton
seperti gingerol, shogaol, seskuiterpen
zingiberen, zingiberol, kurkumen,
sesquiphellandren, zingerin, 6-
dehidrogingerdion, gingerglikolipid,
paradol, gingediol, gingerdion, dan
juga gingerenon (Kemper 1999).
Gingerol yang merupakan salah
satu senyawa aktif dalam oleoresin
jahe, dikenal bersifat antioksidan dan
sebagai inhibitor suatu enzim penghasil
anion superoksida. Efek anti
tumor jahe, dapat diketahui dari sejumlah
penelitian seperti penghambatan
12-O-tetradekanoil porbol-13-
asetat (TPA), suatu ester porbol yang
menginduksi virus Epstein-Barr pada
sel. Jahe juga bersifat sitotoksik terhadap
sel leukimia, HL-60. Ekstrak
etanol jahe mampu mengimbibisi
enzim ornitin dekarboksilase, siklooksigenase
dan lipoksigenase pada
kulit. Ekstrak dari umbi jahe
berkhasiat sebagai anti mikroba dan
analgesik.
Ekstrak jahe mampu bersifat
sitotoksik terhadap sel-sel kanker
hati manusia (HLE, HLF), HepG2)
secara in vitro melalui penghambatan
viabilitas, proliferasi sel dan
penginduksian apoptosis.
6. Cabe Jawa (Piper retrofractum
Vahl.)
Tanaman ini digunakan untuk
mengatasi masalah demam, sakit
kuning dan rematik, serta bersifat
sebagai afrodisiak. Kandungan kimia
yang terdapat di dalam tanaman ini
adalah piperina, piperidina, zat pati
dan minyak lemak.
7. Daun salam (Syzygium polyanhum
(Wight) Walp)
Tanaman ini digunakan untuk
mengatasi kolesterol tinggi, tekanan
darah tinggi, radang lambung
(maag), gatal, kencing manis dan
mencret. Sementara kandungan kimia
yang terdapat di dalam tanaman
ini adalah minyak atsiri salamol,
eugenol, flavonoid dan tanin.
8. Sereh wangi (Cymbogon nardus
Rendle)
Tanaman ini digunakan untuk
mengatasi rematik, demam dan
masalah menstruasi, juga sebagai
repelent nyamuk. Kandungan kimia
dari tanaman ini adalah terpenoid,
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 20 April 2008
citronela, nerol, limonene, lilalool
dan s-caryophyllene.
9. Babadotan (Ageratum conyzoides
L.)
Tanaman ini digunakan untuk
mengatasi demam, sakit tenggorokan,
malaria, radang paru-paru, pendarahan
rahim, luka berdarah, bisul,
radang telinga dan sebagai tonik.
Ekstrak tanaman ini menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aeureus, Bacilus subtilis, Escherichia
coli dan Pseudomonas aeruginosa.
Ekstrak air diberikan bagi
penderita arthritis. Kandungan kimia
yang terdapat pada babadotan adalah
asam amino, coumarin, ageratochrone,
friedelin, betasisterol, stigmasterol
dan potasium chlorida.
10. Sukun (Artocarpus communis
J.R.G. Forster)
Daun sukun digunakan untuk
mengatasi hepatitis, jantung, ginjal,
pembengkakan limpa, sakit gigi, dan
gatal-gatal. Masyarakat Ambon menggunakan
sukun untuk mencairkan
darah bagi wanita 8 - 10 hari setelah
melahirkan. Daun sukun mengandung
hidrosianat, asetilcholin, tanin
dan riboflavin.
11. Sembukan (Paedaria foetida L.)
Tanaman ini digunakan untuk
mengatasi demam, disentri, maag,
membangkitkan nafsu makan, perut
kembung, rematik dan sakit gigi.
Kandungan kimia yang terdapat
dalam tanaman ini adalah alkaloid
indol, paederina, asperulosina,
paederosida, skandosida dan desasetilasperulosida.
12. Sambiloto (Andrographis paniculata
Nees)
Sambiloto termasuk ke dalam
famili Acanthaceae yang merupakan
salah satu tumbuhan obat yang telah
lama digunakan sebagai bahan ramuan
obat tradisional. Beberapa uji
khasiat dan keamanan serta efektivitas
sambiloto terhadap beberapa
penyakit menunjukkan bahwa sambiloto
dapat digunakan untuk mengobati
penyakit seperti infeksi lambung,
pernafasan dan menekan
retenosis pada pasien angiosplasis.
Herba sambiloto dapat mengurangi
kerusakan jaringan hati, meringankan
iskhemia myocordia, mempunyai
efek antiplatelet, menurunkan
kadar gula darah. Ekstrak sambiloto
mampu meningkatkan pertahanan
tubuh terhadap infeksi
Staphylococcus aureus. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya neotrofit,
imfosit dan perbaikan jaringan
paru-paru, hati dan ginjal.
Sambiloto memiliki rasa pahit,
tanaman ini diduga mengandung saponin,
flavonoid dan tanin. Daun
sambiloto telah diketahui mengandung
beberapa senyawa, yaitu
(1) 14-deoxyandrographolide untuk
obat infeksi lambung, (2) andrographolide
untuk obat gangguan pernafasan,
(3) neoandrographolide
untuk obat ginjal dan (4) 14-deoxy-
11, 12 didehydro andrographolide
untuk pengobatan lepra.
Daun sambiloto mengandung
senyawa 14-deoxyandrographolide
yang digunakan untuk obat infeksi
lambung, andrographolide untuk
obat gangguan pernafasan, noandrographolide
untuk obat ginjal dan mdeoxy-
11,12 didehydro andrographolide
untuk pengobatan lever.
Selain itu androgropholide mampu
meningkatkan fungsi sistem pertahanan
tubuh.
13. Lada (Piper nigrum L.)
Tanaman ini digunakan untuk
mengatasi perut kembung, darah
tinggi, sesak nafas dan peluruh
keringat. Kandungan kimia yang
terdapat dalam biji lada adalah
minyak atsiri, piperin dan flavonoid.
14. Adas (Foeniculum vulgare
Miller )
Digunakan untuk mengatasi hepatitis,
antispasmodik, menstimulus
ASI, bersifat carminatif, diuretik,
emmenagogue, expectorant, hallusinogenic
dan baik untuk wanita yang
menoupause. Mengandung anathole
(50-80%), limonene (5%), fenchone
(5%), estragole (methyl-chavicol),
safrole, α-pinene (0,5%), camhene,
s- pinene, s-myrcene dan ρ-cymene.
Keberadaan tanaman di Balittro
Dari hasil seleksi dan uji adaptasi
di berbagai lingkungan tumbuh dari
66 aksesi kunyit yang dimiliki
Balittro, telah diperoleh 10 nomor
harapan kunyit dengan produksi
tertinggi didapat pada 2 aksesi yakni
Cudo 21 (18-25 ton/ha), Cudo 38
(18-25 ton/ha) dan kadar kurkumin
Cudo 21 (8,70%), Cudo 38 (11%)
dan siap dilepas sebagai varietas
unggul.
Untuk temulawak, Balittro memiliki
21 aksesi dan terpilih 10
nomor harapan temulawak yang
berpotensi produksi (20 - 40 ton/ha),
kadar minyak atsiri (6,2 - 10,6%)
dengan kadar kurkumin (2,0 - 3,3%).
Sementara untuk temu ireng,
Balittro memiliki koleksi tanaman
ini, namun koleksi aksesi masih sangat
rendah sehingga perlu dilakukan
pengumpulan aksesi dari berbagai
daerah guna mendapatkan bahan
tanaman yang dideteksi memiliki
kandungan bahan aktif yang
tinggi.
Untuk laos, Balittro memiliki 2
jenis tanaman yakni rimpang merah
dan rimpang putih, namun koleksi
aksesi masih sedikit. Demikian juga
dengan jahe ada 12 aksesi, daun
salam 2 aksesi, cabe jawa 11 aksesi,
serai dapur 16 aksesi, babadotan 1
aksesi, sambiloto 6 aksesi, lada 54
aksesi, adas 4 aksesi. Sementara
untuk tanaman sukun dan sembukan
saat ini belum terdapat dalam koleksi
plasma nutfah di kebun percobaan
lingkup Balittro. Melihat rendahnya
jumlah aksesi yang ada sementara
disisi lain Balittro dituntut untuk
menghasilkan varian-varian baru,
maka penambahan koleksi perlu
dilakukan guna mendapatkan varitas
unggul. Dari ke 14 jenis tanaman
tersebut, hanya lada yang memiliki
jumlah aksesi yang tinggi yang saat
ini mandat penelitian tanaman tersebut
berada di bawah Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Aneka
Tanaman Industri (Balittri), sedangkan
untuk tanaman lainnya dibutuhkan
upaya koleksi, karakterisasi dan
konservasi dari berbagai daerah di
mana tanaman tersebut dapat ditemukan
Implikasi tindak lanjut
Untuk mendapatkan bahan tanaman
yang memiliki bahan aktif
tinggi untuk penanggulangan virus
H5N1 maka serangkaian penelitian
perlu dilakukan antara lain:
pengumpulan koleksi plasma nutfah,
uji efektivitas terhadap H5N1, isolasi
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 21
bahan aktif dan uji keamanan (pre
klinis) terhadap hewan uji, serta uji
klinik terhadap penderita H5N1 di
beberapa laboratorium yang kompeten
(multi centre test), pengembangan
GAP tanaman obat terpilih serta
GMP dan formulasi komersialnya.
Rangkaian penelitian tersebut dilakukan
dalam upaya mendapat bukti-
bukti ilmiah (scientific evidence
based) terhadap kemanjuran dan
keamanan penggunaan obat alami
flu burung tersebut.
Agar penelitian dan pengembangan
tanaman obat untuk flu burung
berhasil, diperlukan kerjasama
antar instansi dengan melibatkan
berbagai pihak seperti BPOM, LIPI
dan pihak swasta yang akan memasarkan
produk hasil penelitian tersebut.
Balittro telah merintis kerjasama
dengan BB Veteriner dan Balitnak,
juga merintis kerjasama litbang
dengan UI, LIPI dan RS
Sulianti Suroso untuk mencari obat
bahan alami bagi penyakit flu
burung.
ARAH PENGEMBANGAN KENAF DI INDONESIA
MENYONGSONG BANGKITNYA SERAT ALAM DUNIA 2009
Kenaf (Hibiscus cannabinus L.)
merupakan penghasil serat alam
yang termasuk dalam grup bast
fibre crops atau tanaman serat
batang, dan telah lama dikenal di
Indonesia bahkan juga sudah
lama dibudidayakan oleh petani di
beberapa daerah. Kenaf, rosela
dan jute sejak tahun 1979 sampai
dengan tahun 2000 sudah merupakan
program pemerintah diusahakan
masyarakat melalui program
ISKARA (Intensifikasi Serat Karung
Rakyat). Areal terbesar tercapai
tahun 1986 seluas 26.000 ha
yang meliputi wilayah Lampung,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Kalimantan Selatan.
Dalam program ISKARA, pemanfaatan
serat kenaf hanya sebagai
bahan baku industri karung goni,
pada waktu itu terdapat 8 pabrik
karung yang memerlukan bahan
baku serat rosela, kenaf dan yute.
Namun pada saat ini hanya 2
pabrik karung yang masih aktif
yaitu PK. Rosela Baru (PTPN XI)
di Surabaya, dan PT. Indonesia
Nihon Seima di Tangerang (swasta).
Sementara di Kalimantan Timur
mengembangkan Kenaf tahun
1998/1999 dan dikelola oleh
PT. Global Agrotek Nusantara
(GAN).
enaf, memiliki peluang dan
prospek bisnis yang sangat
cerah, baik dari pemanfaatan
serat maupun dari bagian tanaman
lainnya (daun, biji, buah muda,
kayu). Komoditas ini memiliki
kemampuan beradaptasi kuat pada
berbagai kondisi lingkungan yang
sub-optimum, mudah dibudidayakan,
berumur pendek hanya 4 - 5
bulan, hama penyakitnya sedikit.
Untuk varietas tertentu, apabila iklim
mendukung atau ada pengairan dapat
ditanam sepanjang tahun dan menghasilkan
bahan kering lebih tinggi
dibanding kayu pinus per satuan
waktu dan luas. Komoditas ini juga
berfungsi sebagai penyelamat lingkungan
karena kenaf mampu
menyerap CO2 lebih banyak di
banding komoditas lainnya.
Di Amerika Serikat, pada tahun
1963 kenaf sudah digunakan sebagai
bahan baku industri pulp dan
kertas; dan sejak tahun 2000 produk
dari serat dan kayu kenaf sudah dikomersialkan
untuk perbaikan kesuburan
tanah dan penyerap tumpahan
minyak atau bahan kimia baik di
darat maupun di laut (Oil-biosorb),
sedangkan daun kenaf telah dimanfaatkan
untuk pakan ternak dengan
proses yang sangat sederhana.
Produk-produk yang sudah banyak
dikembangkan industri berbahan
baku serat kenaf, seperti :
hardboard, doortrim car interior,
geotextiles, fibre drain, serta bahan
untuk bangunan perumahan (daun
pintu dan kusen).
Pengembangan kenaf di Indonesia
difokuskan di Kalimantan Timur
karena : 1) sangat memenuhi syarat
dari segi persyaratan ekologi (tanah
dan iklim; 2) tersedia lahan yang sangat
luas sehingga tidak mengganggu
kebutuhan hidup manusia dari
segi pemanfaatannya; 3) memberdayakan
lahan-lahan tidur yang luas;
dan 4) ada investor yang bersedia
sebagai penampung hasil panen.
Akhir-akhir ini, para investor
industri besar dari negara maju
banyak memberikan perhatian pada
komoditas kenaf untuk dikembangkan
di Indonesia, Malaysia, Thailand
atau di Vietnam, terutama investor di
bidang otomotif, elektronik, dan
pulp/kertas.
Tujuan
Untuk menunjang pengembangan
kenaf di Kalimantan Timur di
butuhkan temu lapang dengan tujuan
untuk : 1) mengenalkan manfaat komoditas
kenaf kepada petani, pengusaha/
investor, instansi, dan pemerhati/
peminat lainnya; 2) media diseminasi
hasil-hasil penelitian yang
dapat diadopsi langsung oleh petani;
3) agar pengetahuan dan wawasan
petani untuk mengusahakan komoditas
kenaf meningkatkan kesejahteraan
petani; 4) sebagai ajang tukar
menukar pengalaman dan umpan
balik untuk meningkatkan hasil
penelitian.; 5) sebagai media kontak
bisnis antar peserta temu lapang baik
antar pejabat, pengusaha, maupun
petani.
Temu lapang dilaksanakan pada
tanggal 1 Agustus 2007 di kebun inti
tanaman kenaf milik PT. Global Agrotek
Nusantara (PT. GAN), di Desa
Sei Seluang, Kecamatan Samboja,
Kabupaten Kutai Kartanegara.
Peserta
Temu lapang kenaf baru pertama
kali dilaksanakan di luar Jawa, yaitu
K
N.N. Kristina, R. Noveriza
dan M. Rizal, Balittro
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 22 April 2008
di Kalimantan Timur dan dihadiri
oleh 200 orang peserta. Peserta temu
lapang kenaf terdiri atas para pejabat
dari pusat (Badan Litbang Pertanian,
Direktorat Jenderal Perkebunan,
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan), para pejabat dari daerah
Propinsi Kalimantan Timur (Pemerintah
Daerah Kabupaten Kutai
Kartanegara, Dinas Perkebunan Propinsi
Kalimantan Timur, Dinas Perkebunan
Kabupaten seluruh Kalimantan
Timur), Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat, PT.
Global Agrotek Nusantara (PT.
GAN), PT. Abadi Barindo Autotech
(PT. ABA), Sinar Tani, Ketua kelompok
tani dan petani kenaf, dan
para pemerhati tanaman kenaf.
Hasil diskusi
Berdasarkan hasil kunjungan
lapangan dan diskusi, ada beberapa
kesimpulan yang dapat disampaikan
untuk ditindak lanjuti :
1. Masih banyak petani di Kalimantan
Timur yang belum mengenal
tanaman kenaf beserta manfaatnya,
sehingga masih diperlukan
adanya sosialisasi tentang komoditas
melalui penyuluhan, baik
oleh PT. GAN maupun Dinas
Perkebunan Kabupaten.
2. Petani Kalimantan Timur umumnya
tertarik dengan tanaman kenaf,
karena apabila dibandingkan
dengan tanaman semusim lainnya
(padi dan jagung) kenaf masih
lebih menguntungkan, selain
hama dan penyakitnya sedikit
teknik budidayanya tidak rumit.
3. PT. GAN dan PT. ABA memanfaatkan
serat kenaf dari Kalimantan
Timur untuk industri fiberboard
pada industri otomotif.
4. PT. GAN sebagai perusahaan
pengguna serat bersedia bermitra
dengan petani dan sanggup
membeli serat dari petani dengan
ketentuan harga dan kualitas serat
yang telah disepakati bersama.
Selain itu PT. GAN memberikan
kredit berupa sarana produksi
(benih, pupuk, pestisida) tanpa
bunga. Kredit dikembalikan setelah
pembelian serat dengan
memotong langsung dari harga
serat yang diterimakan kepada
petani.
5. Keluhan petani umumnya terfokus
pada tingginya biaya prosesing
serat. Untuk itu diharapkan
adanya teknologi inovasi untuk
mengatasi masalah prosesing
serat tersebut.
6. PT. GAN atau PT. ABA akan
menjalin kerjasama penelitian
untuk mengatasi masalah prosesing
serat.
7. Petani umumnya meminta kepada
perusahaan mitra untuk
membeli serat dari petani dalam
bentuk batang basah. Namun PT.
GAN belum dapat memenuhinya
karena biaya operasionalnya
sangat tinggi, maka hanya
akan membeli dalam bentuk serat
kering saja. Harga serat
yang ditetapkan oleh perusahaan
mitra adalah berdasarkan
kualitas (grade) serat : Grade
Super A Rp 3.000,-/kg, Grade
A Rp 2.800,-/kg dan grade B
Rp 2.600,-/kg.
8. Pemerintah daerah sangat mendukung
pengembangan kenaf.
9. Direktorat Jenderal Perkebunan
(dalam hal ini Direktorat Tanaman
Semusim) diminta lebih
meningkatkan perhatiannya dalam
membina dan mengembangkan
tanaman kenaf melalui kebijaksanaan
program yang terkoordinasi
dengan dinas-dinas
perkebunan di daerah dan balai
penelitian (Balittas).
10. Pengembangan kenaf di Kalimantan
Timur dapat dikaitkan
dengan program pengembangan
kelapa sawit dan karet. Kenaf
dapat ditanam di antara kelapa
sawit muda atau karet muda sampai
dengan umur 3 (tiga) tahun.
11. Pengembangan kenaf secara nasional
dapat juga dikaitkan dengan
kemungkinan kenaf sebagai
bahan baku pulp/kertas (soft
wood), sehingga dapat memecahkan
masalah bahan baku kertas
pada industri kertas di Indonesia.
Kenaf sebagai alternatif bahan
baku industri pulp dan kertas di
Indonesia sangat tepat mengingat
beberapa pabrik pulp saat ini
kekurangan bahan baku.
Tindak lanjut menyongsong bangkitnya
serat alam dunia 2009
Seusai acara temu lapang, dilakukan
diskusi. Hasil diskusi terbatas
antara Kepala Balittas, Ditjenbun,
Dinas Perkebunan Propinsi
Kalimantan Timur, PT. GAN dan
PT. ABA menghasilkan kesepakatan
bahwa sebagai tindak lanjut temu
lapang kenaf dan juga untuk menyongsong
kebangkitan serat alam
dunia tahun 2009 (International
Year of Natural Fibres 2009),
direncanakan untuk mengadakan
event yang lebih besar berskala
nasional dalam bentuk ” Gerakan
Kembali Ke Serat Alam Untuk
Mendukung Industri Nasional
Bahan Baku Serat Alam ” dengan
mengundang Presiden RI dan
perwakilan FAO di Jakarta untuk
melakukan kunjungan lapangan dan
melihat pertanaman kenaf sekaligus
panen raya.
Langkah-langkah persiapan untuk
menyelenggarakan kegiatan tersebut
adalah :
1. Gerakan ini akan dilakukan bersama-
sama dengan pembiayaan
bersama seluruh stakeholder yaitu
Direktorat Jenderal Perkebunan,
Pemerintah Daerah Propinsi
Kalimantan Timur, Pemerintah
Kota Balikpapan, Pemerintah Daerah
Kabupaten Kutai Kartanegara
dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Kutai Timur, Dinas
Perkebunan Propinsi Kalimantan
Timur, Dinas Perkebunan Kabupaten
Kutai Kartanegara, Dinas
Perkebunan Kabupaten Kutai
Timur, Dinas Perkebunan Kota
Balikpapan, PT. GAN dan PT.
ABA.
2. Melakukan koordinasi dengan beberapa
instansi dan stakeholder
yang menangani serat alam yang
terdiri atas : a) serat yang berasal
dari tanaman, yang meliputi serat
batang, serat daun, serat buah,
serat kayu ; b) serat berasal dari
hewan seperti bulu domba dan
kelinci ; c) serat dari kokon ulat
sutera.
3. Mengumpulkan informasi mengenai
serat alam di Indonesia dan
pemanfaatannya.
4. Mengadakan kontak dengan perwakilan
FAO di Jakarta.
5. Menyiapkan leaflet serat alam
dan melakukan promosi melalui
internet.
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 23
6. Penggalangan dana dari berbagai
pihak yang akan terkait pada
kegiatan ini.
TEKNOLOGI BARU PENGENDALIAN HAMA (Sexava)
DENGAN PERANGKAP TIPE BALITKA MLA
Hama Sexava spp. (Orthoptera :
Tettigoniidae) merupakan serangga
asli Indonesia yang dapat menyebabkan
kerusakan serius pada
tanaman kelapa terutama daerahdaerah
tertentu di Kawasan Indonesia
Timur. Belalang Sexava spp.
terdiri dari empat spesies yaitu
Sexava nubila Stal, Sexava coriacea
Linnaeus, Sexava karnyi Leefmans
dan Sexava novaeguineae
Brancsik. Tiga spesies yang disebutkan
pertama sudah dikenal
di Indonesia dan spesies keempat
di Papua New Guinea. Di Indonesia,
S. nubila terdapat di Kepulauan
Talaud Sulawesi Utara, di
Maluku dan Papua (Irian Jaya), S.
coriacea di Kepulauan Sangihe, di
daratan Sulawesi di Desa Dumagin
Kecamatan Pinolosian, Bolaang
Mongondow, Sulawesi Utara
dan di Maluku Utara, sedangkan
S. karnyi merusak tanaman kelapa
pada beberapa daerah di Sulawesi
Tengah. Nimfa dan imago menyerang
daun, bunga betina dan buah
muda sehingga secara langsung
ataupun tidak langsung dapat
mempengaruhi produksi kelapa.
Beberapa teknik pengendalian
sudah diterapkan dan penerapan
pengendalian hama terpadu
(PHT) merupakan salah satu
solusi yang tepat untuk mengatasi
masalah hama Sexava spp.
iologi dan ekologi serangga
merupakan salah satu unsur
dasar PHT sebagai pengetahuan
dasar yang harus diketahui, diperhatikan
dan dipergunakan untuk
menyusunan komponen pengendalian
baik secara tunggal, maupun
dalam perpaduannya
Pemahaman biologi dan ekologi
hama Sexava spp. dapat membantu
dalam pengambilan keputusan untuk
melakukan pengendalian yang
efektif dan efisien. Sudah diketahui
bahwa perilaku imago betina pada
waktu bertelur akan turun ke tanah
dan nimfa yang baru menetas dari
telur yang diletakkan di tanah akan
naik ke pohon untuk mencari daun
kelapa sebagai makanannya. Selain
itu juga nimfa lebih tua dan imago
jantan tidak secara terus menerus
tinggal di mahkota pohon. Dari perilaku
ini dapat dikembangkan teknologi
baru dengan merancang
perangkap Sexava tipe Balitka MLA
yang dapat menghalangi nimfa muda
(instar 1), nimfa tua dan imago yang
akan naik ke pohon kelapa sehingga
dapat menekan perkembangan populasi
hama tersebut di lapangan.
Masalah serangan hama Sexava
yang terjadi di Maluku Utara dan
Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara
seperti yang diungkapkan dalam
Kompas tanggal 29 Maret 2007,
telah ditanggapi oleh Puslitbang Perkebunan
tepatnya Balitka-Manado
dalam media Kompas tanggal 19
April 2007 yang menginformasikan
teknologi sederhana penangkal serangan
hama Sexava yang menyerang
pohon kelapa yang telah
ditemukan Balitka. yaitu Perangkap
Tipe Balitka MLA.
Biologi S. nubila
Hama S. nubila dikenal dengan
Belalang Talaud atau boto-boto.
Hama ini makan anak daun dengan
gigitan dimulai dari pingggir ke
bagian tengah. Daun yang kadangkadang
dimakan hanya dengan bekas
gigitan tidak rata sebagian atau seluruhnya
sehingga tertinggal lidinya.
Telur. Bentuk dan warna telur S.
nubila seperti buah padi masak
(gabah). Telur yang baru diletakkan
sangat tipis dengan alur yang dalam
kemudian embrio berkembang sehingga
membengkak. Telur berumur
2 hari, panjangnya 12 mm dan lebarnya
2 mm. Salah satu ujung telur
lancip dan lainnya bulat. Telur tua,
panjangnya sampai 13 mm dan
lebarnya 3 mm. Lama stadium telur
di Talaud 45 hari.
Nimfa. Nimfa yang baru ditetaskan,
panjangnya 12 mm. Antenanya
halus seperti rambut dan panjangnya
sampai 9 cm. Nimfa muda dan tua
berwarna hijau, tetapi kadang-kadang
berwarna cokelat. Panjang nimfa
jantan tua sampai 6 cm dan panjang
antena 14 cm dan sudah terlihat
bakal sayapnya. Lama stadium nimfa
108 hari.
Belalang dewasa (imago). Imago
berwarna hijau, antena merah muda
dan matanya abu-abu. Alat peletak
telur (ovipositor) berwarna hijau
pada bagian pangkalnya yaitu
sepertiga dari panjang ovipositor,
sepertiga lagi berwarna kemerahan
dan bagian ujungnya berwarna
hitam. Panjang imago betina (kepala
+ badan + ovipositor) antara 9,5-
10,5 cm. Panjang ovipositor 3 - 4,5
B cm dan panjang antena 16 cm.
Tabel 1. Tahap perkembangan S. nubila
Tahap perkembangan Lama Perkembangan (hari)
Telur 45,7
Nimfa
Instar I 15,38
Instar II 19,56
Instar III 26,38
Instar IV 20,43
Instar V 27,19
108,33
Imago Betina
Pra-peneluran 30,13
Peneluran 60,86
Pasca Peneluran 21,50
111,67
Imago Jantan 84,50
Daur hidup 183,63
Periode perkembangan dari
Telur sampai imago mati
Imago Betina 265,17
Imago Jantan 238,00
Sujindro, Balittas
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 24 April 2008
Panjang imago jantan 6 - 9,5 cm dan
antenanya 14 - 16 cm.
Cara hidup. Imago betina terutama
meletakkan telurnya pada
malam hari di dalam tanah atau pasir
dekat batang kelapa pada kedalaman
1 - 5 cm setelah itu kembali lagi naik
ke pohon. Telur-telur diletakkan juga
di antara perakaran kelapa, di bawah
lumut, di sela-sela batang kelapa,
dan di mahkota pohon kelapa yang
kotor. Telur yang diletakkan di tanah
dapat mencapai 95%. Tanah yang
disukai oleh imago betina untuk
meletakkan telur adalah tanah liat
yang lembab bercampur pasir. Satu
ekor imago betina yang dipelihara di
laboratorium dapat meletakkan telur
sebanyak 53 butir. Pada setiap pohon
kelapa terdapat berbagai stadia,
mulai dari nimfa yang baru menetas
sampai imago.
Daur hidup S. nubila, mulai telur
diletakkan sampai imago meletakkan
telur 183 hari dengan tahap perkembangan
hidup seperti pada Tabel
1. Imago betina mulai meletakkan
telur setelah berumur sekitar satu
bulan. Imago Sexava tidak dapat
terbang jauh, oleh karena itu serangga
tersebut hanya terdapat di tempat
itu saja dan hampir tidak berpindah
tempat. Hama ini melakukan aktivitas
pada malam hari baik aktivitas
makan dan berkopulasi. Pengamatan
di laboratorium (insektarium), hama
S. nubila juga dapat berkopulasi
pada siang hari antara jam 9.00 -
11.00 pagi.
Pemanfaatan Perangkap Sexava
Diskripsi perangkap Sexava tipe
Balitka MLA
Nama perangkap Sexava tipe Balitka
MLA berasal dari singkatan
Balai Penelitian Tanaman Kelapa
dan Palma Lain (BALITKA) Manado
dan nama peneliti Meldy Leonardy
Anderson (MLA) Hosang. Perangkap
ini pertama kali dikembangkan
peneliti BALITKA di daerah
serangan hama Sexava nubila di Kepulauan
Talaud. Perangkap ini dapat
juga dimanfaatkan untuk mengendalikan
populasi S. coriacea dan S.
karnyi yang tersebar di Indonesia
Timur.
Perangkap ini dirancang berdasarkan
perilaku hama ini yang
aktif pada malam hari baik aktivitas
makan ataupun kopulasi. Dalam
aktivitasnya, nimfa maupun imago
berpindah dari satu tempat ke tempat
lainnya dilakukan dengan berjalan
melalui batang kelapa. Dari perilaku
ini dibuat perangkap Sexava tipe
Balitka MLA dengan bahan utama
adalah kain hitam (Gambar 1).
Dipilih kain hitam supaya hama
Sexava merasa aman berlindung di
dalamnya. Awalnya dibuat tipe A
(Gambar 1A) kemudian dimodifikasi
menjadi tipe B (Gambar 1B)
dan tipa C (Gambar 1C) dengan
fungsi yang sama yaitu menghalang
hama Sexava naik kepohon kelapa.
Pada Gambar 1A, perangkap terbuat
dari kain hitam, perekat kain, triplek,
papan, toples plastik dan tali rafia.
Toples plastik dipasang pada empat
sudut perangkap kemudian diisi
cairan detergen secukupnya. Pada
toples tersebut diberi lobang pada
ketinggian sekitar 5 cm dari dasar
toples untuk mencegah supaya air
hujan tidak tertampung dalam toples.
Sexava yang terperangkap hanya
masuk ke dalam toples sehingga di
kembangkan tipe B dan C. Gambar
1B sama dengan 1A tetapi tidak
menggunakan toples plastik sedangkan
Gambar 1C terbuat dari kain
hitam, perekat kain, kawat dan tali
rafia sebagai pengikat. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa jumlah
Sexava yang terperangkap pada
masing-masing tipe perangkap tidak
berbeda sehingga perangkap yang
dianjurkan adalah perangkap Sexava
tipe Balitka MLA yang terbuat dari
kain hitam, perekat kain dan kawat
(Gambar 1C) karena harganya lebih
murah dan lebih praktis digunakan.
Perangkap ini dapat digunakan lebih
dari satu tahun di lapangan. Pemanfaatan
perangkap ini dapat dikombinasikan
dengan pemanfaatan
lem serangga (lem lalat yang dipasang
pada batang kelapa seperti
pada teknik pengendalian lainnya).
Pemanfaatan perangkap Sexava tipe
Balitka MLA
Perangkap Sexava tipe Balitka
MLA dipasang pada batang kelapa
sehingga dapat menangkap nimfa
dan imago yang lewat pada batang.
Perangkap dipasang pada batang
kelapa dengan ketinggian 1 - 1,5 m
dari permukaan tanah. Setiap tanaman
cukup dipasang satu perangkap.
Perangkap yang dipasang pada
batang kelapa dapat menghalangi
nimfa dan imago yang akan naik kepohon
kelapa untuk mencari makan
sehingga dapat memudahkan untuk
mengoleksinya baik oleh orang dewasa
maupun anak-anak. Dengan
perangkap ini juga dapat menunjang
program pemerintah daerah yang
menganjurkan keterlibatan seluruh
masyarakat termasuk anak-anak sekolah
dalam usaha pengendalian
hama Sexava di lapangan. Perangkap
ini digunakan untuk mengendalikan
hama Sexava yang menyerang
tanaman muda (belum berproduksi)
dan tanaman kelapa yang
sudah berproduksi.
Waktu Pengamatan (hari)
Gambar 2. Rata-rata nimfa Sexava terperangkap/pohon
0
1
2
3
4
5
6
7
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67
Rata-rata nimfa/pohon
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 25
Hasil penelitian membuktikan
bahwa pemasangan perangkap Sexava
tipe Balitka MLA (Gambar 1A)
selama satu bulan dapat menangkap
0,9 - 6,6 nimfa/pohon/hari atau ratarata
3,04 nimfa/pohon/hari dan 0,04
imago/pohon/hari. Imago yang terperangkap
adalah imago jantan dan
betina pada malam hari. Pada bulan
berikutnya, jumlah Sexava yang
terperangkap jauh lebih rendah
walaupun terjadi fluktuasi populasi
di lapangan tetapi pada akhir bulan
kedua jumlah yang terperangkap
umumnya <1 nimfa/pohon/hari. Hal
ini menunjukkan bahwa populasi
hama akan terus menurun dan pada
satu saat akan diperkirakan paling
lambat enam bulan kemudian
populasi hama dapat dikendalikan
sampai pada taraf yang tidak merugikan
karena diperkirakan populasi
hama sangat rendah. Jumlah
Sexava yang terparangkap, tergantung
juga pada populasi hama dilapangan
(Gambar 2).
Perangkap Sexava tipe Balitika
MLA ini masih dapat dikombinasikan
dengan penggunaan lem serangga
(lem lalat) sehingga lebih efisien
dan efektif terutama untuk mengendalikan
nimfa instar 1. Pada kenyataannya
instar lebih tua dan imago
juga terperangkap sehingga dapat
mempercepat penurunan populasi
hama Sexava di lapangan.
Penutup
Perangkap Sexava tipe Balitka
MLA merupakan teknologi baru
yang dapat digunakan untuk mengendalikan
hama Sexava. Perangkap
ini aman terhadap lingkungan
dan kesehatan manusia. Sesuai di
kombinasikan dengan teknik pengendalian
lainnya, efektif dan efisien,
lebih murah dan mudah dilaksanakan
oleh petani. Perangkap
ini dapat menangkap 0,9 - 6,6 nimfa/
pohon/hari atau rata-rata 3,04 nimfa/
pohon dan 0,04 imago/pohon/hari.
Dengan teknologi ini, penggunaan
insektisida menjadi minimal bahkan
dapat ditiadakan sehingga memiliki
prospek yang baik untuk dikembangkan
pada lokasi serangan hama
Sexava terutama di Indonesia Timur.
PROSPEK TANAMAN AROMATIK DALAM MENANGGULANGI
PERMASALAHAN NYAMUK DAN LALAT
Nyamuk dan lalat merupakan masalah
yang cukup serius di Indonesia
pada khususnya dan di negara
beriklim tropis pada umumnya,
karena seringkali merupakan
vektor beberapa jenis penyakit
mematikan, seperti demam berdarah,
malaria, flu burung dan
lainnya. Pengendalian yang banyak
dilakukan selama ini adalah
dengan aplikasi insektisida, namun
hal inipun dapat berdampak
buruk terhadap manusia dan lingkungan.
Beberapa negara maju
telah mulai menggunakan tanaman
aromatik sebagai alternatif
penanggulangan masalah nyamuk
dan lalat, seperti penggunaan
serai wangi, adas, geranium, kayu
putih, kayu manis, rosemary,
selasih, bawang putih dan lainnya
(Medline dan Drug Reference,
2002). Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik telah melakukan
serangkaian penelitian terhadap
potensi tanaman aromatik
sebagai penghalau (repellent) nyamuk
dan lalat dengan memanfaatkan
tanaman aromatik dalam bentuk
minyak atsiri (essential oil),
antara lain : serai wangi (Cymbopogon
nardus Rendle), zodia (Evodia
suaveolens Scheff), cengkeh
(Syzigium aromaticum (L) Merril
& Perry), geranium (Geranium
homeanum Turez), nilam (Pogostemon
cablin (Blanco) Benth), selasih
(Ocimum bassilicum L.) yang
mampu menghalau nyamuk demam
berdarah (Aedes aegypti)
dengan kisaran daya proteksi 60 -
80%, selama 2 - 4 jam, serta tanaman
rosmeri (Rosmarinus officinalis
L.), serai wangi (C. nardus),
cengkeh (S. aromaticum) yang
mampu menghalau lalat sebesar
60 hingga 70%.
emam berdarah dengue
(DBD) di Indonesia yang
mulai ditemukan di Jakarta
dan Surabaya pada tahun 1968
merupakan masalah yang klasik,
yaitu kejadiannya hampir dapat
dipastikan setiap tahun, khususnya di
awal musim penghujan. Kerugian
dapat berbentuk materi yaitu berupa
biaya pengobatan ataupun moril
yaitu berupa korban jiwa. Penyakit
ini ditularkan oleh suatu vektor yaitu
nyamuk Aedes aegypti dan juga oleh
nyamuk kebun (Aedes albopictus).
Selain sebagai vektor penyakit DBD,
nyamuk ini dapat berperan juga
sebagai vektor penyakit lain seperti
filariasis (penyakit kaki gajah). Nyamuk
yang menghisap darah adalah
nyamuk betina, karena darah diperlukan
dalam proses pematangan
telur. Di seluruh dunia setiap tahun
nyamuk telah menyebabkan kematian
terhadap 1 orang dari setiap 17
orang manusia yang hidup. Selain
nyamuk, vektor berbagai penyakit,
D
M.L.A. Hosang, Balitka
A
Gambar 1. Perangkap Sexava Tipe Balitka MLA yang dipasang pada batang kelapa
A B C
Dok : M.L.A. Hosang,. (Balitka)
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 26 April 2008
yaitu lalat, juga merupakan masalah
di masyarakat. Lalat selain dapat
menularkan virus hepatitis melalui
makanan dan E. coli; juga diduga
dapat menularkan penyakit flu
burung, melalui kotoran ayam yang
telah terinfeksi flu burung.
Permasalahan
Cara menghindari nyamuk yang
paling baik adalah dengan pemakaian
anti nyamuk berbentuk losion,
krim, ataupun pakaian yang dapat
melindungi tubuh dari gigitan nyamuk.
Hampir semua losion anti
nyamuk yang beredar di Indonesia
berbahan aktif insektisida DEET
(Diethyl toluamide) yang merupakan
bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10 - 15%. DEET merupakan
bahan kimia beracun yang
berbahaya, khususnya bagi anakanak
dan juga orang dewasa apabila
penggunaannya kurang hati-hati.
DEET menempel pada kulit selama
8 jam (tidak larut dalam air) serta
terserap secara sistemik ke tubuh
melalui kulit menuju sirkulasi darah,
dan hanya 10 - 15% yang terbuang
melalui urin. Dalam aturannya,
pemakaian hanya dibolehkan sekali
dalam sehari dan tidak digunakan
pada kulit luka/di bawah baju karena
dapat berpenetrasi ke dalam jaringan
kulit. Suatu penelitian yang dilakukan
oleh American Academy of Pediatric
pada tahun 2003 menyatakan
bahwa losion yang mengandung
10% DEET hanya efektif dalam
waktu 2 jam, sedangkan yang mengandung
24% DEET hanya dapat
bertahan selama 5 jam. Di Indonesia
losion anti nyamuk yang mengandung
DEET 10 - 15% dan diklaim
para produsennya (pada kemasan)
dapat bertahan selama 6 - 8 jam.
Selain itu, cara penanggulangan
lalat yang banyak dilakukan saat ini,
khususnya pada pengawetan ikan
adalah dengan insektisida. Hal ini
sangat membayakan bagi konsumen,
karena insektisida dapat terkonsumsi
langsung dan berakibat fatal.
Hasil teknologi/alternatif pemecahan
Balai penelitian Tanaman Obat
dan Aromatik telah melakukan serangkaian
penelitian terhadap beberapa
jenis tanaman aromatik yang
berpotensi untuk menanggulangi masalah
nyamuk dan lalat. Hasil menunjukkan
bahwa tanaman serai wangi
yang mengandung sitronela dan
geraniol; zodia yang mengandung
evodiamie, rutaecarpine dan linalool;
geranium yang mengandung geraniol;
selasih yang mengadung eugenol;
cengkeh yang mengandung
eugenol; serai dapur yang mengandung
citral; nilam yang mengandung
patchouli alkohol; adas yang mengandung
anetol, berpotensi sebagai
penghalau (repellent) terhadap nyamuk
demam berdarah (A. aegypti)
dengan daya proteksi berkisar antara
60 - 80% selama 2 - 4 jam. Saat ini
telah berhasil dibuat satu formula
anti nyamuk berbahan aktif minyak
atsiri dalam bentuk losion. Sedangkan
tanaman rosemari yang mengandung
mirsen, sineol, kapur barus,
linalool dan lainnya, cengkeh dan
serai wangi, berpotensi sebagai anti
lalat dengan daya usir berkisar antara
60 - 70%. Rosemari saat ini sering
digunakan sebagai bumbu masak penyedap,
sehingga apabila dimanfaatkan
sebagai bumbu pada ikan,
akan berfungsi pula sebagai pengawet
ikan dan terhindar dari serangan
lalat. Lebih jauh lagi bahwa penanggulangan
cara ini merupakan tren
yang mendunia saat ini (Back to
Nature), karena dianggap ramah
lingkungan dan tidak berdampak
negatif terhadap pengguna. Teknik
pengolahan bahan tanaman ini relatif
mudah yaitu dengan cara penyulingan
untuk menghasilkan minyak atsiri
sebagai bahan aktif anti nyamuk dan
lalat. Produknya relatif aman digunakan
terhadap manusia (Natural products),
karena mudah terdegradasi di
alam.
Implikasi/Tindak Lanjut
Penelitian terhadap tanaman aromatik
untuk menanggulangi masalah
nyamuk dan lalat perlu terus
dilakukan dari mulai hulu (penelitian
dasar) hingga hilir (menghasilkan
beberapa produk seperti losion, gel
pewangi/ aromaterapi yang sekaligus
dapat mengusir nyamuk dan lalat,
bentuk spray dan lainnya) dengan
bekerja sama dengan berbagai pihak,
baik perguruan tinggi maupun
instansi lainnya yang terkait.
SARANG SEMUT (Myrmecodia) TANAMAN OBAT
BERPOTENSI MENYEMBUHKAN BERBAGAI PENYAKIT
Sarang semut (Myrmecodia) merupakan
tanaman obat asal Papua
yang berkhasiat untuk
menyembuhkan berbagai macam
penyakit secara alami dan aman.
Secara turun temurun telah digunakan
sebagai tanaman obat
oleh masyarakat pedalaman bagian
barat Wamena, Papua, seperti
suku-suku di Bogondini dan Tolikara.
Kandungan bahan aktif
yang terdapat pada sarang semut
adalah flavonoid, tannin, polifenol,
dan selain itu juga mengandung
tokoferol, magnesium, kalsium,
besi, fosfor, natrium dan
zincum yang mampu mengontrol
beragam penyakit seperti kanker,
TBC, diabetes, rematik dan lainlain.
Tanaman ini tumbuh di
hutan-hutan Papua dan belum
dibudidayakan secara komersial.
Sarang semut adalah tanaman
epifit yang menempel pada pohon,
termasuk famili Rubiaceae, berbunga
dan menghasilkan buah
dan biji. Tanaman yang mempunyai
umbi ini di dalamnya
terdapat labirin yang dihuni oleh
semut dan cendawan. Tanaman
epifit ini tumbuh di hutan-hutan
dan menempel pohon besar
sebagai inangnya seperti pada
pohon kayu putih (Melaleuca),
cemara gunung (Casuarina), kaha
(Castanopsis) dan pohon beech
(Nothofagus).
Agus Kardinan, Balittro
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 27
asil eksplorasi yang dilakukan
di Papua tahun 1995
menemukan penduduk setempat
menggunakan sarang semut
sebagai campuran bubur dan minuman
sehari-hari. Saat itu sarang semut
dipercaya dapat meningkatkan imunitas
tubuh dan memberi energi. Zatzat
aktif seperti antioksidan, polifenol
dan glikosida yang terkandung di
dalamnya mampu mengontrol beragam
penyakit mematikan. Jenis
masing-masing zat aktif itu memang
masih terus diteliti dengan metode
elusidasi struktur.
Sejak 3000 tahun yang silam di
Cina sarang semut dan semut telah
dimanfaatkan sebagai obat. Semut
dan sarang semut digunakan untuk
memperbaiki fungsi ginjal; organ
sangat penting dalam menunjang
banyak fungsi tubuh. Selain itu para
ahli negeri tersebut menggunakan
sarang semut sebagai obat untuk
menghentikan rasa nyeri, mengatasi
rematik dan melancarkan aliran
darah.
Keunikan tanaman ini terletak
pada interaksi semut yang bersarang
umbi yang ada lorong-lorong di
dalamnya. Kestabilan suhu yang ada
di dalam umbi membuat koloni
semut mau bersarang di dalam umbi
tersebut. Dalam jangka waktu yang
lama terjadi reaksi kimiawi secara
alami antara senyawa yang dikeluarkan
semut dengan zat yang
terkandung di dalam tanaman sarang
semut, perpaduan ini yang diduga
membuat sarang semut ampuh
mengatasi berbagi jenis panyakit.
Dapat diprediksi ketika popularitasnya
melambung kian banyak
orang mencari sarang semut. Padahal
selama ini para produsen menyandarkan
kontinuitas produksi dari
kemurahan alam. Bagi konsumen
juga harus lebih teliti dalam membeli
produk siap pakai dari sarang semut
karena mudah dipalsukan, bentuknya
mirip serbuk kayu biasa berwarna
cokelat kehitaman. Tulisan ini menguraikan
tentang tanaman sarang
semut dan manfaatnya.
Aspek Ekologi dan Budidaya
Ekologi
Sarang semut merupakan salah
satu tumbuhan epifit dari famili
Rubiaceae yang dapat berasosiasi
dengan semut. Tumbuhan ini menempel
pada tumbuhan lain tapi
tidak hidup secara parasit.
Khusus di Propinsi Papua, ditemukan
terutama di daerah Pegunungan
Tengah, yaitu di hutan
belantara Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Tolikara, Kabupaten Puncak
Jaya, Kabupaten Pegunungan
Bintang, dan Kabupaten Paniai. Keaneka
ragaman terbesar dari sarang
semut ditemukan di Pulau Papua
dimana spesies dataran tingginya
adalah lokal spesifik. Selain itu
sarang semut juga ditemukan di
Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Sumatera
dan di Ambon dengan varietas
yang berbeda.
Secara ekologi sarang semut
tersebar dari hutan bakau dan pohonpohon
di pinggir pantai hingga
ketinggian 2.400 m di atas permukaan
laut. Sarang semut banyak
ditemukan menempel pada pohon
dari jenis kayu putih, cemara
gunung, kaha dan pohon beech.
Di habitat aslinya, sarang semut
dihuni oleh beragam jenis semut.
Namun satu tumbuhan sarang semut
hanya dihuni oleh satu jenis semut.
Dalam umbi sarang semut juga
ditemukan dua spesies jamur. Jenis
semut yang paling sering dijumpai
adalah Ochetellus sp.
Budidaya
Sarang semut adalah tanaman
menyerbuk sendiri berbunga putih,
buahnya yang matang akan berwarna
merah dan oranye. Dalam satu buah
umumnya menghasilkan dua biji.
Biji memiliki lapisan endosperm dan
berukuran sangat kecil. Di tempat
yang sesuai biji-biji tersebut akan
tumbuh. Secara alami biji akan
keluar dari ketiak daun. Biji dapat
disemaikan dalam bentuk biji segar
apabila biji tersebut telah kering dan
tua tidak akan berkecambah. Biji
tersebut dapat berkecambah dengan
baik pada media sabut kelapa yang
lembab.
Setelah biji berkecambah, batang
bagian bawah atau hipokotil akan
membengkak dengan cepat. Setelah
beberapa bulan kemudian, dalam
batang yang membengkak akan terbentuk
lubang-lubang. Dalam pemeliharaan
kecambah yang sangat
perlu diperhatikan adalah intensitas
cahaya yang cukup. Kekurangan
cahaya akan mengakibatkan kecambah
tumbuh memanjang dan
bagian umbi menciut.
Sarang semut sampai saat ini
belum dibudidayakan secara komersial
sebagian besar masih diambil di
hutan-hutan yang banyak tumbuh
pada pohon inang. Sarang semut
memungkinkan untuk dibudidayakan.
Namun informasi dan budidayanya
masih belum banyak dilaporkan.
Saat ini sarang semut telah berhasil
diperbanyak dengan menggunakan
teknik kultur jaringan.
Dengan teknik perbanyakan tersebut,
tanaman sarang semut dihasilkan
dalam jumlah benih yang besar
dalam waktu yang singkat.
Di Australia sarang semut sudah
dikembangkan dengan cara kultur
jaringan. Pengembangbiakan masal
melalui kultur jaringan tak mempengaruhi
kandungan senyawa aktif
yang terdapat dalam tanaman. Persyaratan
tumbuh seperti dalam
budidaya dikondisikan harus seperti
habitat aslinya keadaan suhu, iklim,
intensitas cahaya dan nutrisi. Dengan
cara pengembangan seperti itu
maka perburuan sarang semut
dihutan-hutan dapat dikurangi.
Sarang semut termasuk tanaman
sukulen, yaitu tanaman yang dapat
menyimpan air dalam jaringannya
dan mempunyai penampakan berdaging,
sehingga toleran terhadap
kekeringan. Penyiraman tidak perlu
dilakukan terlalu sering, cukup
setiap malam atau dua hari sekali
pada saat media tumbuh telah
kering. Bila terlalu sering disiram
akan membuat media tumbuh terlalu
basah dan lama kelamaan akan
menyebabkan terjadinya pembusukan
jaringan tanaman yang dapat
mengakibatkan tanaman mati.
Pemupukan perlu dilakukan setiap
2 atau 3 minggu sekali, terutama
menggunakan pupuk organik seperti
kompos. Apabila terlalu banyak dan
terlalu sering menyebabkan tanaman
mati. Sebenarnya pada habitat liarnya,
tanaman sarang semut mem-
H
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 28 April 2008
peroleh pupuk dari serpihan bahan
organik (debris) atau sampah dari
semut yang menghuninya.
Proses Pengolahan dan Cara
Penggunaan Sarang Semut
Proses pengolahan
Dalam pembuatan simplisia,
serbuk dan kapsul dari sarang semut,
penanganan dan penggunaan bahan
baku sangat penting. Bahan baku
yang digunakan harus bersih dan
bebas dari serangan hama dan
penyakit. Bagian yang digunakan
adalah umbinya yang menggelembung
dan berongga berisi sarang
semut.
Umbi sarang semut yang telah
disiapkan dikupas kulit luarnya
selanjutnya dibelah umbinya menjadi
beberapa bagian. Umbi tersebut
harus dibersihkan dari semut yang
ada di rongga-rongga. memotong
umbi tersebut menjadi lebih kecil
dengan ketebalan 3 mm. Pengeringan
dilakukan dengan oven pada suhu
500C selama kurang lebih 3 hari.
Simplisia yang dihasilkan dikemas
dalam kantong plastik yang kedap
air dan diberi label.
Pembuatan serbuk dapat dilakukan
dari bahan simplisia yang telah
dihasilkan. Dengan menggunakan
alat penggiling listrik seperti mesin
grinder simplisia digiling sesuai
ukuran yang diinginkan, dan biasanya
menggunakan ukuran 40 mesh.
Serbuk yang dihasilkan siap dikemas
dalam kantong alumunium foil dan
diberi label.
Pembuatan kapsul dilakukan
setelah dihasilkan serbuk. Serbuk
diekstrak menggunakan pelarut etanol
96% dengan menggunakan
mesin eksktrator. Ekstrak yang dihasilkan
masih dalam bentuk basah
sehingga perlu dikeringkan menggunakan
oven dengan suhu 500C
sampai kering. Bubuk ekstrak kering
yang dihasilkan dimasukkan ke
dalam kapsul selanjutnya kapsul
tersebut dikemas dalam botol dan
diberi label. Untuk menjaga kebersihan
dan pencemaran dari mikroorganisme
dapat juga diradiasi dengan
dosis 5 kGy. Rendemen ekstrak
sarang semut relatif kecil, untuk
menghasilkan 1 kg ekstrak sarang
semut dibutuhkan 20 kg sarang
semut segar.
Cara penggunaan
Sarang semut dapat digunakan
dalam bentuk simplisia, serbuk dan
kapsul. Apabila digunakan dalam
bentuk simplisia dan serbuk, maka
simplisia atau serbuk direbus terlebih
dahulu dengan air dalam panci stainless
steel. Dosis yang dianjurkan
adalah simplisia atau serbuk seberat
10 g dimasukkan ke dalam panci
yang berisi 500 ml air. Selanjutnya
dimasak di kompor sampai mendidih
dengan menggunakan api yang kecil
sambil diaduk selama 15 menit sampai
air rebusan mejadi 250 ml atau
kurang lebih 1 gelas. Air rebusan
tersebut didinginkan kemudian disaring.
Setelah dituangkan dalam
gelas, ramuan tersebut siap untuk
diminum. Untuk penyembuhan penyakit,
ramuan tersebut diminum 2 -
3 gelas perhari secara teratur sehingga
penyakit sembuh. Yang disampaikan
di sini adalah dosis secara
umum, untuk takaran yang lebih
tepat untuk setiap penyakit harus
disesuaikan dengan jenis penyakit,
tingkat keparahan penyakit dan
kondisi pasien.
Penggunaan dalam bentuk kapsul
untuk pengobatan yaitu dengan dosis
1 - 2 kapsul sekali minum dan
dilakukan 3 kali sehari, sedangkan
untuk meningkatkan stamina dianjurkan
2 kali 1 kapsul/hari.
Kandungan Kimia, Efek Farmakologis
dan Manfaat
Kandungan kimia dan efek farmakologis
Beberapa peneliti berusaha
mengungkapkan ada apa dibalik
khasiat luar biasa dari sarang semut.
Dari hasil penelitian itu ditemukan
beberapa senyawa aktif yang mampu
meredam berbagai penyakit. Diungkapkan
bahwa senyawa aktif yang
terkandung dalam sarang semut adalah
flavonoid, tanin, dan polifenol
yang berfungsi sebagai antioksidan
dalam tubuh. Selain itu dalam sarang
semut ditemukan kandungan kimia
lainnya yaitu tokoferol, magnesium,
kalsium, besi, fosfor, natrium, dan
zincum. Hasil analisis komposisi dan
kandungan kimia sarang semut
secara lengkap dapat dilihat pada
Tabel 1.
Kemampuan sarang semut secara
empiris untuk pengobatan berbagai
jenis kanker atau tumor, TBC, dan
encok/rematik diduga kuat berkaitan
dengan kandungan flavonoid sarang
semut.
Flavonoid dalam tubuh manusia
berfungsi sebagai antioksidan sehingga
sangat baik untuk pencegahan
kanker. Manfaat flavonoid antara
lain adalah untuk melindungi
struktur sel, meningkatkan efektivitas
vitamin C, antiflamasi, mencegah
keropos tulang dan sebagai
antibiotik.
Dalam banyak kasus, flavonoid
dapat berperan langsung sebagai
antibiotik dengan mengganggu
fungsi dari mikroorganisme seperti
bakteri dan virus. Fungsi flavonoid
sebagai anti virus telah banyak
dipublikasikan, termasuk untuk virus
HIV/AIDS dan virus herpes. Selain
itu, flavonoid juga dilaporkan berperan
dalam pencegahan dan pengobatan
beberapa penyakit lain seperti
asma, katarak, diabetes, encok/rema-
Tabel 1. Komposisi dan Kandungan kimia sarang semut
Parameter Satuan Nilai
Energi Kkal/100g 350,52
Kadar air g/100 g 4,54
Kadar abu g/100 g 11,13
Kadar lemak g/100 g 2,64
Kadar protein g/100 g 2,75
Kadar karbohidrat g/100 g 78,94
Tokoferol (vitamin E) mg/100 g 31,34
Total
Fenol (polifenol,tannin dan flavonoid) g/100 g 0,25
Kalsium (Ca) g/100 g 0,37
Natrium (Na) mg/100 g 68,58
Kalium (K) g/100 g 3,61
Seng (Zn) mg/100 g 1,36
Besi (Fe) mg/100 g 29,24
Fosfor (P) g/100 g 0,99
Magnesium (Mg) g/100 g 1,50
Sumber: M.Ahkam Subroto dkk. (2006)
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelit ian dan Penge mbang an Tan aman Industr i, Volu me 14 N omor 1, April 2008 29
tik, migren, wasir dan perionditis
(radang, jaringan ikat penyangga
akar gigi).
Penelitian-penelitian mutakhir telah
mengungkapkan fungsi lain dari
flavonoid, tidak saja untuk pencegahan,
tetapi juga untuk pengobatan
kanker. Mekanisme kerja flavonoid
lainnya adalah inaktivasi karsinogen,
antiprofilisasi, penghambatan
siklus sel, induksi apoptosis,
diferensiasi, inhibisi angiogenesis,
serta pembalikan resistensi multi
obat ataupun kombinasi dari mekanisme-
mekanisme tersebut.
Kemampuan sarang semut secara
empiris dapat mengobati wasir
dan mimisan diduga kuat berkaitan
dengan kandungan tanin di dalamnya.
Tanin merupakan astrigen yang
mengikat dan mengendapkan protein
berlebih dalam tubuh. Dalam bidang
pengobatan tanin digunakan untuk
mengobati diare, hemostatik (menghentikan
pendarahan), dan wasir.
Sementara khasiat dari polifenol
adalah anti mikroba dan menurunkan
kadar gula darah. Polifenol adalah
asam fenolik dan flavonoid. Asam
fenolik merupakan kelas dari antioksidan
atau senyawa yang menghilangkan
radikal bebas. Molekul
yang tidak stabil ini adalah produksi
dari metabolis normal yang menyumbat
pembuluh darah dan mengakibatkan
perubahan pada DNA
yang dapat menimbulkan kanker dan
penyakit lain.
Polifenol banyak ditemukan dalam
buah-buahan, sayuran serta bijibijian.
Rata-rata manusia bisa mengkonsumsi
polifenol dalam seharinya
sampai 23 mg.
Tokoferol (vitamin E) sekitar
31,34 mg/100 g. Analisis antioksidan
dari ekstrak kasar tanaman
sarang semut menunjukkan bahwa
ekstrak tersebut memiliki aktivitas
antioksidan sedang, yaitu diperoleh
nilai IC 50. IC 50 merupakan konsentrasi
dari antioksidan yang dapat
meredam atau menghambat 50%
radikal bebas. Semakin kecil nilai IC
50 dari suatu antioksidan maka semakin
kuat antioksidan itu.
Magnesium memiliki peranan
dalam fungsi tulang, hati, otot, transfer
air intraseluler, keseimbangan
basa, dan aktivitas neuromuseluler.
Kalsium berfungsi dalam kerja jantung,
implus saraf, dan pembekuan
darah. Besi berfungsi dalam pembentukan
hemoglobin, transporoksigen,
aktivor enzim. Fosfor berfungsi
dalam penyerapan kalsium dan
produksi energi. Natrium memiliki
peranan dalam keseimbangan elektrolit,
volume cairan tubuh, implus
saraf, dan keseimbangan asam-basa.
Seng memiliki fungsi dalam sintesis
protein fungsi seksual, penyimpanan
insulin, metabolisme karbohidrat dan
penyembuhan luka.
Fungsi-fungsi mineral tersebut
dapat menjelaskan beberapa khasiat
lain dari sarang semut, misalnya
khasiat dalam membantu mengatasi
berbagai macam penyakit seperti
gangguan jantung, melancarkan
peredaran darah, mengobati migren,
gangguan fungsi ginjal dan prostat,
memulihkan kesegaran dan stamina
tubuh, serta memulihkan gairah
seksual.
Dalam penelitian melihat adanya
penghambatan aktivitas enzim
xanthine oxidase oleh ekstrak sarang
semut, hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak sarang semut setara dengan
aktivitas allopurinol, obat kimia
komersial yang digunakan untuk
pengobatan asam urat. Bila dampak
dari allopurinol bisa meningkatkan
kadar kreatin hingga bisa merusak
ginjal, maka sarang semut sebaliknya
selain menurunkan asam urat
juga memperbaiki fungsi ginjal.
Dalam uji in vitro terbukti bahwa
sarang semut ampuh mengatasi sel
kanker. Penelitian ini dilakukan di
University National of Hochiminch
City (peneliti adalah Qui Kim Tran
yang dibantu oleh Yasuhiro Tezuka,
Yuko Harimaya dan Arjun Hari
Banskota, ketiganya bekerja di
Toyama Medical and Pharmaceutical
University). Sampel sarang semut diambil
dari daerah Tinh Bien, Vietnam.
Sarang semut yang beratnya 2-
3 kg diekstrak dengan berbagai
pelarut seperti air, methanol, dan
campuran air dan methanol. Sel
kanker ditumbuhkan yang memiliki
metastesis atau mudah menyebar ke
bagian tubuh lain seperti kanker serviks,
kanker paru dan kanker usus.
Masing-masing hasil ekstraksi itu
diberikan kepada setiap sel kanker.
Hasilnya menakjubkan, sarang semut
mempunyai aktivitas antiproliferasi.
Dalam dunia kedokteran, proliferasi
berarti pertumbuhan sel yang amat
cepat dan abnormal. Kanker memang
mempunyai pertumbuhan sel
yang cepat dan tak terkendali. Antiproliferasi
berarti menghambat proses
perbanyakan sel itu.
Dalam uji ekstrak sarang semut
terhadap sel kanker, terbukti tingkat
efektifitas EC 50 mencapai 9,97
mg/ml, ekstrak sarang semut mampu
menekan 50% laju pertumbuhan sel
kanker. Sedangkan EC 50 pada
ekstrak air 22,3 mg/ml; campuran
methanol air 11,3 mg/ml. Riset ini
telah meneguhkan pengalaman
empiris banyak orang yang sembuh
dari kanker.
Di samping itu menurut Prof Dr
Elin Yulinah Sukandar, (guru besar
farmasi ITB), kandungan tokoferol
yang terdapat pada sarang semut
cukup tinggi. Tokoferol berfungsi
sebagai anti oksidan dan anti kanker.
Ia menangkal serangan radikal bebas
dengan cara anti degeneratif. Senyawa
kaya vitamin E ini mempunyai
manfaat sebagai anti penuaan. Bila
kita mengkonsumsi banyak lemak
dan radikal bebas, dengan adanya
tokoferol akan bisa diatasi karena
peran vitamin E bagi kesehatan amat
vital. Vitamin E mencegah asam
lemak tak jenuh, komponen sel
membran dari oksidasi oleh radikal
bebas.
Dalam segi keamanan konsumen,
riset yang telah dilakukan di University
of New South Wales Sydney,
Australia, menjamin keamanan dari
sarang semut. Penelitian membuktikan
bahwa konsumsi 3 kali 1
sendok makan sarang semut/hari
masih sangat aman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa angka LD 50
sarang semut amat tinggi sehingga
keamanan konsumen terlindungi.
Dimana kriteria obat yang bagus jika
dosis efektif berjauhan dengan LD
50.
Manfaat sarang semut
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 30 April 2008
Secara empiris rebusan bubuk
sarang semut atau kapsulnya telah
terbukti dapat menyembuhkkan
beragam penyakit ringan dan berat,
seperti kanker dan tumor, asam urat,
jantung koroner, wasir, TBC, migren,
rematik dan leukemia. Mengenai
mekanisme kerja kandungan
senyawa aktif sarang semut dalam
mengobati berbagai penyakit tersebut
memang masih perlu penelitian
lebih mendalam. Beberapa penyakit
yang bisa diobati dengan sarang
semut adalah:
Kanker dan tumor
Jenis-jenis kanker dan tumor,
baik jinak maupun ganas yang dapat
disembuhkan dengan sarang semut
adalah kanker otak, kanker hidung,
kanker payudara, kanker liver, kanker
paru-paru, kanker usus, kanker
rahim, kanker kulit, kanker prostat,
serta kanker darah.
Jantung koroner
Hingga kini mekanismenya memang
belum jelas, tetapi kemampuan
sarang semut untuk pengobatan penyakit
jantung ada kaitannya dengan
kandungan multi mineral sarang
semut terutama kalsium dan kalium.
Stroke
Pengobatan stroke kemungkinan
sangat berkaitan dengan kandungan
multi mineral yang terkandung
dalam sarang semut.
Ambeien (wasir), baru maupun lama
Kemampuan sarang semut untuk
pengobatan ambeien (wasir) berkaitan
dengan kandungan flavonoid
dan taninnya yang tinggi. Kedua
golongan senyawa ini dalam beberapa
penelitian memang sudah
terbukti dapat mengobati wasir.
Benjolan-benjolan dalam payudara
bagi wanita
Yang dimaksud dengan benjolanbenjolan
pada payudara adalah pembengkakan
bukan tumor (nonneoplasma).
Diduga kuat mekanisme
penyembuhannya serupa dengan kasus
tumor dan kanker, yaitu dengan
mengandalkan kemampuan kandungan
flavonoid yang terkandung
dalam sarang semut.
Gangguan fungsi ginjal dan prostat
Mekanisme pengobatan gangguan
fungsi ginjal dan prostat kemungkinan
ada kaitannya dengan kandungan
anti oksidan (flavonoid dan
tokoferol) serta multi-mineral yang
ada dalam jamu sarang semut.
Haid dan keputihan
Proses pengobatan untuk keputihan
dan melancarkan haid ada
kaitannya dengan kandungan flavonoid,
tanin, dan multi-mineralnya,
terutama kalsium dan seng.
Melancarkan peredaran darah
Kandungan antioksidan yang
tinggi (tokoferol dan flavonoid) dan
multi-mineral yang terkandung dalam
sarang memiliki peranan penting
dalam melancarkan peredaran darah.
Migren (sakit kepala sebelah)
Untuk pengobatan migren berkaitan
dengan fungsi kandungan
flavonoid dan multi-mineral dalam
sarang semut, khususnya kalsium,
natrium, dan magnesium.
Penyakit paru-paru (TBC)
Pengobatan TBC terkait dengan
peranan flavonoid yang terkandung
dalam sarang semut yang berfungsi
sebagai anti bakteri.
Rematik (encok)
Ini terkait dengan kemampuan
flavonoid sebagai inhibitor enzim
xanthine oxidase dan antioksidan
serta tokoferol sebagai antioksidan
dan multi-mineral yang terkandung
dalam sarang semut.
Gangguan alergi hidung, mimisan,
bersin-bersin pada pagi hari atau
pada perubahan cuaca
Senyawa-senyawa yang bertanggung
jawab terhadap gangguan ini
adalah antioksidan (tokoferol dan
flavonoid) dan tanin.
Sakit maag
Seperti halnya TBC, yang berperan
dalam pengobatan maag adalah
flavonoid yang terkandung dalam
sarang semut sebagai anti bakteri.
Penyakit lain
Beberapa penyakit lain yang juga
bisa diobati dengan sarang semut
antara lain pegal-pegal, nyeri otot,
sakit tulang dan asam urat.
KERAGAMAN GENETIK DAN PELUANG PENGEMBANGAN
PINANG DI KALIMANTAN BARAT
Gambar : Pohon sarang semut dan potongan-potongan umbi
Feri Manoi, Balittro
Prospek tanaman aromatik dalam menanggulangi permasalahan .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, April 2008 31
Pinang (Areca catechu L.) merupakan
salah tanaman palma
yang berpotensi untuk dikembangkan,
namun selama ini belum
mendapat perhatian yang cukup,
baik oleh petani, pemerintah maupun
pengusaha perkebunan. Tanaman
ini umumnya hanya digunakan
sebatas tanaman pagar
dan buahnya untuk konsumsi
langsung secara terbatas, serta
sebagai pelengkap bahan upacara
tradisional di berbagai daerah.
Tanaman ini menyebar hampir di
seluruh wilayah di Indonesia dengan
jumlah tanaman yang bervariasi.
Di beberapa daerah hanya
ditemukan sebagai tanaman pekarangan
dan pembatas lahan,
namun di daerah lainnya sudah
dibudidayakan dalam skala yang
masih terbatas. Hingga saat ini diketahui
bahwa sentra tanaman pinang
di Indonesia adalah di Pulau
Sumatera dan Kalimantan. Penyebarannya
meliputi Aceh, Riau,
Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Barat.
Sampai dengan tahun 2006
Balai Penelitian Tanaman Kelapa
dan Palma Lain Manado telah melakukan
eksplorasi di Bengkulu,
Sumatera Selatan, Sumatera Barat,
Sumatera Utara, Nanggro
Aceh Darusalam, dan Kalimantan
Selatan. Hasil ekplorasi tersebut
telah dikoleksi di Kebun Percobaan
Kayuwatu, Manado, Sulawesi
Utara.
alimantan Barat ternyata merupakan
salah satu sentra tanaman
pinang dan sudah
melakukan ekspor ke beberapa negara
tujuan sejak beberapa tahun terakhir.
Namun demikian pengembangan
secara serius baru mulai dilakukan
setahun belakangan ini. Untuk
mendukung pengembangan pinang
di Kalimantan Barat, Balitka
Manado telah melakukan eksplorasi
ke beberapa kabupaten dan kecamatan
yang memiliki potensi tanaman
pinang.
Di sisi lain saat pengembangan
pinang di Kalimantan Barat telah
mulai mendapat perhatian oleh beberapa
pengusaha melalui kemitraan
antara petani dan pemerintah daerah.
Melalui kerjasama ini diharapkan
akan memberikan nilai tambah baik
bagi petani, pengusaha maupun
pemerintah daerah.
Potensi luasan, penyebaran, dan produksi
pinang
Pada dasarnya tanaman pinang
tumbuh baik di Kalimantan Barat
karena dapat tumbuh pada semua jenis
tanah dan lahan marjinal dengan
curah hujan antara 2.000 - 3.000
mm/tahun. Tanaman ini tumbuh di
sepanjang pantai dan sepanjang
aliran sungai di pedalaman Kalimantan
Barat.
Sampai dengan tahun 2006 luas
pertanaman pinang di Kalimantan
Barat mencapai 1.352 ha. Luasan
tersebut terdiri atas 349 ha tanaman
muda, 800 ha tanaman menghasilkan,
dan tanaman tua/rusak seluas
203 ha. Jumlah total produksi ・} 700
ton, dengan rata-rata produksi adalah
875 kg/ha/tahun.
Penyebaran tanaman pinang di
Kalimantan Barat meliputi enam
kabupaten yaitu Kab. Pontianak,
Sambas, Bengkayang, Singkawang,
Sintang, Melawi dan Ketapang.
Luasan pertanaman terluas adalah
Pontianak (615 ha), diikuti Sintang,
(441 ha) dan Melawi (258 ha).
Untuk Kabupaten Pontianak, penyebaran
tanaman pinang meliputi
Kecamatan Sungai Kakap, Teluk
Pakedai dan Rasau Jaya, sedangkan
di Kab. Ketapang meliputi Kec.
Matan Hilir Utara, Matan Hilir
Selatan, Sukadana, Teluk Melano,
dan Teluk Batang.
Keragaman genetik
Tanaman pinang memiliki tipe
dan pola pembungaan yang memungkinkan
terjadinya penyerbukan
silang antar bunga pada pohon yang
berdekatan, sehingga berpeluang terjadinya
keragaman karakter seperti
bentuk dan ukuran buah. Hasil survei
awal Balai Penelitian Tanaman
Kelapa dan Palma Lain Manado terhadap
potensi genetik tanaman pinang
di daerah pesisir pantai Kalimantan
Barat diperoleh 11 aksesi
pinang berdasarkan ukuran dan
bentuk buahnya. Di Kab. Pontianak
diperoleh 7 aksesi yaitu 6 aksesi di
Kec. Sungai Kakap dan 1 aksesi di
Kec. Rasau Jaya. Untuk Kabupaten
Singkawang dan Kab. Sambas
masing-masing ditemukan 2 aksesi
pinang dengan ukuran dan bentuk
buah yang beragam. Hasil analisa
jarak genetik diperoleh bahwa ke-11
aksesi tersebut memiliki jarak genetik
cukup jauh yaitu dengan Nilai D2
sebesar 162.56. Penyumbang terbesar
terjadinya jarak genetik adalah
karakter panjang polar buah, dengan
sumbangan sebesar 89,09%.
Adanya keragaman genetik yang
cukup luas tersebut, menunjukkan
bahwa potensi genetik pinang di
Kalimantan Barat cukup besar dan
berpeluang digunakan sebagai tetua
untuk disilangkan dalam memperbaiki
potensi pinang yang sudah ada.
Pemanfaatan dan peluang ekspor
Tanaman pinang telah lama dikenal
oleh masyarakat Kalimantan
Barat sebagai sumber bahan ramuan
bersama sirih yang dikonsumsi langsung
dalam jumlah yang relatif kecil.
Seiring dengan kemajuan teknologi,
pinang menjadi sumber bahan baku
industri obat-obatan, kosmetika, pewarna,
tekstil, bahan baku dupa, dan
bahan baku permen.
Penggunaan buah pinang sebagai
bahan baku permen di negara-negara
tertentu memberikan pengaruh positif
terhadap permintaan bahan bakunya.
Negara-negara yang mengkonsumsi
pinang sebagai permen adalah
Cina, India, Pakistan dan negaranegara
Timur Tengah.
Berkembangnya pemanfaatan pinang
berdampak positif pada peningkatan
permintaan pada beberapa
negara tujuan ekspor. Negara-negara
importir terbesar pinang dari Indonesia
adalah Pakistan, Nepal, Bang-
K
Tabel 1. Keragaan produksi dan tingkat pendapatan pada berbagai pola tanam
pinang/ha lahan usaha
Pola Tanam Jarak tanam (m)
Jumlah
Pohon/ha
Produktivitas
(kg/ha)
Pendapatan
(Rp/ha)
Pekarangan/tanaman pagar 2 400 4.800 1) 14.400.000
Monokultur 2 x 3 1.666 19.992 59.976.000
Polikultur/Tanaman sela kelapa 28.096.000
Pinang 2 x 2 600 7.200 21.600.000
Kelapa (Kopra) 6 x 16 116 1.624 2) 6.496.000
Keterangan: 1). Pinang: produktivitas 12 kg/pohon, harga Rp.3.000,-/kg. 2). Kopra: produktivitas 14 kg/pohon, harga Rp 4.000,-/kg
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 32 April 2008
ladesh, India, Cina, Singapura dan
Thailand. Indonesia menjadi produsen
utama pinang dunia dengan
produksi yang terus meningkat setiap
tahun, dan mencapai 100.000 ton
pada tahun 2006.
Pola tanam dan peluang pendapatan
Budidaya tanaman pinang di
beberapa daerah menunjukkan pola
tanam yang berbeda-beda. Pola
tanam pinang oleh masyarakat petani
di Kalimantan Barat bervariasi. Di
Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten
Pontianak tanaman pinang
ditanam sebagai tanaman sela di
antara tanaman kelapa dan sebagai
tanaman pagar di pinggiran jalan.
Sama halnya dengan di Kabupaten
Sambas dan Singkawang. Di Kecamatan
Rasau Jaya, Kabupaten Pontianak
tanaman pinang mulai ditanam
secara monokultur.
Sebagai tanaman pembatas lahan
atau pekarangan, jumlah tanaman
pinang sangat terbatas sehingga produksinya
juga relatif sedikit. Pinang
yang ditanam secara monokultur
akan memberikan hasil yang lebih
banyak. Demikian juga secara polikultur
dengan tanaman kelapa atau
kakao akan lebih memberikan
peningkatan dalam hal pendapatan.
Jumlah populasi dan produksi pinang
serta pendapatan yang diperoleh
setiap hektar lahan yang diusahakan
oleh petani sangat bervariasi.
Sebagai perbandingan, produktivitas
pinang 12 kg/pohon dengan
harga Rp 4.000/kg.
Pola pengembangan
Potensi lahan untuk pengembangan
pinang sangat luas dan
menyebar di semua kabupaten dan
kecamatan di Kalimantan Barat.
Trend peningkatan permintaan pasar
ekspor makin menggairahkan petani
dan pengusaha di Kalimantan Barat
untuk mengembangkan komoditi ini
secara lebih serius. Oleh karena itu,
pengembangan komoditi ini mulai
dilakukan melalui kerjasama antara
pemerintah daerah Kalimantan Barat
dan perusahaan pengembang pinang
yaitu PT. Surya Pinang Lestari.
Pengembangan pinang dilakukan
dengan pola inti dan plasma
bekerjasama dengan Pemerintah
Propinsi dan Kabupaten dengan pola
kemitraan. Rencana pembangunan
kebun di Kalimantan Barat meliputi
kebun inti 10.000 ha dan plasma
300.000 ha
Pola pengembangan ini menggunakan
perusahaan inti sebagai
bapak angkat sebagai jaminan
pemasaran. Melalui pola seperti ini
diharapkan tanaman pinang yang
selama ini hanya sebatas tanaman
pagar dengan jumlah terbatas pada
pekarangan petani akan memberikan
nilai tambah bagi pendapatan petani
sekaligus pendapatan asli daerah
(PAD) Kalimantan Barat. Selain itu,
dengan kemitraan diharapkan mutu
produk pinang dapat ditingkatkan
melalui bantuan alat-alat pengolah
pasca panen dari bapak angkat.
Penutup
Pinang merupakan salah satu tanaman
perkebunan dari jenis palma
yang saat ini memiliki potensi untuk
dikembangkan secara luas. Selain
memiliki potensi keragaman genetik
pinang cukup besar, sehingga
memungkinkan untuk diseleksi jenis
mana yang cocok dikembangkan
sesuai dengan permintaan pasar.
Tanaman pinang juga menjanjikan
harapan yang sangat besar bagi
peningkatan pendapatan petani.
Pengembangan komoditas ini sebagai
alternatif unggulan untuk
meningkatkan pendapatan petani
perlu mendapat perhatian serius dari
pemerintah dalam penyediaan benih
dan faktor produksi lainnya.
emakaian obat yang berasal
dari alam oleh masyarakat untuk
menyembuhkan penyakit
pada manusia dan hewan mengalami
peningkatan. Seiring dengan itu, industri
yang memanfaatkan tanaman
obat seperti industri natural medicine,
health food, functional food
dan food supplement serta pengobatan
alternatif juga mengalami
peningkatan yang pesat.
Disamping tanaman obat, minyak
atsiri yang dihasilkan dari tanaman
aromatik juga banyak dibutuhkan
diberbagai industri seperti industri
parfum, kosmetika, industri farmasi/
obat-obatan, industri makanan dan
minuman. Namun perkembangan
minyak atsiri di Indonesia berjalan
agak lambat.
Selain dari segi teknis, perlu
adanya kebijakan pemerintah yang
mendukung arah pengembangan
tanaman obat dan atsiri antara lain
(1) program menyeluruh dan terpadu
dari hulu hingga hilir untuk pengembangan
dan pemanfaatan tanaman
obat dan aromatik nasional; (2) dukungan
kebijakan politik yang kuat
dari pemerintah untuk menjadikan
tanaman obat dalam sistem pelayanan
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat;.
Dalam rangka mendayagunakan
hasil penelitian tanaman obat dan
aromatik, serta menjalin koordinasi
dan sinkronisasi program antar instansi
pemerintah; swasta dan litbang,
sehingga program yang ada lebih
terarah, efektif dan efisien. Balittro
Puslitbang Perkebunan menyelenggarakan
Seminar Nasional dan Pameran
Teknologi Tanaman Obat dan
Aromatik, dengan tema “Pengembangan
Tanaman Obat dan Aromatik
Mendukung Kemandirian Penyediaan
Bahan Baku Terstandar untuk
Industri Fitofarmaka”. Seminar dilaksanakan
pada tanggal 6 September
2007 bertempat di IPB International
Convention Center, Bogor.
Tujuan seminar
P
Ismail Maskromo, Balitka
Teknologi baru pengendalian hama (Sexava) dengan .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, April 2008 33
1. Menyebarluaskan dan mendayagunakan
hasil penelitian tanaman
obat dan aromatik untuk mendukung
kemandirian penyediaan
bahan baku terstandar untuk
industri fitofarmaka
2. Menyusun strategi pengembangan
tanaman obat dan aromatik
(pengembangan kelembagaan,
dukungan teknologi dan sumber
daya lahan, manusia serta infra
struktur).
Materi dan peserta seminar
Dalam Seminar Nasional dan
Pameran Perkembangan Teknologi
Tanaman Obat dan Aromatik disampaikan
Pidato Kunci oleh Menteri
Pertanian yang diwakili Dirjen Hortikultura
dengan judul makalah
“Kebijakan Mendukung Ketersediaan
Teknologi Penyediaan Bahan
Baku Tanaman Obat dan Aromatik
Terstandar untuk Industri”.
Dilakukan peluncuran (launching)
beberapa varietas unggul :
Jahe, kencur, kunyit, temulawak, pegagan,
sambiloto, purwoceng, seraiwangi,
nilam dan serai dapur. Di
samping varietas unggul juga diluncurkan
beberapa produk antara lain
Temu Lawak Cemerlang, Purwoceng
Stamina, Secang Fit, Kapsul
Sam-biloto, dan atraktan lalat buah
yang dikenal dengan nama ATLABU
untuk mengendalikan hama lalat
buah. Dalam membina kelembagaan
benih dari varietas-varietas yang
telah dihasilkan dilakukan Penandatanganan
Nota Kesepakatan (MoU) :
antara Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik dengan Petani
Penangkar Benih Varietas Unggul
Tanaman Obat dan Aromatik
Rumusan hasil seminar antara lain :
1. Kendala yang dijumpai terkait
dengan struktur industri biofarmaka
dan kebijakan pengembangannya
antara lain: a)
pengembangan industri biofarmaka
ditangani oleh banyak
instansi lintas sektor sehingga
perlu ada kebijakan, strategi dan
program pengembangan biofarmaka
di antara sektor belum
berjalan secara terpadu, b) pada
lingkup mikro, keterkaitan
hubungan antara industri hilir dan
hulu saat ini belum berjalan secara
baik, c) belum terbangunnya
struktur rantai pasokan yang
tertata di antara pelaku di segmen
industri yang berbeda (produksi
bahan baku, distribusi dan
pengolahannya).
2. Selain tanaman obat, Indonesia
merupakan negara penting penghasil
atsiri. Indonesia memiliki
900 jenis minyak atsiri, 12 jenis
dari 40 jenis yang diperdagangkan
dunia, berasal dari Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan
pendapatan petani adalah: a)
pengembangan produk minyak
atsiri yang sudah ada dan baru
(diversifikasi horizontal), b)
pengembangan produk derivat
minyak atsiri untuk meningkatkan
nilai tambah (diversifikasi
vertikal), c) pengembangan
pemasaran IKM minyak atsiri, d)
pengembangan dan penguatan
klaster Industri Kecil Menengah
(IKM) minyak atsiri Indonesia,
dan e) meningkatkan investasi
industri hilir.
3. Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Atsiri telah menghasilkan
beberapa varietas unggul tanaman
obat dan atsiri (Jahe, kencur,
kunyit, temulawak, pegagan,
sambiloto, purwoceng, seraiwangi,
nilam dan sera dapur ) yang
disertai dengan Standar Operasional
Prosedur (SOP) budidaya
dan pasca panennya dalam
rangka mendukung dihasilkannya
bahan tanaman obat dan
aromatika terstandar. Mengingat
masih terbatasnya jumlah varietas
yang telah dilepas maka usahausaha
pelepasan varietas unggul
lainnya masih terus dilakukan.
SEMINAR NASIONAL DAN PAMERAN
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TANAMAN
OBAT DAN AROMATIK
BERITA
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN
TIM, Puslitbangbun
Sarang semut (Myrmecodia) tanaman obat berpotensi .....
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 34 April 2008